Selalu ada 'haters' di setiap pertandingan sepakbola. Itu rumus wajib yang seakan-akan tidak bisa dipisahkan dari sebuah pertandingan. Haters tetaplah haters. Mereka selalu hadir setelah pertandingan usai. Dan kehadiran mereka selalu membuat saat-saat setelah pertandingan sepakbola menjadi saat yang tidak nyaman.
Saya masih ingat beberapa waktu yang lalu ketika terjadi pertandingan lanjutan Liga Champion antara AC Milan kontra Barcelona. Pertandingan leg pertama yang digelar di San Siro, Milan, berhasil dimenangkan oleh AC Milan. Tebak apa yang terjadi? Ledekan berbau terjadi di linimasa twitter saya, bukan dari para Milanisti, melainkan dari beberapa orang yang saya tahu adalah pendukung fanatik klub Premier League, Manchester United. Kalau saja yang melayangkan hujatan tersebut adalah pendukung Milan, akan lain ceritanya dan semua pun akan maklum. Namun ketika itu datang dari pendukung klub yang tidak ada hubungannya sama sekali dalam pertandingan, apakah tidak aneh?
Bukan hanya itu, pagi ini, linimasa saya kembali dihiasi dengan segala hal-hal menyebalkan berupa hujatan berbau ledekan kepada MU yang dini hari tadi kalah dalam derby melawan Manchester City. Kali ini oknum yang merusak dan mengotori lini masa adalah beberapa orang yang katanya die hard fans AC Milan. Oke, ini lingkaran setan yang tak mungkin berujung. Selalu ada haters yang merusak keindahan persaingan dalam sepakbola.
Hal terkonyol yang terjadi pada suporter sepakbola fanatik di Indonesia adalah mereka rela beradu urat bahkan rela memutus pertemanan demi membela klub bola favorit mereka yang sebenarnya berada ribuan mil jauhnya dari kepulauan Indonesia. Ini benar-benar terjadi pada saya yang notabene bukanlah penggemar tim sepakbola manapun. Satu-satunya tim sepakbola di hati saya adalah timnas Indonesia, pun akhir-akhir saya tidak berani menyaksikan pertandingan timnas garuda karena beberapa alasan.
Konyol!!! Mungkin itu kata paling tepat untuk menggambarkan perilaku 'beberapa' penggemar tim sepakbola luar negeri di Indonesia. Love is blind memang benar adanya di sini. Sekali kita cinta pada sesuatu, maka yang lain terlihat buruk dan tak pantas untuk dilihat. Saya katakan beberapa, karena saya yakin masih banyak penggemar tim sepakbola luar negeri di Indonesia yang bijak dalam bersikap.
Beberapa waktu lalu, ketika terjadi pertandingan terbesar di dunia antara Barcelona melawan Real Madrid, sempat terjadi sebuah kekonyolan yang sebenarnya sangat memalukan. Penggemar dari kedua klub yang kala itu menyaksikan pertandingan dalam satu lokasi, terlibat adu fisik yang diawali oleh aksi saling ledek. Penting.
Saat itu saya menulis di twitter, "kalian selo berantem karena klub bola negara lain, itu lho Tommy Sugiarto masuk final Jerman Open. Negaramu Spanyol po?". Kemudian beberapa orang me-retweet twit saya, dan muncullah sebuah tanggapan dari seorang yang saya ketahui adalah penggemar fanatik klub bola EPL. Dia memang tidak menyebut nama saya secara langsung, namun dari aksinya yang langsung meng-unfollow saya, saya tahu itu untuk saya. Dia mengatakan bahwa orang yang tidak menonton bulutangkis bukan berarti tidak nasionalis, dan orang yang sok nasionalis di twitter sebenarnya hanya bisa sekedar me-retweet hal-hal tentang bulutangkis. Oke, ini makin konyol. Dan saya pun merasa begitu konyol dengan menuliskan hal ini di sini.
Saya masih tertawa sampai sekarang, hanya karena sangat cinta pada sebuah tim sepakbola luar negeri yang berada jauh di antah berantah, kemudian rela beradu otot dan saling menjelekkan orang lain. Oke, haters, you guys are fcking 'awesome'.
Seorang teman pernah berkata, kalau masalahnya selera, kenapa harus versus? Sebagai orang-orang yang "pintar", sudah seharusnya lebih bijak dalam bertindak.
Yah, begitulah...