Sunday, September 8, 2013

I Will Find A Way

Saya adalah jenis orang yang ketika punya kemauan tidak dapat ditahan. Saat saya ingin pergi ke sebuah tempat, saya akan pergi walaupun hujan deras atau jalan kaki sekalipun. Saat saya menginginkan sebuah benda, saya akan berusaha mendapatkannya meskipun pada akhirnya harus membuat sendiri benda tersebut bila memang tidak terjangkau oleh kantong saya.

Seperti juga saat ini, saya tertarik untuk belajar bahasa dari negeri tirai bambu, Cina. Bahasa ini sebenarnya sangat familiar di Indonesia, walaupun mungkin yang sering terdengar oleh kita adalah bahasa daerah, seperti Hokkian dan bukan bahasa Mandarin yang menjadi bahasa resmi. Tapi bahasa yang satu ini sangat tidak asing di negara kita.

Keinginan saya untuk belajar bahasa Mandarin semakin kuat hari demi hari. Tapi hari demi hari pula, niat saya tersebut makin semakin terhalang oleh masalah klasik yang selalu hadir setiap saya punya sebuah kemauan. Yak, uang.

Beberapa kali saya melihat beberapa universitas, salah satunya kampus tempat saya pernah menuntut ilmu di bidang pariwisata beberapa tahun lalu, untuk mencari peruntungan saya melanjutkan kuliah di bidang yang saya inginkan tersebut. Saya agak bahagia ketika membaca kemungkinan mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Cina bila mampu menyelesaikan kuliah D3 tersebut dalam kurun waktu tepat 3 tahun. Saya memang bukan orang dengan otak cemerlang, pun bukan orang dengan kemampuan menangkap sesuatu dengan cepat. Tapi saya menjamin diri saya adalah orang mau bekerja keras.

Tapi ternyata kerja keras saja belum cukup. Niatan untuk melanjutkan kuliah bahasa Mandarin harus tertunda sampai waktu yang tidak ditentukan. Iya, kebahagiaan saya saat melihat tulisan "beasiswa ke Cina" harus berganti dengan senyum yang "capedeh" saat melihat rincian biaya yang harus dibayarkan ketika pertama masuk dan setiap semesternya. Enough said, I'll try another way.

Ketika pulang kampung lebaran kemarin, Bapak saya menyarankan untuk mengikuti les khusus Mandarin. Dan saya pikir itu adalah salah satu cara terbaik yang harus saya lakukan. Dan saat kembali ke Jakarta, saya mulai mencari tempat kursus Mandarin. Sekitar 5 tempat kursus saya hubungi. Bahkan saya sempat menghubungi teman saya yang sekarang tinggal di Taipei untuk menanyakan tempat dia belajar dulu. Di setiap tempat yang saya hubungi, hal pertama yang saya tanyakan adalah biaya. Sebagus dan selengkap apapun tempat tersebut, tidak akan pernah saya masukkan dalam list bila biayanya tidak ramah, karena saya tidak akan pernah bisa berdamai dengan uang. Dan dari semua tempat tersebut, tidak ada satupun yang cocok dengan kantong saya.

Cara kedua belum berhasil. Iya belum berhasil, bukan tidak berhasil, karena siapa tau suatu saat nanti saya bisa kursus atau bahkan melanjutkan kuliah seperti yang saya mau.

I know, I can't deal with money yet. Uang memang agak kurang suka dengan saya sekarang. Dan sepertinya kurang betah berlama-lama bersama saya. Tapi saya tak akan pernah kalah dengan uang. As I always said, "I don't have enough money to pay, but I have enough mind to think". Saya masih punya otak, yang meskipun tidak jenius, untuk berpikir. Saya bisa belajar sendiri. If you wanna get something, you will find a way. And just wait until money fall in love with you.

Dengan berbekal handphone android versi paling menye-menye dan sering jadi ledekan orang saking jeleknya, saya install beberapa aplikasi belajar bahasa Mandarin sederhana. Hp saya yang kata orang jadul pun nyatanya sangat berguna dan membantu dalam hal ini. Saya tonton beberapa video belajar bahasa Mandarin di youtube. Lagi-lagi, menggunakan hp jadul ini. Dan ketika operator fotokopi di kantor saya melihat saya tergila-gila dengan bahasa Mandarin, beliau memberikan sebuah buku panduan belajar bahasa Tionghoa hasil fotokopi dari seorang karyawan keturunan Cina di kantor. Saya kurang tau apakah bahasa Mandarin dan Tionghoa sama atau tidak, tapi yang jelas buku tersebut sangat membantu proses ini.

Lalu dengan keinginan yang semakin kuat, akhir bulan lalu saya sisihkan sedikit uang gaji saya yang setara dengan gaji teman-teman buruh itu (atau lebih rendah mungkin) untuk membeli buku dan kamus yang saya butuhkan. Saya sangat berterimakasih pada @WindyAprisia yang membantu memilih buku dengan isi dan HARGA yang pas untuk saya.

Dan sekarang, saya selalu menyisihkan waktu 15 menit sebelum tidur khusus untuk mempelajari isi buku tersebut dan menghapal 10 kata setiap harinya. Berat memang. Karena tanpa adanya guru yang membimbing, artinya saya harus menggunakan otak saya yang seringkali bermasalah dalam menangkap pelajaran ini secara maksimal. Lebih berat lagi karena saya harus belajar dalam keadaan lelah setelah seharian penuh "bekerja" di kantor. Tapi saya harus segera mematahkan julukan sebagai makhluk Tuhan paling selo dengan belajar setiap hari.

Satu bab dari buku tersebut akhirnya, dengan kerja keras, bisa masuk ke kepala saya. Dan 50 kata sudah mampu saya ingat, meskipun tidak sesuai target. Karena seharusnya saya bisa menghapal lebih dari 50. Tapi ini adalah proses, and I know I am on my way there.

Semoga uang cepat mau bersahabat dengan kehidupan saya. Syukur-syukur kalau mau jatuh cinta sama saya. Masa orang nggak ada yang jatuh cinta sama saya, terus uang juga nggak mau damai. Kok mesakke banget uripku (oke, ini surhat -__-" ).

Untuk kalian yang mempunyai kesempatan, waktu serta kemampuan financial yang mendukung, tetaplah belajar. Ambil kesempatan tersebut selagi ada. Karena ilmu yang kita dapatkan tidak akan hilang seperti wangi sabun yang tidak akan bertahan setelah dipakai. Kita mungkin adalah orang yang bodoh, tapi jangan jadi orang bodoh yang kebangetan. Jangan ngisin-isini. *kitaaaaaaa?*

Tetap belajar, walaupun sesulit apapun rintangannya. And make sure we are on the right path.

"... I will find a way, to breathe this dream everyday." - I'll Find A Way, Letto

No comments:

Post a Comment