"Where there is a will, there is a way", begitu kata pepatah lama. Kalimat ini pertama kali saya baca di sampul buku tulis Sinar Dunia (SiDu) ketika SD, yang ketika itu saya artikan menjadi, "Dimana di sana adalah akan, di sana adalah jalan". Tapi ketika saya mulai sedikit tau bagaimana cara berbahasa Inggris, saya akhirnya mengerti bahwa maksud dari kalimat mutiara tersebut adalah "Di mana ada kemauan, di situ ada jalan".
Kalimat yang entah pertama kali diucapkan oleh siapa ini adalah kalimat yang sangat benar adanya. Tuhan memang Maha Mengetahui. Saat salah satu dari makhluk-Nya memiliki impian, maka perlahan tapi pasti, Dia membuka jalan, meskipun itu dengan cara yang kadang sepele.
Saya pernah menulis di blog ini beberapa waktu yang lalu tentang keinginan saya untuk bisa menguasai bahasa Mandarin. Sampai sekarang memang saya belum kesampaian untuk mengikuti pelajaran secara resmi seperti melanjutkan kuliah di jurusan bahasa Mandarin. Karena jangankan untuk melanjutkan kuliah, melihat biaya kursus bahasa Mandarin saja saya sudah ketar-ketir. Mungkin dengan gaji saya sekarang, saya bisa membayar uang kursus bahkan uang kuliah sekalipun, dengan resiko saya hanya makan sekali sehari dengan porsi setengah dan berangkat ke kantor sambil ngamen biar gratis hehehe...
Tapi Tuhan tidak akan menciptakan manusia tanpa akal. Karena itulah keistimewaan manusia, diberi akal.
Seperti yang juga saya tulis di tulisan saya beberapa waktu lalu, saya selalu menyempatkan waktu untuk belajar bahasa Mandarin secara otodidak. Setiap malam sebelum tidur, yang saya lakukan adalah mempelajari apa yang ada di buku petunjuk yang saya miliki. Kadang saking bingungnya saya sampai berkeringat. Tapi Tuhan juga tidak pernah membiarkan saya bingung terlalu lama. Karena tidak mungkin ada pertanyaan tanpa jawaban. Oleh karena itu saya yakin, diciptakannya sebuah aplikasi bernama wechat adalah saya satu rencana Tuhan untuk saya. Iya, wechat. Ada fitur di aplikasi tersebut bernama 'drift bottle' yang memungkinkan penggunanya untuk berkirim pesan dan berteman dengan pengguna dari negara lain. Dan beberapa teman saya di wechat berasal dari negara-negara daratan China. Mereka adalah tempat saya bertanya ketika saya bingung tentang bahasan di buku panduan saya.
Selain belajar sendiri, saya juga rajin menonton serial drama Taiwan dari dvd bajakan yang saya beli Rp. 5000/keping. Bahasa yang digunakan di serial drama Taiwan memang agak berbeda dengan bahasa Mandarin yang menjadi bahasa resmi. Tapi saya juga bingung di mana perbedaannya.
Kadang saya sengaja mematikan subtitle di drama tersebut. Dan itu lumayan membantu.
Alhamdulillah, berkat belajar sendiri selama kurang lebih dua bulan ini, saya sudah bisa menulis sekitar 65 karakter. Meskipun masih kaku dan kadang masih harus berpikir beberapa detik saat membaca. Tapi saya bahagia.
Dan tadi siang, saya bahagia sekali. Mungkin bagi orang lain, kebahagiaan saya ini sepele. Tapi untuk saya, ini semacam menjalani ujian semester dan hasilnya memuaskan.
Jadi tadi siang saya pergi ke supermarket di sebuah mall kebanggaan masyarakat Pejaten dan sekitarnya untuk membeli beberapa barang. Mall yang dulunya hanya berisi mahasiswa Unas dan anak-anak sekolah Gonzaga ini sekarang sudah lebih ramai dan menjadi tempat tujuan para expatriat yang tinggal di sekitar Pejaten dan Kemang.
Tadi ketika saya antre di kasir, saya berdiri di belakang 2 orang bermata sipit dan berkulit putih yang ngobrol menggunakan bahasa yang sangat familiar bagi saya. Beberapa kali saya dengar kata, "meiyou" dan "shi a". Saat dua orang tersebut selesai membayar, salah satu dari mereka bertanya pada kasir. Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan. Tapi karena tampaknya mereka bertiga sama-sama bingung, akhirnya saya tertarik untuk mendengarkan. Dan ternyata 2 orang China tadi sepertinya tidak mengerti bahasa Inggris. Beberapa kali saya mendengar mereka mengucap "sutien" sambil membuat isyarat tangan seperti orang sedang mengipas sesuatu.
Saya dalam hati mengingat-ingat arti kata "sutien" yang mereka ucapkan. Dan saya akhirnya 'ngeh' bahwa 'sutien' yang mereka maksud adalah Shu Dian (书店) atau toko buku. Mungkin isyarat tangan tadi adalah membuka buku.
Saya akhirnya memberanikan diri ikut nimbrung dengan bertanya, "Shu Dian?". Iya, saya bertanya pada mereka. Dan saat mereka bilang iya, akhirnya saya jawab "zai san ceng", yang artinya di lantai 3. Entahlah, saya juga bingung itu toko buku hitungannya di lantai 3 atau lantai 1. Karena saya bingung dengan cara pengelola pusat perbelanjaan menomeri lantai.
Ketika mereka mengucap "xiexie" dan pergi saya langsung merasa bahagiaaaaaaaaaa sekali. Akhirnya apa yang saya pelajari ada gunanya juga.
Walaupun hanya mengucap beberapa kata, rasanya saya sudah menjadi orang paling bahagia sedunia saat itu. Memang ini bukan pertama kali saya coba menggunakan bahasa ini secara langsung, karena saya pernah menawarkan minum pada tamu dari Malaysia di kantor -yang bahasa Inggrisnya bikin pusing- dengan bahasa Cina. Yang saat dijawab saya juga ternyata tetap pusing dan tidak mengerti mereka mau minum apa :D
Seperti yang saya tulis tadi, bagi orang lain, jelas kejadian tadi siang sangat sepele dan tidak terlihat letak hal yang membuat bahagia. Tapi Tuhan Yang Maha Lucu memang sering membuat saya tersenyum bahkan tertawa sendiri karena bahagia. Karena Dia tau, tapi menunggu. Mungkin tadi saat saya berjalan di eskalator sambil menarik napas bahagia, di atas sana, Tuhan juga sedang tersenyum bahagia karena salah satu hadiah-Nya membuat makhluk ciptaan-Nya bahagia. Terimakasih, Tuhan :)
No comments:
Post a Comment