Bagaimana kalau kau aku tuliskan sebuah puisi?
Karena kalimat yang selalu aku siapkan berjam-jam sebelumnya tak pernah mampu meluncur dari lidahku.
Semua kaku dan berhenti membeku ketika senyum mahalmu itu melengkung serupa pelangi.
Jadi, setujukah bila kau aku tuliskan sebuah puisi?
Sebuah puisi yang mungkin suatu waktu akan kau baca.
Dan tolong, tersenyumlah bila waktu mengizinkanmu membaca ini.
Karena senyummulah, senyum mahalmu itu, bekalku merawat mimpi.
Bekalku merawat rindu yang tidak berani aku ceritakan di depanmu.
Atau lebih tepatnya, belum, belum berani aku ceritakan padamu.
Kamu, yang menjadi nadi di tulisan ini, adalah orang kesekian yang datang menyapa hatiku.
Hati yang genap setahun lalu mengering pemiliknya.
Kamu pria kesekian yang tanpa sengaja masuk tanpa permisi.
Dan hasilnya adalah aku jatuh cinta lagi.
Diam-diam lagi.
Tak mampu berkata-kata lagi.
Ah sudahlah, semoga tulisan ini bisa sedikit mewakili.