Tuesday, May 29, 2012

Bila Kamu Sama


Suatu saat bila kamu sama, Duduklah di depanku, hisap rokokmu sambil kita bicarakan apa saja. Melihat langit yang menghitam ditiupi angin yang memaksa kita saling menggenggam tangan. Suatu saat bila kamu sama, rebahlah di pahaku, akan aku usap dahimu yang lelah. Berceritalah tentang apa saja. Tentang lelah, tentang kalah. Apa saja... Suatu saat bila kamu sama, sama seperti aku yang diam-diam menyimpan sebuah rasa, katakanlah sambil menghabiskan hisapan terakhir rokokmu, merasakan dingin yang membuat kita akhirnya menjadi baju penghangat satu sama lain... 29 Mei 2012

Sunday, May 27, 2012


Cuaca panas.Angin menggoyangkan daun dan dahan di samping rumah yang dindingnya terbuat dari papan.Seorang ibu paruh baya mengupas kacang tanah di sebuah tampah bambu sambil duduk di atas sebuah bangku kecil di samping rumahnya. Seekor ayam berbulu hitam berciat di antara tumpukan kulit kacang, memilah sambil berharap ada sebiji kacang ikut terbuang.Seorang bapak beruban separuh kepala menghisap dalam asap tembakau sambil menaikkan kedua kakinya ke sebuah bangku kayu panjang di belakang istrinya, ibu paruh baya.Bapak beruban separuh kepala bertelanjang dada, kulit legam menandakan cangkul dan sabit adalah sahabat setia. Kopi di gelas belimbing tak lagi mengepulkan asap.Tapi angin masih bergoyang ceria.Rumah berdinding papan dan berlantai tanah, menghadap ke pohon-pohon hijau mengkilat tertimpa cahaya matahari. Burung prenjak bernyanyi lagu-lagu beraliran seriosa diiringi orkestra suasana desa. Damai sekali.

Friday, May 25, 2012

Bagaimana kalau kau aku tuliskan sebuah puisi?


Bagaimana kalau kau aku tuliskan sebuah puisi? Karena kalimat yang selalu aku siapkan berjam-jam sebelumnya tak pernah mampu meluncur dari lidahku. Semua kaku dan berhenti membeku ketika senyum mahalmu itu melengkung serupa pelangi. Jadi, setujukah bila kau aku tuliskan sebuah puisi? Sebuah puisi yang mungkin suatu waktu akan kau baca. Dan tolong, tersenyumlah bila waktu mengizinkanmu membaca ini. Karena senyummulah, senyum mahalmu itu, bekalku merawat mimpi. Bekalku merawat rindu yang tidak berani aku ceritakan di depanmu. Atau lebih tepatnya, belum, belum berani aku ceritakan padamu. Kamu, yang menjadi nadi di tulisan ini, adalah orang kesekian yang datang menyapa hatiku. Hati yang genap setahun lalu mengering pemiliknya. Kamu pria kesekian yang tanpa sengaja masuk tanpa permisi. Dan hasilnya adalah aku jatuh cinta lagi. Diam-diam lagi. Tak mampu berkata-kata lagi. Ah sudahlah, semoga tulisan ini bisa sedikit mewakili.