Sunday, December 29, 2013

Tidak Ada Judul

Beberapa waktu terakhir ini, saya sedang sangat sering menghabiskan waktu menonton drama-drama Taiwan dari dvd bajakan yang saya beli di agen dvd bajakan di depan stasiun Pasarminggu. Hal ini saya lakukan untuk menghindari keinginan pergi keluar rumah yang berujung pada pemborosan uang yang jumlahnya tak seberapa ini.

Akhir-akhir ini saya memang selalu menolak saat diajak jalan oleh teman-teman saya. Saya selalu menyiapkan alasan terlogis. Bukan, saya bukan membohongi orang dengan alasan penolakan saya. Saya hanya mencoba menolak sepantasnya. Penolakan itu saya lakukan karena saya ingin menyisihkan uang yang tidak seberapa itu untuk membeli laptop. Iya, saya tidak punya perangkat komputer ataupun laptop. Agak aneh sih di jaman saat harga alat elektronik lebih murah dari harga beras merah ini masih ada orang yang mengenal internet dan tidak punya laptop.

Bagaimana saya menulis untuk blog saya? Saya menggunakan handphone. Handphone saya bagus? Tidak. Saya menggunakan handphone jenis Samsul Galaxy Series versi bobrok yang hanya keluar di pasaran beberapa bulan saja. Bahkan teman-teman kantor saya tidak menyangka saya memposting foto di instagram menggunakan hp saya ini. Karena memang hp saya ini tidak pantas berisi fitur-fitur di android.

Tapi saya adalah jenis orang yang selalu ingin memanfaatkan semua hal dengan se-efektif mungkin. Karena saya tidak mau rugi. Bisa dibilang saya pelit, saya akui itu. Karena ketidakmampuan saya akan beberapa hal, menjadikan saya orang yang tidak ingin menyia-nyiakan apapun. Kalau ada yang masuk ke kamar kost saya dan membuka lemari, mereka akan menemukan harta berharga saya berupa beberapa botol beling bekas minuman bervitamin dan beberapa jar bekas selai yang diberi oleh teman kantor saya. Barang-barang itu mungkin bagi kebanyakan orang tidak berguna dan hanya akan menjadi sampah. Tapi menurut saya, mereka pasti berguna untuk saya.

Saya sering menulis tentang ketidakmampuan saya dalam hal ekonomi bukan bermaksud selalu mengeluh dan ingin orang mengasihani saya. Justru dengan menuliskannya, saya sedang mencoba bersyukur dengan apa yang saya punya. Karena menuliskannya adalah salah satu cara saya berterimakasih kepada Tuhan yang selalu memberikan ide kepada saya. Karena seringkali, ide lebih berguna dari uang. Dan dengan memiliki koleksi botol beling bekas, saya selalu merasa saya lebih punya sesuatu daripada orang lain :D

Semua barang yang saya beli, termasuk baju kerja dan sepatu, adalah barang yang harganya jauh dari standar harga untuk barang bagus. Kalau kalian pergi ke Pasarminggu, pasti akan melihat toko baju di samping bank BRI bernama Ananda. Kalian akan menemukan saya berada di lantai 2 toko tersebut di bagian baju dengan tulisan harga 20 ribu saat hari gajian tiba. Atau saat Pasarminggu belum ditertibkan, kalian akan melihat saya  berebut tempat dengan ibu-ibu dan pekerja rumah tangga di lapak obral sepatu seharga 15 ribu per pasang. Atau, kalian juga akan melihat saya jalan kaki dari stasiun Pasarminggu sampai ke kost di daerah Salihara setiap sore. Saya bersyukur punya kaki yang kuat untuk berjalan. Karena kaki saya kuat berjalan, maka saya tidak harus menghabiskan uang Rp. 3000 untuk membayar angkot. Pelit dan hemat memang seperti cinta dan benci, perbedaannya sangat tipis :)))

Tentang laptop tadi, kenapa saya ingin memiliki laptop? Bukan untuk twitteran kok, karena saya juga kurang suka ngetwit via web.

Saya selalu ingin menjadi orang yang bisa menuliskan apa yang saya lihat setiap saya mengunjungi tempat baru. Saya ingin seperti Xia Xiao Yu, wanita di drama Taiwan berjudul Tong Flower Love yang setiap kali berpetualang mengunjungi tempat baru selalu menuliskan apa yang saya lihat. Sebenarnya saya bisa menuliskan menggunakan handphone saya seperti biasanya saya menulis untuk blog saya ini, tapi menulis menggunakan perangkat dengan layar sentuh yang lebarnya tak seberapa ini sangatlah susah. Pokoknya susah deh. Walaupun saya tetap bahagia bisa menggunakan fitur ini untuk menyalurkan hobi saya menulis (walaupun tulisan saya belum layak dibaca banyak orang).

Tapi ngomong-ngomong, handphone saya ini walaupun jadul dan tampilannya sudah sangat tidak pantas dibawa masuk mall ini, tetaplah handphone tercanggih yang pernah saya miliki. Saya kenal begitu banyak teman dari berbagai negara karena handphone ini. Karena handphone ini juga saya mengenal seorang teman dari China yang selalu siap mendengarkan saya saat saya butuh teman curhat, walaupun bahasa Inggrisnya lebih kacau dari saya dan kadang saat ngobrol mencampurnya dengan bahasa China yang saya sendiri tidak begitu paham. Karena hp ini saya bisa memenangkan beberapa kuis yang hadiahnya lumayan. Juga karena hp ini saya bisa ikut berpartisipasi dalam membuat video ucapan ulang tahun untuk Jason Mraz bersama orang-orang dari berbagai negara (meskipun saya hanya muncul beberapa detik di video itu). Kalau mau lihat saya di video itu, cari saja di youtube akun bernama marchelleanne *yo sopo sik pengen ndelok jugak sri*.

Handphone ini memberikan saya seorang teman yang selalu memberi saya tentang kota Taipei. Sebuah tempat yang sangat ingin saya kunjungi. Iya, di saat banyak orang menjadikan Korea, Jepang atau negara-negara Eropa sebagai cita-cita kota yang ingin dikunjungi, saya malah memasukkan Taiwan sebagai negara yang akan saya gantungkan di gantungan harapan saya setelah Arab Saudi. Sounds like I wanna be a TKW, right? Hahaahahaa...

Saya memang terlalu banyak mimpi. Padahal membeli laptop atau mengganti handphone saja belum mampu, mau bermimpi pergi ke Taipei. Tapi itulah yang saya punya, mimpi. Saya hanyalah sesosok perempuan kurus yang tidak ada istimewanya bila saya tidak punya mimpi. Punya mimpi pun, tidak ada yang menganggap saya istimewa dan tanpa kehadiran saya pun dunia tetap berputar sesuai porosnya, dan pergaulan di dunia tetap pada pusarannya. Tapi setidaknya saya sendiri menganggap saya berharga karena punya mimpi-mimpi.

Saya sempat senang saat teman-teman buruh berdemo meminta kenaikan gaji menjadi lebih dari 3 juta. Saya sudah mencatat kira-kira berapa waktu yang saya butuhkan dan berapa uang yang harus saya sisihkan untuk mengumpulkan uang sebesar harga laptop. Makanya saat banyak orang di twitter mempermasalahkan aksi demo teman-teman buruh ini, saya agak kurang suka. Karena orang-orang yang memprotes, setau saya, adalah orang yang setiap bulannya bisa mendapatkan uang 4 kali lipat dari gaji buruh saat ini. Dan saat saya dengar kabar bahwa pak Jokowi menetapkan UMR untuk DKI Jakarta sebesar kira-kira 2.4 juta, saya agak kecewa. Entahlah kabar itu benar atau tidak. Sebenarnya tidak patut untuk saya merasa kecewa bila upah minimum di Jakarta sebesar itu. Karena kata Bapak saya, kalaupun umr benar-benar naik menjadi 3.7 juta, pasti tetap saya merasa kurang. Karena sifat manusia memang tidak akan pernah merasa puas. Makanya saya coba tetap kuatkan mental mempersiapkan diri melawan rasa kecewa bila umr benar-benar seperti di atas.

Saya sendiri sebenarnya bingung inti dari apa yang saya tulis ini. Anggap saja ini adalah tulisan hasil ngomyang.

Yaudah deh gitu aja. Doakan saya semoga tetap punya tenaga dan kekuatan untuk terus bekerja dan tetap bisa menghasilkan ide walaupun (sementara) hanya berguna untuk diri saya sendiri.

Zai Jian...

(photo from tumblr)

Friday, December 6, 2013

Maafkan Saya, Pak Gita Wirjawan

Saya adalah orang yang tidak tau nama-nama orang-orang yang duduk di pemerintahan. Saya hanya tau nama presiden republik Indonesia. Selebihnya, saya hanya tau beberapa nama namun tidak tau jabatan yang mereka pegang.

Pun dengan seseorang bernama Gita Wirjawan. Saya baru tau nama Gita Wirjawan saat ada bursa pencalonan ketua umum PBSI.

Akhir tahun lalu, Gita Wirjawan bersaing dengan Icuk Sugiarto untuk memperebutkan kursi PBSI 1. Saat itulah saya baru menyadari bahwa Gita Wirjawan adalah menteri perdagangan. Seiring terpilihnya Gita sebagai ketua PBSI, semakin sering pula saya melihat wajah tampan milik beliau. Iya, Gita Wirjawan adalah salah satu pejabat di negeri ini yang memiliki penampilan mendukung. Badan tegap, wajah halus serta kharismanya memang membuat banyak orang akan terkesan padanya saat pertama kali bertemu atau melihat. Ditambah cara bicara yang elegan dan mampu memberikan semangat pada yang mendengarkan. Beliau mendapat nilai 90 untuk kesan pertama di mata saya.

Pertama kali saya bertemu Gita Wirjawan adalah saat final Indonesia Open SSP pertangahan Juni lalu. Beliau memberikan sambutan penghormatan pada legenda bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat, yang akan mengakhiri karirnya sebagai atlet pada hari itu. "Once a champion, always a champion", begitu kalimat akhir sambutan Gita Wirjawan untuk Taufik Hidayat. Saya menangis haru saat mendengar itu. Dari hati yang paling dalam, jujur, saat itu saya suka Gita Wirjawan.

Sekitar dua bulan kemudian, tepatnya di bulan Agustus 2013, 4 orang putra-putri terbaik Indonesia memberikan kado manis di hari kemerdekaan RI. Muhamad Ahsan/Hendra Setiawan serta Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir berhasil membawa pulang gelar juara dunia dari negeri Cina serta membuat seisi stadion berdiri hormat pada sang saka merah putih diiringi kumandang lagu Indonesia Raya.

Gita Wirjawan langsung terbang ke Cina saat tau 2 wakil Indonesia berhasil ke final kejuaraan dunia 2013. Beliau duduk bersama para atlet mendukung perjuangan pahlawan-pahlawan bulutangkis di karpet hijau.

Selesai sampai di sini? Belum. Akhir kejuaraan dunia adalah awal dari semuanya. Awal perubahan pandangan saya pada sosok kharismatik penuh wibawa, Gita Wirjawan. Ketika itu, beliau mulai sering tampil di media mendampingi para juara. Wajahnya wara-wiri di televisi mengisi berbagai acara. Semakin lama, sosok Gita Wirjawan sendiri lebih sering muncul dibanding sang juara. Ada yang salah? Tidak. Saya dan banyak penggemar bulutangkis jelas lebih ikhlas bila Gita Wirjawan yang lebih sering muncul dibanding para atlet juara tersebut. Karena semakin banyak yang mengenal atlet-atlet bulutangkis tersebut, semakin besar pula resiko mereka dicaci oleh publik saat mereka kalah. Saya akui, pikiran saya memang  agak menyusahkan. Saya ingin atlet bulutangkis Indonesia dikenal oleh masyarakat luas seperti layaknya masyarakat atlet sepakbola. Tapi di sisi lain saya juga tidak rela bila atlet tersebut banyak muncul di acara-acara tv yang kurang penting. Saya juga tetap tidak terima bila mereka diperlakukan seperti saat kejadian OG London dan Thomas-Uber 2012.

Saya akui, seluruh masyarakat Indonesia tau Indonesia mempunyai juara dunia bulutangkis baru salah satunya adalah karena peran aktif Gita Wirjawan yang gencar melakukan hubungan dengan media. Dan saya akui pula, program yang diusung PBSI di bawah Gita Wirjawan ini adalah program yang benar dan mulai menuai hasil. Tidak ada yang salah antara Gita dan organisasi bulutangkis yang dipimpinnya. Yang salah adalah ketika tiba-tiba beliau memanfaatkan moment besar seperti kemenangan di kejuaraan dunia untuk memperlancar niatnya di Pemilu 2014.

Anggaplah Gita Wirjawan adalah orang yang pandai memanfaatkan kesempatan yang ada. Semua orang yang mencalonkan diri menjadi presiden memang mencari cara agar dilihat baik oleh masyarakat. Siapa pun itu. Tapi semua cara yang masih mendapat pemakluman itu hancur ketika tiba-tiba beliau yang berkharisma ini muncul di acara musik abal-abal yang bahkan saya sebagai orang bodoh pun enggan untuk menontonnya. I mean, itu serius Gita Wirjawan yang saya kagumi selama ini? Di acara musik seperti itu? Tuhan, salah apa negara ini sehingga calon presidennya muncul di sebuah acara tidak bermutu seperti itu. Atau hanya saya yang salah baca info? Entahlah.

Semakin hari, ketidaknyamanan saya pada sosok yang selama hampir setahun saya kagumi ini mulai nyata. Terakhir adalah ketika beliau menggunakan banyak buzzer yang adalah para artis twitter atau selebtwit untuk mempopulerkan namanya di dunia twitter. Orang-orang yang tadinya sama sekali tidak pernah membicarakan atau menyebut nama Gita Wirjawan, bahkan saat beliau menunjukkan prestasinya dalam memimpin PBSI, seketika dengan serempak mengagungkan nama Gita Wirjawan setiap saat. Mereka yang biasanya mempromosikan produk susu beruang atau handphone keluaran terbaru, tiba-tiba memasukkan nama Gita Wirjawan dalam promonya. Dalam hal ini, karena saya pernah sangat mengagumi sosok Gita Wirjawan, saya merasa sedikit tidak rela melihat beliau disejajarkan dengan produk susu beruang kalengan.

Tidak ada masalah saat beliau ingin mencalonkan diri menjadi presiden. Gita Wirjawan adalah rakyat Indonesia yang punya hak untuk memimpin negara. Saya yakin beliau juga kompeten dalam hal kepemimpinan. Namun yang membuat masalah (setidaknya bagi saya) adalah cara beliau mempromosikan diri.

Promosi lewat twitter dengan dibantu buzzer yang saat mereka mempromosikan barang saja membuat gerah. Dipromosikan oleh orang-orang yang menurut saya bahkan belum lama tau siapa itu Gita Wirjawan. Malah jangan-jangan tidak tau kalo beliau adalah ketua PBSI.

Pencitraan yang digunakan sungguh membuat orang seperti saya yang tidak paham politik ini merasa tidak perlu menghabiskan waktu untuk masuk ke bilik suara di Pemilu 2014 nanti.

Sungguh wahai pak Gita Wirjawan, saya adalah orang yang sempat mengagumi Anda yang tidak "caper" di media. Bapak orang pintar, gunakan strategi yang lebih baik dan lebih nyaman dilihat mata. Jangan membuat nama Bapak jatuh jauh sebelum waktu pemilihan itu sendiri dimulai. Rakyat Indonesia bukan hanya penonton acara musik pagi abal-abal di stasiun tv swasta itu, Pak. Rakyat Indonesia juga tidak semuanya suka dengan cara promosi selebtwit di twitter yang hampir setiap twitnya adalah twit berbayar yang sangat membosankan dan memuakkan.

Pak Gita, Bapak tidak menggunakan billboard besar untuk bisa diterima langsung oleh masyarakat bulutangkis Indonesia. Bapak juga tidak membayar buzzer untuk memberitahukan bahwa Bapak hampir berhasil membawa PBSI. Saat itu Bapak menunjukkan semua prestasi dengan bukti. Indonesia berhasil memiliki juara dunia, itu salah satunya.

Sebelumnya saya sempat yakin akan memilih Bapak saat mendengar kabar Bapak akan mencalonkan diri sebagai presiden. Karena saya tau prestasi Bapak bersama PBSI. Tapi sekarang saya jadi lebih yakin untuk tidak memilih siapa pun di pemilu 2014 nanti. Tidak terkecuali Bapak Gita yang pernah saya idolakan. Saya memilih masuk dalam Golongan Putih.

Pak Gita, kalau Bapak sampai terpilih menjadi presiden nanti, tolong hentikan segala aktivitas norak yang pernah Bapak lakukan. Kalau Bapak tidak terpilih, kembalilah menjadi Gita Wirjawan seperti sebelumnya, Pak. Gita Wirjawan yang berkharisma dan berwibawa. Gita Wirjawan yang kata-katanya membuat saya menangis terharu. Gita Wirjawan yang walaupun tidak mengerti seluk-beluk bulutangkis, namun mampu membuktikannya dengan prestasi.

Jadi pak Gita, maaf, untuk sekarang, saya tidak lagi mengidolakan Anda. Saya kehilangan kenyamanan dengan banyak hal yang Bapak lakukan.

Tapi terimakasih, Pak. Karena Bapak sudah membuat saya yakin dari hati untuk tidak menghabiskan waktu di bilik suara tahun depan.


Thursday, December 5, 2013

Mencegah Lebih Baik Dari Mengobati

Saya adalah anak kost. Saya sudah kost sendiri sejak kelas X SMA. Seperti anak kost pada umumnya, mie instan adalah makanan favorit sekaligus dewa penyelamat saat kantong kosong karena kiriman belum datang.

Saya pernah berpikir bahwa saya tidak akan pernah bisa hidup tanpa Indomie. Mie kebanggaan bangsa Indonesia ini sebenarnya memang layak masuk ke dalam buku daftar nama-nama pahlawan. Rasanya yang nikmat dan didukung dengan harga yang terjangkau adalah pilihan pas bagi masyarakat Indonesia, terutama kaum rantau yang seharusnya dipelihara oleg negara ini. Tapi mie instan sebenarnya hanya manis di bibir, memutar kata, malah kau tuduh akulah segala penyebabnyaaaaa *mbak fokus mbak*. Benar, mie instan adalah makanan enak, tapi nikmat yang diberikan adalah kenikmatan sesaat yang mungkin saja bisa mendatangkan sesuatu yang membuat kita tidak nyaman nantinya.

Sebagai anak kost, saya berhasil lepas dari jerat kenikmatan sesaat dari mie instan. Sudah sejak pertengahan tahun saya mulai berhenti makan mie instan. Tadinya saya pikir saya tidak akan bisa lepas dari kecanduan mie instan tersebut, terlebih saya saat itu sedang sangat menyukai mie instan asal Korea yang bintang iklannya adalah seorang pria dengan bibir cemokot bernama Lee Yong Dae. Oke, maap, kalimat di atas untuk 17+. Tapi nyatanya saya bisa.

Mungkin tidak banyak efek yang saya rasakan ketika berhenti menyantap mie instan. Namun saya percaya, kalau saya melanjutkan mengkonsumsi makanan ini, efeknya akan saya rasakan nanti di masa depan. Karena kita hidup bukan hanya untuk hari ini, tapi kita juga hidup di masa depan. Apa yang kita tanam hari ini, akan kita panen di masa depan. Bila kita mengkonsumsi makanan yang baik, Insya Allah di masa depan kita juga akan merasakan tubuh yang baik. Begitu pula sebaliknya.

Banyak yang menanyakan mengapa saya berhenti mengkonsumsi. Banyak pula yang berpendapat bahwa hidup yang hanya sekali ini akan sangat sia-sia bila kita menghindari banyak makanan. Bahkan ada yang bilang bahwa saya tidak menikmati hidup dengan memilih-milih makanan yang saya konsumsi.

Tapi menurut saya, inilah cara saya menikmati hidup, dengan memilih makanan yang baik untuk tubuh saya dan tidak sekedar memanjakan lidah dan mengenyangkan perut (juga menambah lemak jahat di badan).

Namun ini adalah pilihan masing-masing. Semua orang punya hak untuk memilih apa yang akan dimasukkan ke dalam tubuh.

Dengan berhenti mengkonsumsi mie instan, saya berusaha untuk membuat hidup saya lebih baik ke depannya. Semoga ini adalah salah satu cara yang benar untuk menjaga kesehatan yang telah diberikan Tuhan kepada saya.

Lebih baik mencegah daripada mengobati, kan?

Keep RAWk!!!