Jadi, seandainya Timnas U-19 yang katanya hebat itu ga dibuatin lagu sama Letto dan ga sering mampir dan sowan ke Cak Nun, apakah komunitas yang berada di belakang Cak Nun akan memuji tim itu meskipun kalah? Atau sebaliknya, nyinyir seperti yang biasa dilakukan pada banyak hal? :)
Lilis Wiyatmo
I am an extraordinary troubledminder who always try to make people laugh 'though I am in the trouble,Cause life is just a comedy...
Sunday, October 12, 2014
Friday, October 10, 2014
Tentang Saya, Bis Damri dan Taipei 101
Apa yang istimewa dari sebuah bis damri? Tidak ada. Hanya sebuah bis AC yang biasanya dilengkapi dengan televisi yang memutar film lama dari sebuah dvd player. Satu-satunya yang mungkin bisa membuat saya terhanyut saat menumpangi bis damri adalah ketika kebetulan saya duduk di dekat jendela sehingga saya bisa melihat pemandangan sepanjang jalan dengan diiringi lagu dari playlist handphone yang kebetulan memutar lagu yang pas dengan moment.
Selain itu, biasanya saya hanya sibuk menahan diri agar tidak muntah karena mabuk perjalanan.
Lalu kalau tidak istimewa untuk apa diceritakan?
Ini tentang bis damri bandara. Saya baru dua kali naik bis damri menuju bandara, itupun terhitung dua kali karena perjalanan bolak-balik. Bukannya saya biasanya ke bandara naik taksi atau kendaraan lain, tapi, simply, karena memang baru sekali saya ke bandara. Saya bahkan belum pernah naik pesawat. Kampung halaman saya di Lampung dan apapun yang terjadi, menurut saya, kalau kamu orang biasa atau tempat yang kamu tuju di Lampung berada di samping bandara, adalah sia-sia pergi ke sana menggunakan pesawat terbang dari Jakarta. Berapa harga tiket pesawat Jakarta - Lampung? Jelas tidak lebih murah dari harga tiket kapal laut yang hanya Rp. 11.500. Belum lagi jarak yang ditempuh antara bandara dan pelabuhan menuju ke pusat yang sama jauhnya.
Tempat terjauh yang pernah saya kunjungi adalah Jogja. Dan itu saya tempuh menggunakan bis non-ac seharga kurang dari Rp. 100.000.
Jadi, tidak mengherankan kalau di jaman ketika orang sudah berpikir untuk tinggal di Mars, saya malah belum sekali pun naik pesawat.
Kembali ke bis damri.
Ketika itu awal tahun 2014, beberapa hari sebelum tahun baru China. Saya yang selalu punya mimpi untuk bisa pergi ke Taiwan dan berfoto dengan dengan background gedung Taipei 101, bertekad untuk pergi ke bandara Soekarno-Hatta untuk bertemu teman lama yang datang dari Taipei untuk liburan tahun baru.
Beberapa hari sebelumnya kami chatting di facebook. Saya cerewet sekali dengan menanyakan banyak sekali hal tentang Taiwan. Dia bilang kalau saya seperti seorang tour guide yang lancar ketika bercerita tentang negara Taiwan. Saya memang merasa bahwa saya tau banyak hal tentang Taiwan meskipun saya belum pernah pergi ke sana. Saya ceritakan bahwa saya jatuh cinta dengan Taipei 101. Dan dia pun menceritakan kalau dia akan ke Indonesia dalam beberapa hari dan menawari saya untuk membawakan sesuatu yang saya inginkan. "Apa pun yang berhubungan dengan Taipei 101", jawab saya langsung.
Lalu kami berjanji untuk bertemu di bandara saat dia datang karena dia akan langsung pergi ke Purwakarta ke rumah pacarnya.
Sekitar pukul 11 siang saya menuju terminal Pasarminggu untuk segera naik ke bis damri yang akan membawa saya ke bandara. Hal pertama yang saya rasakan adalah bulu-bulu di tangan saya berdiri. Dan wajah saya yang memanas. Bis yang sepi membuat saya bisa duduk leluasa di dekat jendela untuk melihat jalanan yang akan saya lewati. Dengan sangat singkat, saya tiba di bandara. Ternyata seperti itulah bandara internasional Soekarno-Hatta.
"Shintaro pernah berada di sini", itulah pernyataan bodoh yang terlintas di otak saya.
Saya masuk ke lift yang membawa saya turun satu lantai ke bawah. Banyak orang berdiri di sana dengan wajah yang menunjukkan beragam ekspresi. Terlihat pula banyak orang berkumpul di restoran cepat saji yang terletak di sebelah kiri pintu keluar.
Saya sedang memandangi berbagai ekspresi dari wajah orang-orang di sana ketika Ibu saya tiba-tiba menelpon. Entah kebetulan atau apa, Ibu saya tiba bercerita tentang anak temannya yang baru berangkat ke Taiwan untuk menjadi TKI yang bekerja di pabrik di Taiwan. Ketika saya bilang kalau saya sedang berada di bandara, Ibu saya malah bilang ke saya untuk sekalian berangkat ke sana. Heh?
Saya menunggu sekitar 2 jam untuk akhirnya bisa bertemu dengan teman saya yang tidak saya kenali wajahnya. Saya berdiri di antara wajah-wajah dengan mata sipit yang menanti kepulangan sanak saudara dan kerabat mereka dari berbagai tempat. Dari sebaris orang yang berdiri di pagar ruang tunggu, hanya ada tiga orang yang tidak bermata sipit, seorang laki-laki bermuka Arab yang bolak-balik ngomel ke sekuriti, seorang bule asal Australia yang berdiri di samping kiri saya yang menjadi satu-satunya teman bicara saya, dan saya sendiri. Berdiri di samping kanan saya seorang pria muda dengan kacamata dan anting di salah satu telinganya yang belakangan saya ketahui adalah pacar teman yang saya tunggu.
Kami akhirnya bertemu. Dia buru-buru karena keluarga pacarnya sudah menunggu, saya pun mengatakan bahwa saya juga buru-buru karena bis damri selanjutnya akan berangkat sekitar 15 menit lagi. Padahal saya sama sekali tidak terburu-buru untuk pulang. Setelah menyerahkan sebuah kantong yang dipenuhi huruf China, kami berpisah.
Saya segera berlari menuju ke halte tempat perhentian bis damri dengan berbagai tujuan. Saya berlari kencang, padahal tidak ada yang memburu saya. Semuanya saya lakukan hanya karena saya merasa bahwa saya sudah menggenggam salah satu mimpi besar di tangan saya.
Setelah menemukan bis damri jurusan Pasarminggu, saya langsung mencari kursi dekat jendela. Saya buka bungkusan berwarna pink itu dan terharu melihat beberapa lembar kartu pos berwarna biru muda dengan gambar Taipei 101 yang menjulang gagah, pemandangan kota Taipei terlihat kecil di kaki Taipei 101. Gedung-gedung di dalam kartu pos itu sudah sangat saya kenal di otak saya.
Isi lain dari bungkusan tersebut adalah kotak miniatur kertas dari Taipei 101 yang harus saya susun sendiri. Saya memeluk bungkusan itu dan tersenyum sendiri. Kemudian jatuh tertidur.
Kaki saya berat ketika harus turun dari bis. Itu adalah pertama kalinya saya ingin tetep berada di bis. Saya ingin kembali ke bandara dan mencari pesawat apa pun yang menuju ke Taiwan. Saya ingin mewujudkan mimpi saya. Saya ingin membuat semuanya menjadi nyata.
Taipei 101, kapan saya bisa melihatnya secara langsung?
Friday, January 24, 2014
Mari Mengejar Mimpi
Saya sedang berada di bis damri jurusan Pasarminggu - Bandara Soekarno Hatta. Ini adalah untuk pertama kalinya saya berada di bis damri ini, sekaligus pertama kalinya saya menuju bandara tersibuk di Asia ini.
Saya bukan akan bepergian ke suatu tempat dengan menggunakan pesawat. Tujuan saya adalah terminal 2 kedatangan yang akan mempertemukan saya dengan teman lama yang baru kembali dari bekerja di luar negeri. Di kota Taipei tepatnya.
Dia adalah seorang teman yang saya kenal ketika saya menjalankan job training di hotel Saripan Pasific tahun 2010 silam. Kami tidak begitu dekat. Hanya saja karena nama kami yang hanya berbeda satu huruf, maka name tag dan seragam kami sering tertukar. Itulah yang membuat saya sering ngobrol dengannya.
Dia bekerja di Taipei sebagai seorang penerjemah. Taipei adalah kota yang sangat ingin saya kunjungi. Bukan hanya karena banyak idola saya yang tinggal di sana, salah satu penyebabnya adalah karena di kota tersebut berdiri sebuah gedung yang pernah menjadi gedung tertinggi di dunia, Taipei 101.
Taipei 101 juga menjadi satu-satunya alasan saya pergi ke bandara hari ini. Teman saya itu, yang bernama Lili Chen, pulang hari ini untuk merayakan Imlek di Indonesia dan dia membawakan saya beberapa barang yang berhubungan dengan Taipei 101.
Karena dia tidak mampir ke Jakarta, dia tertawa saat saya berkata akan mengambil barang-barang tersebut ke bandara.
Mungkin bagi banyak orang, kelakuan saya ini aneh. Pergi ke bandara di tanggal tua seperti ini hanya untuk mengambil beberapa barang kecil yang mungkin bagi orang lain tidak terlalu bernilai.
Tapi untuk saya, ini adalah salah satu kesempatan yang sangat berharga untuk saya. Kesempatan untuk mendapatkan barang yang berhubungan dengan sebuah tempat yang sangat saya impikan adalah kesempatan langka yang entah bisa saya dapatkan lagi atau tidak dalam singkatnya hidup ini.
Setiap mimpi adalah berharga. Begitu juga Taipei 101 yang menjadi mimpi saya. Semua mimpi harus dijaga. Beginilah salah satu cara saya menjaga mimpi. Bangun dan pergi ke tempat di mana mimpi itu berada. Setidaknya pergi ke tempat yang dekat dengan mimpi saya.
Wednesday, January 22, 2014
STOP MENGELUH
Pagi ini saya kembali dibuat tersenyum oleh kelakuan warga Jakarta. Kelakuan yang sangat tipikal sebenarnya.
Sebagian orang yang tinggal di Jakarta, baik warga asli maupun pendatang adalah orang-orang yang setiap harinya selalu melakukan kebiasaan yang sangat membosankan, yaitu mengeluh. Mungkin bukan sebagian. Tapi seperti biasa, kita sebut saja oknum. Yang sangat disayangkan adalah oknum-oknum tersebut seringkali muncul di sekitar saya. Jadi seolah dalam pikiran saya, sebagian warga Jakarta adalah yang tipenya seperti mereka.
Keluhan mereka sebenarnya, seharusnya, sudah tidak wajar bila dikeluhkan lagi. Dia adalah sesuatu bernama kemacetan. Topik yang selalu menjadi pilihan utama untuk mengeluh.
Jakarta dan macet adalah dua kata dengan makna yang menurut saya sama. Macet adalah Jakarta, Jakarta adalah macet. Jadi, sekali kita memutuskan untuk tinggal di Jakarta, kita juga akan mendapat paket menarik bernama kemacetan. Dan lagi, kemacetan di Jakarta adalah sesuatu yang sangat terkenal se-antero nusantara. Jadi ketika memutuskan untuk tinggal atau menetap di Jakarta, kita juga harus siap mental menghadapi anugerah Tuhan bernama macet ini.
Yang membuat muak tentang keluhan ini adalah ketika ada seorang pengendara mobil yang mengeluhkan kemacetan sedangkan jumlah orang di mobilnya hanya satu orang. Dan keluhan itu diucapkan hampir setiap hari. Tidak sadarkah bahwa dia adalah salah satu penyebab kemacetan yang dikeluhkannya?
Kejadian nyata yang saya tau adalah ketika ada seseorang yang saya kenal, bisa disebut teman kalau dia menganggap saya teman, mengeluh di twitter tentang kemacetan jalanan dari kost-nya menuju kantor. Dan inti dari yang dikeluhkannya adalah mobilnya yang harus kotor sana-sini karena terlalu lama terkena macet. Di twitnya dia mengatakan, "Jalan dari kost ke kantor nggak sampe 500m aja hampir 1 jam, mobil gue jadi dekil kelamaan di jalan."
OKE.
OKE.
OKE.
Jarak kurang dari 500 meter harus ditempuh menggunakan mobil pribadi dan masih mengeluh tentang macetnya Jakarta. Mungkin bagi sebagian orang, berjalan kaki menuju kantor yang jaraknya sangat dekat adalah hal yang sangat memalukan. Meskipun keuntungan berjalan kaki adalah terhindar dari kemacetan. Apalagi dengan jarak kurang dari 500 meter. Tapi pasti ada saja banyak alasan yang keluar untuk menolak berjalan kaki, entah itu keluhan tentang trotoar yang tidak layak, trotoar yang diserobot pengguna motor, atau debu dan polusi Jakarta yang selalu mengganggu. Tapi yakinlah, terlalu banyak mengeluh tanpa memberi solusi itu tidak ada gunanya. Mengeluh tentang kemacetan dari dalam mobil pribadi berisi satu penumpang tidak akan pernah mengurai kemacetan. Kita hanya akan menjadi orang yang membunyikan klakson saat lampu lalu lintas sedang berwarna merah, tidak ada hasilnya.
Semua yang tinggal dan menginjakkan kaki di kota Jakarta berperan menghasilkan kemacetan yang selalu dikeluhkan itu. Bukan saja pengandara kendaraan bermotor, siapa saja yang di kota ini adalah penyumbang kemacetan. Jadi untuk apa mengeluh tentang kemacetan bila penyebabnya adalah kita sendiri? You are the traffic, we are the traffic.
Sulit memang mencari solusi untuk kemacetan Jakarta yang levelnya adalah level suram ini. Volume kendaraan yang semakin memenuhi jalanan, penduduk yang semakin memadat ditambah dengan sarana transportasi umum yang buruk. Siapa yang bisa mencegah semua itu? Tidak ada. Satu hal yang tidak akan menambah kesuraman dan keruwetan adalah berhenti mengeluh. Karena mengeluh hanya untuk orang-orang yang lemah.
Tuesday, January 14, 2014
Mengenang Masa Lalu Itu Menyenangkan
15 Januari 2014. Pagi ini muncul sebuah tweet di linimasa dari seorang teman yang membuat saya tersenyum karena terbang ke masa lalu.
"Happy birthday Xiao Tian", kata Dwi di twitter. Xiao Tian personil grup asal Taiwan idola remaja se-Asia pada jamannya, F4. Biasa dikenal dengan nama Ken Zhu, Xiao Tian dulunya pernah menjadi anggota F4 paling ganteng. Hampir pernah "jatuh cinta" pada Zhu Xiao Tian, saya bersyukur karena akhirnya saya menemukan Vic Zhou atau Zhou Yu Min atau Zaizai, the sweet little brother di F4 yang sampai sekarang masih bertahan gantengnya. Age has only made him cuter.
"Mengenang masa lalu itu menyenangkan", kata Dwi di lanjutan tweet-nya tadi. Weekend kemarin Dwi sempat menginap di kost saya. Saya sebenarnya tidak punya rencana khusus mengajak Dwi menginap. Dia juga pasti tidak punya rencana kegiatan yang ingin dilakukan di tempat saya. Jadilah kami menghabiskan waktu selama Dwi menginap dengan menonton DVD drama Taiwan yang semua dibintangi oleh Vic Zhou.
Tengah malamnya, saat mata sebenarnya sudah mulai berat, pikiran kami masih terbang kemana-mana. Setelah beberapa saat saling diam, saya akhirnya membuka youtube dan menulis kata "Vic Zhou Bai" di kolom pencarian. Akhirnya mendekatlah Dwi pada saya. Dan berlanjutlah pencarian lagu-lagu F4 diiringi dengan karoke bersama.
Saya kadang suka tersenyum sendiri kalau ingat kelakuan jaman itu. Serial Meteor Garden adalah serial yang sangat populer pada awal 2000-an. Selain menaikkan nama para pemainnya, Meteor Garden juga menginspirasi banyak remaja untuk berlaku atau berdandan seperti para pemain di Meteor Garden. Entah berapa banyak orang yang akhirnya memiliki potongan rambut ala Huaze Lei. Juga entah berapa banyak gadis remaja yang akhirnya memanjangkan rambut mereka agar mirip seperti Sanchai.
Kadang kalau diingat, jaman ketika F4 masih menjadi grup paling populer se-Asia adalah jaman yang sangat gila. Dengan teknologi yang belum sehebat sekarang, penggemar F4 harus rajin-rajin pergi ke tukang majalah untuk menunggu majalah remaja edisi terbaru yang memuat berita tentang mereka. Bahkan sampul buku pelajaran pun kadang menjadi korban untuk dijadikan kliping karena hanya dengan begitu kami bisa melihat foto-foto mereka setiap hari.
Mungkin kalau saat itu teknologi sudah sehebat sekarang, tidak akan ada cerita lucu dan kadang memalukan yang bisa dikenang sekarang.
Saat saling bercerita dengan Dwi kemarin, kami tertawa menertawakan kelakuan kami saat itu yang kira-kira hampir sama.
Sebenarnya pikiran saya setiap harinya masih dipenuhi oleh Vic Zhou. Karena saya masih mengikuti berita tentang dia dan juga masih menonton film dan drama terbaru yang dia bintangi. Dan sebagai seseorang yang tumbuh dengan diiringi kenangan tentang grup asal Taiwan ini, saya merasa bahwa mereka adalah salah satu kenangan dalam hidup yang mungkin tidak akan saya lupakan.
Menyanyikan lagu-lagu F4 apalagi bersama dengan orang yang sama-sama menyukainya, adalah hal yang sangat menyenangkan. Saya juga bingung entah kenapa setiap mendengar atau menyanyikan lagu-lagu F4 saya merasa hidup tidak lagi berat. Berlebihan memang. Mungkin karena setiap mendengar lagu-lagu mereka, kenangan saya kembali ke saat kehidupan masih begitu ringan tanpa beban.
Jadi hari ini, untuk meringankan sedikit beban kehidupan yang rumit, mari menghabiskan waktu mendengarkan lagu-lagu F4 sambil mengenang ketika hidup masih ringan tanpa beban.
生日快乐, Zhu Xiao Tian...
Sunday, December 29, 2013
Tidak Ada Judul
Beberapa waktu terakhir ini, saya sedang sangat sering menghabiskan waktu menonton drama-drama Taiwan dari dvd bajakan yang saya beli di agen dvd bajakan di depan stasiun Pasarminggu. Hal ini saya lakukan untuk menghindari keinginan pergi keluar rumah yang berujung pada pemborosan uang yang jumlahnya tak seberapa ini.
Akhir-akhir ini saya memang selalu menolak saat diajak jalan oleh teman-teman saya. Saya selalu menyiapkan alasan terlogis. Bukan, saya bukan membohongi orang dengan alasan penolakan saya. Saya hanya mencoba menolak sepantasnya. Penolakan itu saya lakukan karena saya ingin menyisihkan uang yang tidak seberapa itu untuk membeli laptop. Iya, saya tidak punya perangkat komputer ataupun laptop. Agak aneh sih di jaman saat harga alat elektronik lebih murah dari harga beras merah ini masih ada orang yang mengenal internet dan tidak punya laptop.
Bagaimana saya menulis untuk blog saya? Saya menggunakan handphone. Handphone saya bagus? Tidak. Saya menggunakan handphone jenis Samsul Galaxy Series versi bobrok yang hanya keluar di pasaran beberapa bulan saja. Bahkan teman-teman kantor saya tidak menyangka saya memposting foto di instagram menggunakan hp saya ini. Karena memang hp saya ini tidak pantas berisi fitur-fitur di android.
Tapi saya adalah jenis orang yang selalu ingin memanfaatkan semua hal dengan se-efektif mungkin. Karena saya tidak mau rugi. Bisa dibilang saya pelit, saya akui itu. Karena ketidakmampuan saya akan beberapa hal, menjadikan saya orang yang tidak ingin menyia-nyiakan apapun. Kalau ada yang masuk ke kamar kost saya dan membuka lemari, mereka akan menemukan harta berharga saya berupa beberapa botol beling bekas minuman bervitamin dan beberapa jar bekas selai yang diberi oleh teman kantor saya. Barang-barang itu mungkin bagi kebanyakan orang tidak berguna dan hanya akan menjadi sampah. Tapi menurut saya, mereka pasti berguna untuk saya.
Saya sering menulis tentang ketidakmampuan saya dalam hal ekonomi bukan bermaksud selalu mengeluh dan ingin orang mengasihani saya. Justru dengan menuliskannya, saya sedang mencoba bersyukur dengan apa yang saya punya. Karena menuliskannya adalah salah satu cara saya berterimakasih kepada Tuhan yang selalu memberikan ide kepada saya. Karena seringkali, ide lebih berguna dari uang. Dan dengan memiliki koleksi botol beling bekas, saya selalu merasa saya lebih punya sesuatu daripada orang lain :D
Semua barang yang saya beli, termasuk baju kerja dan sepatu, adalah barang yang harganya jauh dari standar harga untuk barang bagus. Kalau kalian pergi ke Pasarminggu, pasti akan melihat toko baju di samping bank BRI bernama Ananda. Kalian akan menemukan saya berada di lantai 2 toko tersebut di bagian baju dengan tulisan harga 20 ribu saat hari gajian tiba. Atau saat Pasarminggu belum ditertibkan, kalian akan melihat saya berebut tempat dengan ibu-ibu dan pekerja rumah tangga di lapak obral sepatu seharga 15 ribu per pasang. Atau, kalian juga akan melihat saya jalan kaki dari stasiun Pasarminggu sampai ke kost di daerah Salihara setiap sore. Saya bersyukur punya kaki yang kuat untuk berjalan. Karena kaki saya kuat berjalan, maka saya tidak harus menghabiskan uang Rp. 3000 untuk membayar angkot. Pelit dan hemat memang seperti cinta dan benci, perbedaannya sangat tipis :)))
Tentang laptop tadi, kenapa saya ingin memiliki laptop? Bukan untuk twitteran kok, karena saya juga kurang suka ngetwit via web.
Saya selalu ingin menjadi orang yang bisa menuliskan apa yang saya lihat setiap saya mengunjungi tempat baru. Saya ingin seperti Xia Xiao Yu, wanita di drama Taiwan berjudul Tong Flower Love yang setiap kali berpetualang mengunjungi tempat baru selalu menuliskan apa yang saya lihat. Sebenarnya saya bisa menuliskan menggunakan handphone saya seperti biasanya saya menulis untuk blog saya ini, tapi menulis menggunakan perangkat dengan layar sentuh yang lebarnya tak seberapa ini sangatlah susah. Pokoknya susah deh. Walaupun saya tetap bahagia bisa menggunakan fitur ini untuk menyalurkan hobi saya menulis (walaupun tulisan saya belum layak dibaca banyak orang).
Tapi ngomong-ngomong, handphone saya ini walaupun jadul dan tampilannya sudah sangat tidak pantas dibawa masuk mall ini, tetaplah handphone tercanggih yang pernah saya miliki. Saya kenal begitu banyak teman dari berbagai negara karena handphone ini. Karena handphone ini juga saya mengenal seorang teman dari China yang selalu siap mendengarkan saya saat saya butuh teman curhat, walaupun bahasa Inggrisnya lebih kacau dari saya dan kadang saat ngobrol mencampurnya dengan bahasa China yang saya sendiri tidak begitu paham. Karena hp ini saya bisa memenangkan beberapa kuis yang hadiahnya lumayan. Juga karena hp ini saya bisa ikut berpartisipasi dalam membuat video ucapan ulang tahun untuk Jason Mraz bersama orang-orang dari berbagai negara (meskipun saya hanya muncul beberapa detik di video itu). Kalau mau lihat saya di video itu, cari saja di youtube akun bernama marchelleanne *yo sopo sik pengen ndelok jugak sri*.
Handphone ini memberikan saya seorang teman yang selalu memberi saya tentang kota Taipei. Sebuah tempat yang sangat ingin saya kunjungi. Iya, di saat banyak orang menjadikan Korea, Jepang atau negara-negara Eropa sebagai cita-cita kota yang ingin dikunjungi, saya malah memasukkan Taiwan sebagai negara yang akan saya gantungkan di gantungan harapan saya setelah Arab Saudi. Sounds like I wanna be a TKW, right? Hahaahahaa...
Saya memang terlalu banyak mimpi. Padahal membeli laptop atau mengganti handphone saja belum mampu, mau bermimpi pergi ke Taipei. Tapi itulah yang saya punya, mimpi. Saya hanyalah sesosok perempuan kurus yang tidak ada istimewanya bila saya tidak punya mimpi. Punya mimpi pun, tidak ada yang menganggap saya istimewa dan tanpa kehadiran saya pun dunia tetap berputar sesuai porosnya, dan pergaulan di dunia tetap pada pusarannya. Tapi setidaknya saya sendiri menganggap saya berharga karena punya mimpi-mimpi.
Saya sempat senang saat teman-teman buruh berdemo meminta kenaikan gaji menjadi lebih dari 3 juta. Saya sudah mencatat kira-kira berapa waktu yang saya butuhkan dan berapa uang yang harus saya sisihkan untuk mengumpulkan uang sebesar harga laptop. Makanya saat banyak orang di twitter mempermasalahkan aksi demo teman-teman buruh ini, saya agak kurang suka. Karena orang-orang yang memprotes, setau saya, adalah orang yang setiap bulannya bisa mendapatkan uang 4 kali lipat dari gaji buruh saat ini. Dan saat saya dengar kabar bahwa pak Jokowi menetapkan UMR untuk DKI Jakarta sebesar kira-kira 2.4 juta, saya agak kecewa. Entahlah kabar itu benar atau tidak. Sebenarnya tidak patut untuk saya merasa kecewa bila upah minimum di Jakarta sebesar itu. Karena kata Bapak saya, kalaupun umr benar-benar naik menjadi 3.7 juta, pasti tetap saya merasa kurang. Karena sifat manusia memang tidak akan pernah merasa puas. Makanya saya coba tetap kuatkan mental mempersiapkan diri melawan rasa kecewa bila umr benar-benar seperti di atas.
Saya sendiri sebenarnya bingung inti dari apa yang saya tulis ini. Anggap saja ini adalah tulisan hasil ngomyang.
Yaudah deh gitu aja. Doakan saya semoga tetap punya tenaga dan kekuatan untuk terus bekerja dan tetap bisa menghasilkan ide walaupun (sementara) hanya berguna untuk diri saya sendiri.
Zai Jian...
(photo from tumblr)
Friday, December 6, 2013
Maafkan Saya, Pak Gita Wirjawan
Saya adalah orang yang tidak tau nama-nama orang-orang yang duduk di pemerintahan. Saya hanya tau nama presiden republik Indonesia. Selebihnya, saya hanya tau beberapa nama namun tidak tau jabatan yang mereka pegang.
Pun dengan seseorang bernama Gita Wirjawan. Saya baru tau nama Gita Wirjawan saat ada bursa pencalonan ketua umum PBSI.
Akhir tahun lalu, Gita Wirjawan bersaing dengan Icuk Sugiarto untuk memperebutkan kursi PBSI 1. Saat itulah saya baru menyadari bahwa Gita Wirjawan adalah menteri perdagangan. Seiring terpilihnya Gita sebagai ketua PBSI, semakin sering pula saya melihat wajah tampan milik beliau. Iya, Gita Wirjawan adalah salah satu pejabat di negeri ini yang memiliki penampilan mendukung. Badan tegap, wajah halus serta kharismanya memang membuat banyak orang akan terkesan padanya saat pertama kali bertemu atau melihat. Ditambah cara bicara yang elegan dan mampu memberikan semangat pada yang mendengarkan. Beliau mendapat nilai 90 untuk kesan pertama di mata saya.
Pertama kali saya bertemu Gita Wirjawan adalah saat final Indonesia Open SSP pertangahan Juni lalu. Beliau memberikan sambutan penghormatan pada legenda bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat, yang akan mengakhiri karirnya sebagai atlet pada hari itu. "Once a champion, always a champion", begitu kalimat akhir sambutan Gita Wirjawan untuk Taufik Hidayat. Saya menangis haru saat mendengar itu. Dari hati yang paling dalam, jujur, saat itu saya suka Gita Wirjawan.
Sekitar dua bulan kemudian, tepatnya di bulan Agustus 2013, 4 orang putra-putri terbaik Indonesia memberikan kado manis di hari kemerdekaan RI. Muhamad Ahsan/Hendra Setiawan serta Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir berhasil membawa pulang gelar juara dunia dari negeri Cina serta membuat seisi stadion berdiri hormat pada sang saka merah putih diiringi kumandang lagu Indonesia Raya.
Gita Wirjawan langsung terbang ke Cina saat tau 2 wakil Indonesia berhasil ke final kejuaraan dunia 2013. Beliau duduk bersama para atlet mendukung perjuangan pahlawan-pahlawan bulutangkis di karpet hijau.
Selesai sampai di sini? Belum. Akhir kejuaraan dunia adalah awal dari semuanya. Awal perubahan pandangan saya pada sosok kharismatik penuh wibawa, Gita Wirjawan. Ketika itu, beliau mulai sering tampil di media mendampingi para juara. Wajahnya wara-wiri di televisi mengisi berbagai acara. Semakin lama, sosok Gita Wirjawan sendiri lebih sering muncul dibanding sang juara. Ada yang salah? Tidak. Saya dan banyak penggemar bulutangkis jelas lebih ikhlas bila Gita Wirjawan yang lebih sering muncul dibanding para atlet juara tersebut. Karena semakin banyak yang mengenal atlet-atlet bulutangkis tersebut, semakin besar pula resiko mereka dicaci oleh publik saat mereka kalah. Saya akui, pikiran saya memang agak menyusahkan. Saya ingin atlet bulutangkis Indonesia dikenal oleh masyarakat luas seperti layaknya masyarakat atlet sepakbola. Tapi di sisi lain saya juga tidak rela bila atlet tersebut banyak muncul di acara-acara tv yang kurang penting. Saya juga tetap tidak terima bila mereka diperlakukan seperti saat kejadian OG London dan Thomas-Uber 2012.
Saya akui, seluruh masyarakat Indonesia tau Indonesia mempunyai juara dunia bulutangkis baru salah satunya adalah karena peran aktif Gita Wirjawan yang gencar melakukan hubungan dengan media. Dan saya akui pula, program yang diusung PBSI di bawah Gita Wirjawan ini adalah program yang benar dan mulai menuai hasil. Tidak ada yang salah antara Gita dan organisasi bulutangkis yang dipimpinnya. Yang salah adalah ketika tiba-tiba beliau memanfaatkan moment besar seperti kemenangan di kejuaraan dunia untuk memperlancar niatnya di Pemilu 2014.
Anggaplah Gita Wirjawan adalah orang yang pandai memanfaatkan kesempatan yang ada. Semua orang yang mencalonkan diri menjadi presiden memang mencari cara agar dilihat baik oleh masyarakat. Siapa pun itu. Tapi semua cara yang masih mendapat pemakluman itu hancur ketika tiba-tiba beliau yang berkharisma ini muncul di acara musik abal-abal yang bahkan saya sebagai orang bodoh pun enggan untuk menontonnya. I mean, itu serius Gita Wirjawan yang saya kagumi selama ini? Di acara musik seperti itu? Tuhan, salah apa negara ini sehingga calon presidennya muncul di sebuah acara tidak bermutu seperti itu. Atau hanya saya yang salah baca info? Entahlah.
Semakin hari, ketidaknyamanan saya pada sosok yang selama hampir setahun saya kagumi ini mulai nyata. Terakhir adalah ketika beliau menggunakan banyak buzzer yang adalah para artis twitter atau selebtwit untuk mempopulerkan namanya di dunia twitter. Orang-orang yang tadinya sama sekali tidak pernah membicarakan atau menyebut nama Gita Wirjawan, bahkan saat beliau menunjukkan prestasinya dalam memimpin PBSI, seketika dengan serempak mengagungkan nama Gita Wirjawan setiap saat. Mereka yang biasanya mempromosikan produk susu beruang atau handphone keluaran terbaru, tiba-tiba memasukkan nama Gita Wirjawan dalam promonya. Dalam hal ini, karena saya pernah sangat mengagumi sosok Gita Wirjawan, saya merasa sedikit tidak rela melihat beliau disejajarkan dengan produk susu beruang kalengan.
Tidak ada masalah saat beliau ingin mencalonkan diri menjadi presiden. Gita Wirjawan adalah rakyat Indonesia yang punya hak untuk memimpin negara. Saya yakin beliau juga kompeten dalam hal kepemimpinan. Namun yang membuat masalah (setidaknya bagi saya) adalah cara beliau mempromosikan diri.
Promosi lewat twitter dengan dibantu buzzer yang saat mereka mempromosikan barang saja membuat gerah. Dipromosikan oleh orang-orang yang menurut saya bahkan belum lama tau siapa itu Gita Wirjawan. Malah jangan-jangan tidak tau kalo beliau adalah ketua PBSI.
Pencitraan yang digunakan sungguh membuat orang seperti saya yang tidak paham politik ini merasa tidak perlu menghabiskan waktu untuk masuk ke bilik suara di Pemilu 2014 nanti.
Sungguh wahai pak Gita Wirjawan, saya adalah orang yang sempat mengagumi Anda yang tidak "caper" di media. Bapak orang pintar, gunakan strategi yang lebih baik dan lebih nyaman dilihat mata. Jangan membuat nama Bapak jatuh jauh sebelum waktu pemilihan itu sendiri dimulai. Rakyat Indonesia bukan hanya penonton acara musik pagi abal-abal di stasiun tv swasta itu, Pak. Rakyat Indonesia juga tidak semuanya suka dengan cara promosi selebtwit di twitter yang hampir setiap twitnya adalah twit berbayar yang sangat membosankan dan memuakkan.
Pak Gita, Bapak tidak menggunakan billboard besar untuk bisa diterima langsung oleh masyarakat bulutangkis Indonesia. Bapak juga tidak membayar buzzer untuk memberitahukan bahwa Bapak hampir berhasil membawa PBSI. Saat itu Bapak menunjukkan semua prestasi dengan bukti. Indonesia berhasil memiliki juara dunia, itu salah satunya.
Sebelumnya saya sempat yakin akan memilih Bapak saat mendengar kabar Bapak akan mencalonkan diri sebagai presiden. Karena saya tau prestasi Bapak bersama PBSI. Tapi sekarang saya jadi lebih yakin untuk tidak memilih siapa pun di pemilu 2014 nanti. Tidak terkecuali Bapak Gita yang pernah saya idolakan. Saya memilih masuk dalam Golongan Putih.
Pak Gita, kalau Bapak sampai terpilih menjadi presiden nanti, tolong hentikan segala aktivitas norak yang pernah Bapak lakukan. Kalau Bapak tidak terpilih, kembalilah menjadi Gita Wirjawan seperti sebelumnya, Pak. Gita Wirjawan yang berkharisma dan berwibawa. Gita Wirjawan yang kata-katanya membuat saya menangis terharu. Gita Wirjawan yang walaupun tidak mengerti seluk-beluk bulutangkis, namun mampu membuktikannya dengan prestasi.
Jadi pak Gita, maaf, untuk sekarang, saya tidak lagi mengidolakan Anda. Saya kehilangan kenyamanan dengan banyak hal yang Bapak lakukan.
Tapi terimakasih, Pak. Karena Bapak sudah membuat saya yakin dari hati untuk tidak menghabiskan waktu di bilik suara tahun depan.