Namaste...
Saya ingin menuliskan apa yang ada di pikiran saya tentang topik yang beberapa waktu terakhir sedang hangat di grup pLettonic Indonesia. Saya akan menulis dengan kapasitas saya sebagai seorang pLettonic. Ya sebut saja saya pLettonic. Meskipun mungkin definisi pLettonic bagi orang berbeda-beda. Termasuk saya.
Saya mengikuti Letto, grup band asal Jogja yang saya tahu setelah Sheila On 7, sejak mereka muncul di sebuah album kompilasi dengan membawa lagu berjudul I'll Find A Way.
Sejak saat itu saya mulai menyimak lagu-lagu Letto terutama setelah mngeluarkan album pertama mereka yang bertajuk "Truth, Cry and Lie". Truth, Cry and Lie adalah album favorit saya. Kenapa saya suka album pertama mereka? Karena lagu-lagu yang ada di album tersebut banyak menggunakan bahasa Inggris. Saya bukan orang yang pandai cas cis cus dengan bahasa Inggris. Pun saya tidak seluruhnya mengerti arti maupun isi dari lagu-lagu bahasa Inggris di album tersebut. Tapi dari empat album yang ada, Truth, Cry and Lie tetap album terbaik Letto menurut saya.
Ketika album pertama dan kedua keluar di pasaran, saya masih berada di Lampung. Saya pindah datang ke Jakarta untuk kuliah tahun 2007. Entah saya tidak terlalu ingat pastinya kapan album kedua keluar.
Saya pLettonic dengan definisi saya sendiri. Saya bukan seperti teman-teman pLettonic yang ada di grup pLettonic Indonesia yang bisa memuji Letto dengan kata-kata puitis setiap hari. Tapi bukankah orang yang menyukai dan menghargai karya Letto serta membeli albumnya yang asli adalah pLettonic? Koreksi kalau saya salah.
Menjadi pLettonic pun bagi saya tidak harus selalu setuju dengan pendapat personil Letto di wilayah selain musik. 'Cause we are only human. So they are.
Saya merasa sangat beruntung menjadi satu dari banyak orang yang mengikuti "pertumbuhan" album Lethologica dari awal hingga muncul di pasaran. Dan saya juga beruntung karena telah diberi kesempatan menjadi satu dari beberapa orang yang diijinkan memberi pendapat dengan diperdengarkan beberapa lagu di album Lethologica sebelum launching. Ya, kami diberi kesempatan mendengar lagu-lagu yang belum pernah didengar publik meskipun waktu itu kami tidak meminta atau menanyakan kapan album yang ditunggu tersebut akan keluar. Karena saya (kami) pada waktu itu sangat percaya album Letto pasti akan hadir bila memang sudah siap. Untuk apa terburu-buru, toh kita masih bisa mendengarkan dan menikmati banyak lagu dari album sebelumnya. Lagipula, kita semua "jatuh cinta" pada lagu-lagu Letto sejak dulu, kan? Sejak Letto masih dengan "T" satu.
Pernah suatu ketika seseorang pernah mengatakan bahwa saat ini seperti ada "kotak-kotak" dalam pLettonic. Saya dan beberapa teman pLettonic menyadari itu. Tapi saya (dan saya yakin yang lain juga demikian) tidak pernah ingin menciptakan gap dalam berteman. Tapi mungkin akan lebih nyaman berhubungan dengan orang yang bisa kita mengerti. Dan ketika membaca postingan teman-teman di grup pLettonic Indonesia yang menanyakan perihal yang sama setiap harinya walaupun sebenarnya pertanyaan tentang album kelima tersebut sudah pernah dijawab tidak hanya sekali, membuat saya bertanya, "apakah mereka termasuk orang-orang yang tidak bisa saya mengerti?".
Mungkin bila saya yang ditanya tentang kapan album Letto akan keluar, I will give a question instead of an answer, terus kalau album kelima Letto sudah keluar, mau ngapain? Beli cd asli? Atau malah akan seperti pahlawan membagi link download gratis? Tanpa harus bertanya setiap hari kapan album itu muncul pun saya akan beli. Saya yakin teman-teman pun akan begitu.
Saya ingat kalimat emas di songlit Ruang Rindu karya Andi Eriawan, "Semakin berharga sesuatu, semakin layak untuk ditunggu". Bila memang kita menganggap album kelima ini sangat berharga, kenapa tidak berusaha bersabar seperti yang sudah-sudah? Atau pada waktu itu memang belum ikut menunggu? If you know what I mean :)
Saya sering membaca kalimat-kalimat puitis yang di-post teman-teman dengan menyisipkan kata, "Cinta... Bersabarlah". Jadi apa susahnya menerapkan "Cinta... Bersabarlah" tersebut dalam kehidupan nyata.
Menunggu memang hal yang sangat membosankan, begitu orang berkata. Tapi kita pun pernah menunggu album-album sebelumnya keluar dalam rentang waktu yang lebih lama, dan tanpa banyak mengulang pertanyaan yang sama setiap hari. Sepertinya lebih membosankan membaca pertanyaan yang sudah pernah dijawab berulang kali yang ditanyakan setiap hari, ketimbang menunggu yang katanya membosankan itu.
Saya yakin, teman-teman Letto sedang bekerja keras untuk menghasilkan album kelima ini. Jadi, apa salahnya kita menunggu dengan sabar tanpa harus menganggu konsentrasi mereka dengan menanyakan hal yang sama setiap hari. Kecuali bila kita memang menginginkan album baru Letto seperti musik mainstream yang akhir-akhir ini ada di Indonesia.
Bila ingin mengambil contoh, musisi besar sekelas Jason Mraz memberi jarak yang panjang pada album yang dibuatnya. Alasannya adalah proses. Dia tidak ingin lagu yang dibuat adalah lagu yang hanya sekedar diinginkan oleh pasar. Tapi lagu yang benar-benar bisa menginspirasi. Ketika mengeluarkan album keduanya yang berjudul MR. AZ pada tahun 2004, dia memilih kembali bernyanyi dari kafe ke kafe dan mengeluarkan album ketiga pada tahun 2008 (We Sing, We Dance, We Steal Thing), dan me-launching album selanjutnya pada tahun 2012 (Love is a four letter word). Lama? Iya, sangat lama. Penggemarnya pasti menunggu dengan tidak sabar. Tapi saya yakin mereka tidak menanyakan hal yang sama setiap hari. Karena sekali lagi, masih ada lagu-lagu dari album sebelumnya yang masih bisa dinyanyikan.
Jadi, mari kita menunggu album kelima Letto tanpa membuat mereka bosan dengan pertanyaan yang sama setiap hari. Waktu itu akan datang pada saat yang tepat dan bila memang sudah waktunya. Sambil menunggu, mari kita menikmati U&I, No One Talk About Love Tonight, Truth, Cry and Lie, atau I'll Find A Way. Lagu-lagu tersebut masih sangat bisa untuk dinikmati. Kecuali bila kita adalah orang yang baru suka lagu-lagu di album keempat. Again, if you know what I mean :)
"Let's forget we're running out of time" - Jason Mraz