Beberapa hari yang lalu, berawal dari iseng saya menulis kalimat di jejaring soaial twitter pada Selasa malam. Sekitar pukul 20:00, saat masih di dalam metromini, saya iseng membaca timeline yang kebanyakan diisi oleh kicauan dari following saya dari Jogja. Seperti biasa, mereka bercanda. Sesekali saya tersenyum membaca kicauan mereka.
Beberapa saat, saya yang masih terjebak macet di sepanjang jalan Saharjo – Pasarminggu, hanya me-refresh timeline sampai pada akhirnya saya membaca tetntang pemutaran film Rayya. Sebuah film garapan Pic[k]lock Production yang saya sering melihat banyak orang di linimasa saya membahasnya, tapi saya tidak memperhatikan. Pemutaran film Rayya akan dilakukan serentak pada tanggal 20 September 2012 dan saya tahu bahwa teman-teman pLettonic di Jogja mendapat tiket gratis untuk nonton bareng.
Seperti yang saya tulis di awal, dengan iseng saya menulis “pLettonic Jakarta ga dapet tiket gratis film Rayya nih?”. Saya menulis tiket itu, jujur, sama sekali tidak untuk dibaca oleh orang yang bersangkutan dengan film tersebut. Karena memang dengan follower saya yang tidak seberapa, apalah arti kicauan saya itu.
Namun, tiba-tiba twit saya tersebut diretweet oleh mbak Evi Kafillah (@EviKafillah), teman saya yang juga pLettonic Jakarta. Beberapa menit kemudian, dengan tidak saya sangka, kicauan saya yang diretweet oleh mbak Evi, ditanggapi oleh mas Sabrang (@noegeese), vokalis dari Letto yang notabene adalah produser dari film tersebut.
Akhirnya, dengan tanggapan dari mas Sabrang, maka dengan penuh kenekatan, saya meminta tiket gratis kepada orang dari Kenduri Cinta (KC) bernama mas Roni (@roniocta). Saya meminta dengan menahan rasa malu sih sebenarnya. Karena memang saya bisa dibilang tidak mengenal orang tersebut dan orang tersebut jelas tidak tau saya. Dengan modal nekat, saya yang meminta follow back di twitter baru 3 kali, yang pertama pada mbak Neny kakak Fitria, lalu Thomi Azizan Mahbub dari PB Djarum yang terakhir saya tau bahwa itu bukan akun asli miliknya, dan yang terakhir adalah kepada mas Roni Octa tersebut.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya saya difollow oleh mas Roni dan saya langsung mengirim direct message kepada beliau yang isinya adalah menanyakan tiket gratis film Rayya. Singkatnya, mas Roni memberi kami 10 tiket untuk ditonton hari Kamis atau Jumat yang venue-nya bisa di mana saja. Akhirnya saya mengabarkan pada teman-teman pLettonic Jakarta tentang tiket gratis tersebut. Setelah berdiskusi dengan beberapa teman, disepakatilah mbak Evi kafillah yang akan mengambil tiket tersebut keesokan harinya di sebuah apartemen di kawasan Kalibata sepulang kerja.
Beberapa teman sudah diberi kabar sampai akhirnya tiket sudah yang berjumlah 10 buah itu sudah cukup dan pas untuk pLettonic Jakarta. Tidak seperti pLettonic Jogja yang menulis pengumuman di grup pLettonic Indonesia, saya memutuskan untuk tidak memberitahukan pada teman-teman di grup. Bukan karena ingin menyimpan tiketnya sendiri, tapi karena jumlah tiket yang terbatas.
Keesokan harinya, kira-kira tengah hari ada sebuah panggilan telpon yang masuk ke handphone saya. Nomernya tidak dikenal, yang ternyata adalah telpon dari mas Hendra, road manager Letto. Beliau mengabarkan bahwa pLettonic Jakarta mendapatkan tiket lebih. Dan beliau juga menginstruksikan untuk mendata siapa saja yang akan ikut nonton tanggal 20. Kebetulan tanggal 20 September adalah Pilkada Jakarta putaran kedua, jadi kantor-kantor di Jakarta memang diliburkan.
Setelah mengatakan kabar dari mas Hendra ini kepada Fitria dan mbak Evi, saya akhirnya menulis pengumuman di grup pLettonic Indonesia yang intinya adalah mengajak siapa saja yang di Jabodetabek untuk nonton bareng film Rayya di Blok m Square hari Kamis. Saya sertakan pula nomer hp saya yang biasanya jarang sekali saya berikan pada orang yang belum saya kenal.
Konfirmasi terakhir adalah pukul 17.30 WIB karena mbak Evi akan berangkat ke Kalibata untuk mengambil tiket pada jam-jam tersebut. Saat saya tunggu sampai waktu yang disepakati, ternyata tidak ada orang yang konfirmasi untuk nobar tanggal 20. Malah ada 2 orang pLettonic di grup yang sepertinya ‘nggak nyambung’ dengan pengumuman yang saya tulis. Setelah kembali berdiskusi, Fitria mengatakan bahwa 2 orang pLettonic dari Depok yang tidak usah disebutkan namanya meminta untuk ketemuan jam 2 siang. Sebelumnya mbak Evi sudah meminta untuk nonton jam 4an sore karena dia menjadi petugas pemilihan suara. Saya mengiyakan keduanya, karena saya sendiri memang tidak bermasalah dengan waktu. Akhirnya disepakati untuk bertemu di Blok M Square, pukul 14.00.
Keesokan harinya, kabar agak ngeselin datang dari Fitria bahwa duo Depok tidak bisa ketemuan jam 2 siang. Mereka hanya bisa bertemu di atas pukul 15.00 atau mungkin bisa lebih. Fitria bercerita penuh emosi karena sang duo yang dimaksud berkata dengan kalimat-kalimat yang agak sengak dan biking ga enak di hati. Apapun yang terjadi, kami tetap sepakat untuk bertemu pada pukul 14.00 di tempat yang sudah dijanjikan. Jam 1 siang saya baru beranjak dari tempat tidur. Tanpa sarapan dan hanya makan satu buah pisang, saya mandi dan bersiap-siap. Sekitar pukul 13.30 saya berangkat dengan menaiki metromini 75 jurusan Blok m – Pasarminggu.
Sesampainya di tempat kejadian perkara yang tidak dikelilingi garis polisi, ternyata hampir semua pLettonic sudah sampai kecuali mas Didi dan mas Gre yang akhirnya juga tiba sekitar 10 menit kemudian. Kami pun masuk ke teater yang akan memutar film Rayya. Bioskop sepi dan hanya ada beberapa orang yang siap untuk menonton film tersebut.
Kami memilih deretan kursi bagian tengah. Dan kami dibagi menjadi 2 deretan. Saya duduk di deretan bagian belakang diapit Windy dan Fitria. Film pun diputar. 10 – 15 menit pertama saya masih bertahan dengan tontonan yang ada di depan saya sambil beberapa kali melakukan kebiasaan, protes.
Saya sempat bilang ke Windy kalau Rayya, sang pemeran utama, abis nge-bir. Sampai di situ, menit – menit berlalu, mata saya memang tetap lekat pada layar. Tapi otak saya sama sekali belum menangkap apapun kecuali apa yang saya katakan ke Windy tadi. Itupun jelas salah. Karena saya cenderung pusing, akhirnya saya lebih banyak menunduk ke layar hp dan malah livescore pertandingan bulutangkis di Japan Open Super Series karena yang sedang adalah Simon Santoso, Taufik Hidayat, pasangan Muhamad Rijal/Liliyana Natsir, Markis Kido/Alvent Yulianto dan Yoke/Hendra AG.
Beberapa saat saya livescore, Simon santoso pun akhirnya menang, dan pada keesokan harinya akan bertemu dengan seniornya, Taufik Hidayat di perempat final. Kemudian saya kembali ke layar bioskop sampai akhirnya saya terbangun dan entah sampai mana tadi cerita di film Rayya.
Saya kembali ke layar hp, Muhamad Rijal/Liliyana Natsir sedang bertanding set kedua. Dan tidak lama kemudian mereka pun memenangkan pertandingan. Saya kembali lagi ke layar besar, entah apa yang sedang diceritakan di film tersebut. Yang saya tau, tidak berapa lama kemudian film berakhir. Dan kami pun keluar.
Saya keluar sambil mengambil kesimpulan paling bodoh. Film Rayya adalah film misteri. Yak, itulah yang bisa saya ambil dari film tersebut.
Malam hari, setelah kami kembali ke rumah masing-masing, teman-teman pLettonic banyak yang bercerita tentang film Rayya. Mereka menceritakan argument masing-masing tentang film tersebut. Tinggallah saya yang langsung merasa rendah diri, terlebih saat saya membaca postingan dari pak Penyo bahwa kami, kalau bisa, diminta untuk menuliskan apa yang kami dapat dari film Rayya tersebut.
Lalu, apa yang harus saya tulis???
Skor antara Simon Santoso dan lawannyakah?
Mengapa Liliyana berpasangan dengan Muhamad Rijal?
Siapa saja yang ikut di japan Open?
Atau apa warna baju yang dikenakan Lee Chong Wei?
Atau, mengapa Shoji Sato seksi sekali???
Ahhh damn!!
Saya langsung merasa jatuh ke dasar paling dalam dan sendirian. Biasanya saya selalu ingat adegan film yang saya tonton. Bahkan di beberapa film saya sampai hapal dialognya walaupun hanya menonton sekali. Tapi di film ini, saya tidak mendapat satu hal pun yang bisa saya bawa pulang.
Hari itu saya hanya senang bisa berkumpul dengan teman-teman pLettonic Jakarta. Itu saja yang saya tau.
Jadi, maaf kepada yang telah memberikan tiket gratis kepada saya. Tiket gratis yang saya dapat memang tidak bisa saya manfaatkan sebaik-baiknya. Dan terakhir, biarlah film Rayya ini tetap menjadi film misteri bagi saya.
Sekali lagi, saya meminta maaf kepada pihak-pih
No comments:
Post a Comment