Friday, November 23, 2012

Pulang Ke Kotamu (2)

Cont~

     Jalanan yang dilewati lebih banyak terlihat gelap. Kemanakah matahari yang biasa menyinari? Dengan kualitas mata yang kurang memadai, saya tidak terlalu memperhatikan jalanan. Sampai akhirnya saya terbangun setelah tidur bangun tidur bangun tidur bangun berkali-kali.

     Bis memasuki wilayah yang mirip seperti jalanan menuju rumah saya di Lampung, sepi dan banyak pohon di kanan kiri jalan.Musik di mp3 handphone saya memutar lagu Live High milik solois paling seksi di galaksi bima sakti, Jason Mraz.

"Live high

  Live mighty

  Live righteously

  And sing it out

  And just take it easy

  And celebrate the malleable    
  reality

  You see nothing is ever as it
  seems

  Yeah, this life is but the dream..."

     Reality is soooo malleable. Kalau tidak, mana mungkin kami yang penuh kenekatan ini bisa terbangun di sebuah tempat yang jaraknya tidak jauh dari tempat yang kami idamkan sejak lama, Jogjakarta.

                 *    *    *

     Day 1

     Aroma udara segar lamat-lamat tercium dari dalam bis non-ac kami. Hati saya sudah tidak sabar untuk mencium udara Jogja yang pasti terasa berbeda. Bis sempat berhenti sekitar 15 menit karena "sang pengendali kuda" pergi ke klinik di mana anak perempuannya sedang melahirkan secara operasi. Oh Glory God, perjalanan kami tertunda karena harus menunggu orang bayen. Gimana kalau bayinya kembar? :O

     Tapi terimakasih Neptunus, setelah menunggu, Bapak sopir yanh sepanjang jalan tidak berhenti menelpon pun kembali. Perjalanan pun dilanjutkan. Kami berempat adalah penumpang paling banyak suara. Mulai dari perdebatan akan turun di mana, harus mandi di mana, dan lain-lain.

     Pukul 04:30 saya kabarkan pada mbak Rhienprana bahwa kami sudah sampai di daerah Kutoarjo. Meskipun masih pukul 04:30, suasana sudah mulai terang. Kabut putih berarak di atas daun-daun yang sepertinya basah oleh embun. Saya mencari-cari Venus, rumah saya, yang biasanya muncul sebelum matahari naik. So that's why Venus biasa disebut morning star. Tapi Venus ternyata lebih cepat tidur. Nihil.

     Tiba-tiba sebuah telur mata sapi raksasa berwarna jingga dengan bentuk sempurna muncul di depan kami. Pusat tata surya muncul dengan gagah saat waktu masih menunjuk angka 5. Dia muncul dari balik dedaunan dan pepohonan hijau. Mata kami tidak berhenti menatap ke arah telur mata sapi raksasa buatan Chef paling hebat sejagad raya yang jarang kami lihat di Jakarta. Mungkin di Jakarta sering terlihat matahari dengan bentuk serupa. Tapi siapa juga yang mau menatap matahari Jakarta yang kekuatannya tembus ke dalam rumah itu.

     Alam selalu mengajari kita banyak hal. Salah satunya adalah bersyukur. Bersyukur karena hanya dengan melihat matahari terbit, kita bisa merasa begitu dekat rumah. God is good :)

     Tidak berapa lama, bis kami memasuki daerah Gamping. Kami turun di situ. Hal pertama yang kami lakukan saat menginjakkan kaki ke tanah adalah berkata,"Jogjaaaa". Setelah itu kami bengong, bingung mau kemana. Kabar terakhir mengatakan bahwa kami tidak bisa langsung ke beskem karena kunci dibawa mbak.Peppie dan beliau baru bisa datang siang atau sore hari. Maka di sinilah kami, di pasar Gamping, celingak-celinguk bingung. Kata mbak Rhien sih dari Gamping ke Kadipiro ataupun Malioboro tinggal jalan ke timur sedikit. Masalahnya, di manakah itu arah timur?

     Sebagai pengikut setia Tong Sam Chong yang biasa melakukan perjalanan ke barat, kami pun menyeberang jalan menengok ke arah yang kami yakini adalah arah timur, padahal tidak terlihat matahari bersinar dari arah tersebut. Tapi nyasar adalah prinsip hidup yang harus dijunjung tinggi. Pulang ke kosan yang sudah 5 tahun lebih saya tinggali saja masih sering nyasar, apalagi di sini. Maka setelah khawatir sesat di jalan, kami pun bertanya pada seorang ibu yang memakai masker untuk menutupi wajahnya yang mengarahkan kami untuk naik bis jalur 15 yang terparkir tidak jauh dari tempat pertama kali kami turun. Jadilah kami menyeberangi jalanan dengan mobil-mobil dan motor yang melaju dengan kecepatan aduhai.

     Singkatnya, kami pun tiba dengan selamat di kawasan Malioboro. Yak, dengan muka kucel dan belum cuci muka, serta peralatan lenong yang kami bawa dari Jakarta, masih masih sempat foto-foto di seberang Benteng Vrederburg (betul ga nulisnya? :)) ), saya pun tidak lupa untuk mengabarkan pada Bapak kalau saya sudah tiba di Jogja dan juga janjian dengan Metrika yang sudah berada di Malioboro bersama Demia yang menjemputnya dari stasiun Lempuyangan. Karena.kesempurnaan hanya milik Allah dan kekurangan adalah milik saya dan Bunda Dorce, saya pun membuat Mia berpikir keras mencari letak kami berada. Saya mengatakan bahwa kami berada di Monumen Sebelas Maret padahal kami berada di Monumen Satu Maret.

     Saat bertemu Mia mengatakan bahwa dia sampai mencari di google map letak Monumen Sebelas Maret dan memang setau saya, belum pernah ada monumen supersemar seperti yang dimaksud. Hahahaaa...

     Setelah bertemu dengan Metrika, perjalanan pun dilanjutkan sedangkan Mia langsung pulang karena belum mandi ;D

     Kami berjalan ke arah seberang,entah itu utara atau selatan. Kami sampai di masjid Gedhe. Bukan untuk beribadah, tapi untuk numpang mandi dan ganti baju. Kami sempat menonton anak-anak.SD bermain kasti. Mereka berbicara menggunakan bahasa Jawa and damn I feel like we are in FTV program :))

     Setelah itu kami melanjutkan perjalanan setelah sebelumnya sarapan soto dengan kuah anta di sebuah tenda di seberang masjid. Kami berjalan dan sampailah kami di keraton. Halaman keraton ramai dengan wisatawan lokal dan mancanegara yang kebanyakan berwajah asia, mungkin China atau Korea. Sayangnya setelah dicari-cari, tidak terlihat ada Lee Yong Dae di antara mereka. Padahal kalau ada mau saya bawa terus malemnya mau saya kecapin terus.dimakan. Mmmm enak *menurut nganaaaa?*

     Untuk masuk ke dalam area keraton dikenai biaya untuk pembelian tiket dan tidak diperbolehkan untuk membawa kamera. Maka kami yang datang dengan tujuan mulia untuk berfoto pun memutuskan untuk duduk-duduk di halaman keraton sambil.mencari spot-spot cantik untuk berfoto. Walaupun tanpa spot cantik pun saya sebenarnya sudah dilahirkan dengan default setting cantik *hoeeekk*.

     Sekitar dua jam kemudian, mbak Rhien datang dan mengajak.kami pulang ke beskem. Terimakasih Tuhan, akhirnya peralatan lenong kami akan segera turun dari pundak. Satu hal yang saya kagum dari mbak Rhien adalah beliau tetap terlihat anggun meskipun berjalan di tengah panas terik dengan suhu sekitar 30°C sambil membawa helm. Resepnya apa mbak Rhien? :)

     Maka setelah naik bis 15, bis yang membawa kami tadi pagi, sampailah kami di depan sebuah rumah berpagar tinggi berwarna hijau. Saya masuk dengan perasaan bahagia. Sesampainya di sebuah pendopo luas dengan foto-foto berbingkai besar di sana-sini, kami langsung naik ke lantai dua. Di atas kami disambut seorang pria berjenggot tipis *duh, jenggot* dengan senyum merekah. Kalian tau siapa beliau? Dialah Rexy Mainaki *krik* :|

     Beliau adalah Pak Penyo. Rasa penasaran saya selama ini terganti dengan emoticon ":O". Tidak usah diceritakan seperti apa Pak Penyo yang sebenarnya, lebih baik datang langsung ke beskem dan dapatkan kejutan selanjutnya. Yang jelas, pak Penyo orangnya lucu dan ramah, seperti orang Jogja kebanyakan.

     Kami kemudian ditunjukkan untuk menempati sebuah kamar di lantai bawah dengan fasilitas ac, tempat tidur King, dan kaca yang hampir memenuhi satu sisi tembok kamar, dan bila membuka pintu, kita akan melihat pagar tinggi yang ditumbuhi rerumputan hijau dan udara yang sejuk. Jadi kalau kita mau bertanya gampang, tinggal membuka pintu dan bertanya pada rumput yang bergoyang.

     Di dalam kamar terdapat sebuah foto seorang laki-laki berambut keriting dengan seorang wanita dengan senyum manis. Mereka adalah pemilik kamar yang kami tempati. Selain foto, terdapat dua buah penghargaan di dalam bingkai panjang. Jadi, kamar siapakah yang kami tempati? Lahaciaaaaaaaaa :p

     Kami menghabiskan waktu siang hingga sore hari duduk sambil ngobrol di ruang lantai dua sambil menikmati hujan. Oh iya, sore hari ada pelangi lho. Melengkung sempurna seperti senyummu <3

     Sore harinya mbak Peppie datang. Kami pun mandi dan bersiap-siap.

     Malamnya, kami diajak berkeliling. Mia dan mbak Rhien, serta Metrika dan Hayu berangkat motor, sedangkan sisanya termasuk saya naik di mobil mbak Peppie.

     Malam itu kami diajak makan di angkringan KR. Lokasinya di kantor koran Kedaulatan Rakyat. Baru kali ini saya makan di angkringan. Ternyata suasananya homy sekali. Duduk lesehan sambil foto-foto dan mata saya tak henti bergerilya. Siapa tau ada "pelengkap" makan malam saya. If you know what I mean :)

     Makan enak, transportasi gratis, dan ditraktir pula. Maka nikmat Tuhan mana yang kau dustakan? Terimakasih traktirannya mbak Rhien :D

Cont~







No comments:

Post a Comment