Thursday, November 22, 2012

Pulang Ke Kotamu (1)

    Kamis, pukul 09.00 pagi saya bangun karena dering panggilan telpon dari Ibu saya di Lampung. Ibu menanyakan persiapan saya hari itu. Saya katakan bahwa semua sudah siap, dan Ibu pun menutup telpon setelah sebelumnya menyuruh saya sarapan.

    That was the day. D-Day. Hari-H. Hari yang saya juga teman-teman saya tunggu dengan dag dig dug setelah berbulan-bulan berencana. Jogjaaaaaa, woooohoooo here we comeeee.....

     Sebenarnya rencana pergi ke Jogja adalah satu rencana yang terlalu nekat. Memang rencana ini sudah dibicarakan pertengahan tahun yang lalu, jadi seharusnya memang tidak ada kata nekat lagi. Tapi hal klasik yang selalu menjadi kendala adalah masalah dana. Keuangan kami di pertengahan bulan memang selalu berada di titik nadir. Dengan gaji sepuluh koma (setelah tanggal sepuluh sudah koma), memang agak susah bagi kami untuk mengatur uang hore-hore di pertengahan bulan. Apalagi harga tiket kereta saat long weekend biasanya lebih kejam dari Firaun. Belum lagi, sampai dua minggu sebelum waktu keberangkatan, kami belum punya tiket dan belum tau apakah kantor kami libur atau tidak.

     Tapi setelah melalui diskusi yang tak pernah ada ujungnya, kami memutuskan untuk pergi ke Jogja. Dan karena tiket kereta ekonomi dari stasiun Senen sudah ludes dan kami buta dengan stasiun lain, maka diputuskanlah kami akan pergi menggunakan bis malam.

     Lagi-lagi kami bingung harus beli tiket di mana. Tapi sebagai karyawan-karyawan yang bekerja di kantor-kantor yang terlalu sering lupa jam kerja karyawannya, kami pun mengikuti saran Fitria yang menyuruh kami naik bis dari Ciledug dan dia yang akan mengurus tiketnya. WOEEETTT??? CILEDUG???? Adoh biyangeeeett mbokdheeee -______-"

     Rencana awal kami akan pergi berlima; saya, Dwi, Windy, Fitria dan mbak Evi. Tapi nama terakhir sangat disayangkan tidak jadi berangkat karena satu dan lain hal.

     Dan sampailah kami pada hari itu. Hari yang sudah kami tunggu-tunggu. Kami dengan tingkat kenekatan kami yang sudah mencapai titik kulminasi 100%.

     Pukul 11.00, Ibu saya kembali menelpon. Menanyakan apakah saya sudah sarapan atau belum dan dilanjutkan dengan omelan puanjaaaangggg sekali saat saya jawab bahwa saya belum sarapan. Dan Ibu bercerita bahwa Bapak baru saja membeli salak pondoh 7 kilo. Kata Bapak, nanti yang 4 kilo biar dibawa adek ke Jogja. Oh, okesip. Bapak perhatian banget. Saya langsung diam, terharu, mimbik-mimbik, dunia abu-abu, gletser mencair, ada UFO lewat, T-Rex berantem, Homo Wajakensis jadi master chef, Jason Mraz menikahi saya, saya hamil dan saya bingung. Terus caranya ngambil salak 4 kilo di Lampung itu gimanaaaaa? Saya harus pulang ke Lampung, ngambil salak, minta sangu,  terus ke Jakarta lagi, terus berangkat ke Jogja. Selo -_-"

     Setelah telpon ditutup, saya pun mencari sisa roti gandum dan susu UHT produksi PT. Ultrajaya yang saya beli malam hari saat pulang kerja, memakannya sambil mantengin live score bulutangkis China Open Super Series. Pukul 12.00 saya mandi dan siap-siap. 15 menit kemudian saya pun siap untuk berangkat.

     Saya dadah dadah ke foto Edi Subaktiar di tembok kamar saya, lalu pergi ke pinggir jalan untuk menunggu angkot 61 jurusan Pasarminggu-Pondok Labu. Dari situ saya berhenti di Balai Rakyat Pasarminggu. Saya pandangi sebentar gelanggang olahraga di seberang jalan yang sedang dalam proses renovasi. Saya ingat kata-kata mbak Susy Susanti di sebuah kesempatan yang mengatakan bahwa,"Kalau tidak ingin ada tawuran pelajar di Indonesia, buatlah gelanggang olahraga dan suruhlah anak-anak muda untuk berolahraga." Mbak Susy, aku bocahmu ;)))

     Metromini 75 yang saya tunggu pun datang. Hanya ada 3 penumpang di dalamnya, 4 dengan saya. Cuaca panas sekali saat itu, untung saja jalanan lengang. Dan hanya membutuhkan waktu +- 30 menit untuk menempuh jarak Pasarminggu - Blok M.

     Setibanya di Blok M, saya kirim sms ke Dwi dan menanyakan posisinya saat itu. Mobilnya ngetem di Mampang, begitu kata Dwi. Saya pun berjalan ke arah jalur metromini yang mengarah ke Ciledug. Sekitar setengah jam kemudian, Dwi datang dengan ransel hitam dan tas kain jinjing yang katanya berisi cemilan. Thank God, Dwi hari itu tidak memakai rok :))

     Cuaca tetap panas. Saya sempat mengecek suhu udara Jakarta di ponsel saya, 33°C. Meskipun udara panas, gerimis rintik-rintik mulai turun. Kami berdua segera naik ke metromini 69 dan mengambil tempat duduk di kursi belakang. Pukul 13.00 waktu itu. Perintah dari Fitria Suwariyo adalah kami semua harus stand by pukul 15:30 di agen bis yang entah di mana tempatnya itu. 15:30? Oke, I know it will be "molor" when you make an appoinment with Fitria.

     Metromini yang kami tumpangi pun mulai berjalan. Syukurlah jalanan hari itu tidak seperti biasanya, lengang dan lancar. Tapi Ciledug sepertinya adalah nama sebuah planet baru di luar galaksi bima sakti yang jaraknya 93 million miles from the sun, 240 thousand miles from the moon. Adoh'e ngaluk-aluk, hora umum. Dan saya, pun Dwi, tidak hapal jalanan di sana. Perintah dari Fitria yang selanjutnya adalah kami harus berhenti di rumah sakit Sari Asih yang entah di mana tempatnya. Sempat terjadi insiden diturunkan dari bis dan dioper ke bis lain di tengah jalan. Tapi akhirnya kami tiba dengan selamat di depan rumah sakit Sari Asih.

     Waktu masih menunjukkan pukul dua siang. Karena ada satu perintah lagi dari Fitria untuk membeli sesuatu di apotik, maka kami pun melangkah ke dalam rumah sakit. Hal pertama yang kami lakukan adalah mencari toilet. Peralatan lenong kami yang sangat banyak berhasil membuat banyak pasang mata tertuju pada kami berdua. Mungkin mereka pikir kami salah masuk rumah sakit, seharusnya masuk rumah sakit jiwa :/

     Setelah tugas mulia di toilet selesai, kami beristirahat di ruang tunggu yang kebetulan di depannya adalah apotik dengan mbak penjaga yang mukanya juteknya melebihi saya. Dan sesuatu yang akan kami beli pun ternyata tidak ada. Mungkin diumpetin mbaknya. Yaksip.

     Karena waktu keberangkatan masih lama dan dua anggota girlband lain masih belum tampak bayangannya, maka kami berjalan ke depan rumah sakit mencari sesuatu yang bisa dimasukkan ke dalam mulut. Dan akhirnya kami berhenti di depan gerobak ketoprak untuk memasukkan gerobak ke dalam mulut -_____-

     Kami pun makan sambil ngobrol ngutara nyelatan alias ngalor ngidul . Setelah selesai makan kami pun membayar. Karena kalau tidak membayar kami takut digebukin abangnya. Kami masih duduk di sana sambil menunggu Windy yang katanya sudah setengah perjalanan. Sampai akhirnya tukang ketoprak naik metromini dan meninggalkan kami berdua bengong dengan segala pertanyaan. Mau kemana si abang ini? Jangan-jangan kami dijebak? Jangan-jangan kami mau dijadikan tukang ketoprak? Atau jangan-jangan abang ini adalah James Bond yang menayamar? Atau dia agen NASA? :O

     Well, you need some random imaginations to think like this.

     Sekitar pukul 15:30 Windy datang dengan barang bawaan yang lebih We O We lagi. Ransel, tas kecil dan bantal --". Bahkan beberapa malam sebelumnya dia bilang mau bawa selimut. Demi Neptunus yang Agung, selimut? Kenapa tidak sekalian bawa kasur, guling, tenda, lampu petromak, panci, kompor parafin dan marsmellow. Lalu membuat tenda dan api unggun kemudian di kejar singa laut? Oh Spongebob...

     Saat itu menurut kami, Fitria tidak akan mungkin segera datang. Jadi kami bertiga mnyeberang dan dan berhenti di sebuah pusat perbelanjaan bernama Ra*m*ayana (maaf disensor). Windy membeli makan di warungnya pak Donald dan saya serta Dwi menunggu di depan Ra*m*a*yana (maaf sensor lagi).

     Setelah Windy kembali, obrolan ngutara nyelatan pun berlanjut. Sampai akhirnya dua buah bis berlabel "Sumber Alam" datang. Tiket kami belum datang. Kami panik. Cah panik ~

     Sekitar pukul 15:50 Fitria datang membawa kembang berkarang mawar merah dan melati putih darah dan suci *macak Chairil Anwar*. Fitri datang diantar Bapaknya. Pak Suwariyo dengan senyum ramah dari balik kacamatanya. Saking ramahnya, kami hampir saja bersalaman 3 kali.

     Pak Suwariyo mengantar kami sampai ke dalam bis dan mencarikan kursi. Setelah menempati kursi masing-masing, Bapak pun pulang. Kami pun memulai semua dengan gojekan. Gojekan yang kami maksud bukanlah bercanda pada umumnya, tapi eyel-eyelan kenceng-kencengan suara. Tapi ngeyel kalo ga foto pun kurang asik ya sepertinya :D

     Bis pun berangkat. Rasa dag dig dug bercampur rasa antusias diaduk menjadi satu.  Rasanya seperti mau ketemuan sama Edi Subaktiar <3

     Di bis, kami tidak terlalu banyak mengobrol. Hanya sesekali kalimat-kalimat nyolot diakhiri dengan ngeyel terjadi.

     Bis yang kami tumpangi adalah bis non-ac dengan tarif yang lumayan murah yaitu 90.000. Bisnya jelek tapi tempat duduknya nyaman dan tidak membuat lutut ditekuk kesana-kemari. Sehingga perjalanan kami pun terasa nyaman dan lebih banyak dihabiskan dengan tidur. Pengecualiannya adalah Dwi yang tetap terlihat segar bugar.

Cont....

    
    

    




No comments:

Post a Comment