4 November 2012. Sepertinya biasa, bangun kesiangan adalah kebiasaan buruk yang tidak pernah bisa saya hilangkan di saat weekend. Pukul 08.43 WIB, begitu kata jam di handphone saya. Kecewa karena niat dari semalam sebelum tidur adalah bisa nonton Spongebob Squarepants pagi ini, serial favorite yang hanya bisa saya saksikan saat weekend.
Seperti biasa, saya memencet remote tv dan membiarkan tv menyala tanpa saya perdulikan acaranya.
Seperti ada sesuatu yang saya lupakan pagi ini. Saya ambil botol minum di samping tempat tidur, lalu meminumnya. Saya ambil kacamata, memakainya kemudian membuka buku catatan kecil di atas meja dan membuka lembar demi lembar. Tidak ada jadwal ketemu teman hari ini. Saya kemudian mengutak-atik handphone, tidak ada panggilan dari Bapak atau Ibu saya yang jauh di Lampung sana. Kemudian saya putar lagu-lagu Jason Mraz yang selalu menemani hari-hari di kosan sambil terus mengingat-ingat apa yang saya lupakan.
Belum selesai lagu Bella Luna milik Jason Mraz, tiba-tiba apa yang saya lupakan mampir di kepala. Yah, final final World Junior Championship 2012. Saya melihat deretan foto-foto atlet bulutangkis favorite saya di tembok kamar. Ada satu foto yang berisi dua anak muda dengan memegang piala sambil tertawa. Mereka adalah Arya Maulana Aldiartama dan Edi Subaktiar. Pasangan inilah yang diharapkan banyak orang menjadi kandidat terkuat juara dunia junior tahun ini. Namun sayangnya, merek harus dijegal pasangan China di perempat final.
Whoever but not China or Malaysia. Begitulah prinsip dasar yang dianut hampir rata-rata pecinta bulutangkis Indonesia. Malaysia, negara tetangga yang apabila bertanding di Istora Senayan selalu menjadi bulan-bulanan para pecinta bulutangkis.
China, mereka adalah "penjegal" langkah, tidak hanya atlet Indonesia, tapi juga atlet dari negara lain. Meskipun pepatah "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China" ada benarnya juga. Bukan belajar ke negeri China tapi belajar pada kedisiplinan mereka serta mental juara yang mereka miliki. Tapi kadang memang ekspresi dingin mereka yang seperti robot sering membuat gemes dan ingin melepaskan batere di punggung mereka.
Setelah mengalahkan juara bertahan di mixed team,Malaysia, di perempat final, saatnya berjuang melawan China. Dan atlet China tetaplah manusia yang bisa juga lelah dan kalah. Kalaupun mereka robot, mereka juga bisa kehabisan batere. Maka di semifinal, dua pasangan ganda campuran junior kita yang tersisa, mampu menaklukkan benteng kuat The Great Wall of China. Alfian Eko Prasetya/Shella Devi Aulia dan Edi Subaktiar/Melati Daeva Oktavianti mampu memenangkan pertandingan dengan rubber game.
No tv, no live stream, hanya ada live score. Namun itupun cukup membuat jantung saya yang tidak dirancang untuk menahan dag-dig-dug terlalu lama ini berdetak kencang dan hampir lepas mur-nya. Hati saya memang fragile. Okesip.
Dan akhirnya, "tirai bambu" tersibak, tembok besar China berhasil ditembus gempuran putra-putri nusantara. Terciptalah All Indonesian Final di mixed double. Dunia saya jadi warna-warni, badan saya ringan (kalo ini memang karena saya kurus :D ), semua orang di kantor saya sapa, dan lagu Rocket Man milik Elton John terngiang-ngiang di telinga saya. Saya pergi ke luar angkasa :)
Kembali ke final.
Saya segera menuju ke TKP. Bukan terbang ke Jepang tapi membuka lama tournamentsoftware.com dan mengikuti live score. Pasangan ganda putri China sepertinya di ambang kekalahan. Dan benar saja, mereka kalah rubber game dari pasangan Korea. Timeline saya pun seketika ambyar. Sepertinya banyak yang senang dengan kekalahan ini. So I am :)
Dan inilah yang ditunggu-tunggu, XD Final, Alfian Eko Prasetya/Shella Devi Aulia vs Edi Subaktiar/Melati Daeva Oktavianti is the court. Something like final Sirnas, eh? Jayaraya vs PB Djarum. We'll see, which one will be the best.
Setelah menunggu selama 29 menit, akhirnya lahirlah sang juara dunia baru. Skor 21-17 21-13 mengukuhkan pasangan PB Djarum ini sebagai juara dunia baru. Alfian Eko Prasetya gagal mempertahankan gelarnya tahun lalu yang direbut bersama Gloria Emmanuel Wijaya. "Obama" kecil berhasil mengangkat piala kehormatan. Dengan berkalung merah putih, tawanya sumringah. Dan lagi-lagi, mata saya berkaca-kaca menahan haru. Air hangat pun akhirnya mengalir dari balik kacamata saya. Obama kecil yang ramah dan baik hati itu berhasil mendapatkan apa yang dicita-citakannya.
Memang, menjadi juara dunia junior bukan jaminan seorang atlet akan sukses saat menapaki level senior. Tapi ini adalah modal awal untuk menatap jalan panjang yang ada di depan. Jalan panjang yang entah penuh kerikil tajam, batu sandungan, duri atau malah mulus seperti jalan tol. Seperti apapun jalan yang akan dilewati, tetap jaga keseimbangan. Jangan mudah puas dengan apa yang sudah diraih. Di aas langit masih ada langit yang lain. Di atas cakrawala masih ada jagad raya yang tak terbatas luasnya. Di atas satu kemenangan, masih banyak kemenangan lain yang menunggu untuk dijemput. Jalan panjang itu siap dipijaki jiwa-jiwa muda putra-putri nusantara.
Kamu, iya kamu Edi Subaktiar, selamat menempuh jalan panjang yang terbentang di depan. Tapakilah jalan yang menunggu itu dengan semangat yang tak pernah padam dan doa yang tak henti terucap.
Sekali lagi, "Fly, Edi. Fly!!!"
Nb: 2 foto ini adalah nazar dan twit saya yang menjadi kenyataan :)))
No comments:
Post a Comment