Sunday, December 29, 2013

Tidak Ada Judul

Beberapa waktu terakhir ini, saya sedang sangat sering menghabiskan waktu menonton drama-drama Taiwan dari dvd bajakan yang saya beli di agen dvd bajakan di depan stasiun Pasarminggu. Hal ini saya lakukan untuk menghindari keinginan pergi keluar rumah yang berujung pada pemborosan uang yang jumlahnya tak seberapa ini.

Akhir-akhir ini saya memang selalu menolak saat diajak jalan oleh teman-teman saya. Saya selalu menyiapkan alasan terlogis. Bukan, saya bukan membohongi orang dengan alasan penolakan saya. Saya hanya mencoba menolak sepantasnya. Penolakan itu saya lakukan karena saya ingin menyisihkan uang yang tidak seberapa itu untuk membeli laptop. Iya, saya tidak punya perangkat komputer ataupun laptop. Agak aneh sih di jaman saat harga alat elektronik lebih murah dari harga beras merah ini masih ada orang yang mengenal internet dan tidak punya laptop.

Bagaimana saya menulis untuk blog saya? Saya menggunakan handphone. Handphone saya bagus? Tidak. Saya menggunakan handphone jenis Samsul Galaxy Series versi bobrok yang hanya keluar di pasaran beberapa bulan saja. Bahkan teman-teman kantor saya tidak menyangka saya memposting foto di instagram menggunakan hp saya ini. Karena memang hp saya ini tidak pantas berisi fitur-fitur di android.

Tapi saya adalah jenis orang yang selalu ingin memanfaatkan semua hal dengan se-efektif mungkin. Karena saya tidak mau rugi. Bisa dibilang saya pelit, saya akui itu. Karena ketidakmampuan saya akan beberapa hal, menjadikan saya orang yang tidak ingin menyia-nyiakan apapun. Kalau ada yang masuk ke kamar kost saya dan membuka lemari, mereka akan menemukan harta berharga saya berupa beberapa botol beling bekas minuman bervitamin dan beberapa jar bekas selai yang diberi oleh teman kantor saya. Barang-barang itu mungkin bagi kebanyakan orang tidak berguna dan hanya akan menjadi sampah. Tapi menurut saya, mereka pasti berguna untuk saya.

Saya sering menulis tentang ketidakmampuan saya dalam hal ekonomi bukan bermaksud selalu mengeluh dan ingin orang mengasihani saya. Justru dengan menuliskannya, saya sedang mencoba bersyukur dengan apa yang saya punya. Karena menuliskannya adalah salah satu cara saya berterimakasih kepada Tuhan yang selalu memberikan ide kepada saya. Karena seringkali, ide lebih berguna dari uang. Dan dengan memiliki koleksi botol beling bekas, saya selalu merasa saya lebih punya sesuatu daripada orang lain :D

Semua barang yang saya beli, termasuk baju kerja dan sepatu, adalah barang yang harganya jauh dari standar harga untuk barang bagus. Kalau kalian pergi ke Pasarminggu, pasti akan melihat toko baju di samping bank BRI bernama Ananda. Kalian akan menemukan saya berada di lantai 2 toko tersebut di bagian baju dengan tulisan harga 20 ribu saat hari gajian tiba. Atau saat Pasarminggu belum ditertibkan, kalian akan melihat saya  berebut tempat dengan ibu-ibu dan pekerja rumah tangga di lapak obral sepatu seharga 15 ribu per pasang. Atau, kalian juga akan melihat saya jalan kaki dari stasiun Pasarminggu sampai ke kost di daerah Salihara setiap sore. Saya bersyukur punya kaki yang kuat untuk berjalan. Karena kaki saya kuat berjalan, maka saya tidak harus menghabiskan uang Rp. 3000 untuk membayar angkot. Pelit dan hemat memang seperti cinta dan benci, perbedaannya sangat tipis :)))

Tentang laptop tadi, kenapa saya ingin memiliki laptop? Bukan untuk twitteran kok, karena saya juga kurang suka ngetwit via web.

Saya selalu ingin menjadi orang yang bisa menuliskan apa yang saya lihat setiap saya mengunjungi tempat baru. Saya ingin seperti Xia Xiao Yu, wanita di drama Taiwan berjudul Tong Flower Love yang setiap kali berpetualang mengunjungi tempat baru selalu menuliskan apa yang saya lihat. Sebenarnya saya bisa menuliskan menggunakan handphone saya seperti biasanya saya menulis untuk blog saya ini, tapi menulis menggunakan perangkat dengan layar sentuh yang lebarnya tak seberapa ini sangatlah susah. Pokoknya susah deh. Walaupun saya tetap bahagia bisa menggunakan fitur ini untuk menyalurkan hobi saya menulis (walaupun tulisan saya belum layak dibaca banyak orang).

Tapi ngomong-ngomong, handphone saya ini walaupun jadul dan tampilannya sudah sangat tidak pantas dibawa masuk mall ini, tetaplah handphone tercanggih yang pernah saya miliki. Saya kenal begitu banyak teman dari berbagai negara karena handphone ini. Karena handphone ini juga saya mengenal seorang teman dari China yang selalu siap mendengarkan saya saat saya butuh teman curhat, walaupun bahasa Inggrisnya lebih kacau dari saya dan kadang saat ngobrol mencampurnya dengan bahasa China yang saya sendiri tidak begitu paham. Karena hp ini saya bisa memenangkan beberapa kuis yang hadiahnya lumayan. Juga karena hp ini saya bisa ikut berpartisipasi dalam membuat video ucapan ulang tahun untuk Jason Mraz bersama orang-orang dari berbagai negara (meskipun saya hanya muncul beberapa detik di video itu). Kalau mau lihat saya di video itu, cari saja di youtube akun bernama marchelleanne *yo sopo sik pengen ndelok jugak sri*.

Handphone ini memberikan saya seorang teman yang selalu memberi saya tentang kota Taipei. Sebuah tempat yang sangat ingin saya kunjungi. Iya, di saat banyak orang menjadikan Korea, Jepang atau negara-negara Eropa sebagai cita-cita kota yang ingin dikunjungi, saya malah memasukkan Taiwan sebagai negara yang akan saya gantungkan di gantungan harapan saya setelah Arab Saudi. Sounds like I wanna be a TKW, right? Hahaahahaa...

Saya memang terlalu banyak mimpi. Padahal membeli laptop atau mengganti handphone saja belum mampu, mau bermimpi pergi ke Taipei. Tapi itulah yang saya punya, mimpi. Saya hanyalah sesosok perempuan kurus yang tidak ada istimewanya bila saya tidak punya mimpi. Punya mimpi pun, tidak ada yang menganggap saya istimewa dan tanpa kehadiran saya pun dunia tetap berputar sesuai porosnya, dan pergaulan di dunia tetap pada pusarannya. Tapi setidaknya saya sendiri menganggap saya berharga karena punya mimpi-mimpi.

Saya sempat senang saat teman-teman buruh berdemo meminta kenaikan gaji menjadi lebih dari 3 juta. Saya sudah mencatat kira-kira berapa waktu yang saya butuhkan dan berapa uang yang harus saya sisihkan untuk mengumpulkan uang sebesar harga laptop. Makanya saat banyak orang di twitter mempermasalahkan aksi demo teman-teman buruh ini, saya agak kurang suka. Karena orang-orang yang memprotes, setau saya, adalah orang yang setiap bulannya bisa mendapatkan uang 4 kali lipat dari gaji buruh saat ini. Dan saat saya dengar kabar bahwa pak Jokowi menetapkan UMR untuk DKI Jakarta sebesar kira-kira 2.4 juta, saya agak kecewa. Entahlah kabar itu benar atau tidak. Sebenarnya tidak patut untuk saya merasa kecewa bila upah minimum di Jakarta sebesar itu. Karena kata Bapak saya, kalaupun umr benar-benar naik menjadi 3.7 juta, pasti tetap saya merasa kurang. Karena sifat manusia memang tidak akan pernah merasa puas. Makanya saya coba tetap kuatkan mental mempersiapkan diri melawan rasa kecewa bila umr benar-benar seperti di atas.

Saya sendiri sebenarnya bingung inti dari apa yang saya tulis ini. Anggap saja ini adalah tulisan hasil ngomyang.

Yaudah deh gitu aja. Doakan saya semoga tetap punya tenaga dan kekuatan untuk terus bekerja dan tetap bisa menghasilkan ide walaupun (sementara) hanya berguna untuk diri saya sendiri.

Zai Jian...

(photo from tumblr)

Friday, December 6, 2013

Maafkan Saya, Pak Gita Wirjawan

Saya adalah orang yang tidak tau nama-nama orang-orang yang duduk di pemerintahan. Saya hanya tau nama presiden republik Indonesia. Selebihnya, saya hanya tau beberapa nama namun tidak tau jabatan yang mereka pegang.

Pun dengan seseorang bernama Gita Wirjawan. Saya baru tau nama Gita Wirjawan saat ada bursa pencalonan ketua umum PBSI.

Akhir tahun lalu, Gita Wirjawan bersaing dengan Icuk Sugiarto untuk memperebutkan kursi PBSI 1. Saat itulah saya baru menyadari bahwa Gita Wirjawan adalah menteri perdagangan. Seiring terpilihnya Gita sebagai ketua PBSI, semakin sering pula saya melihat wajah tampan milik beliau. Iya, Gita Wirjawan adalah salah satu pejabat di negeri ini yang memiliki penampilan mendukung. Badan tegap, wajah halus serta kharismanya memang membuat banyak orang akan terkesan padanya saat pertama kali bertemu atau melihat. Ditambah cara bicara yang elegan dan mampu memberikan semangat pada yang mendengarkan. Beliau mendapat nilai 90 untuk kesan pertama di mata saya.

Pertama kali saya bertemu Gita Wirjawan adalah saat final Indonesia Open SSP pertangahan Juni lalu. Beliau memberikan sambutan penghormatan pada legenda bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat, yang akan mengakhiri karirnya sebagai atlet pada hari itu. "Once a champion, always a champion", begitu kalimat akhir sambutan Gita Wirjawan untuk Taufik Hidayat. Saya menangis haru saat mendengar itu. Dari hati yang paling dalam, jujur, saat itu saya suka Gita Wirjawan.

Sekitar dua bulan kemudian, tepatnya di bulan Agustus 2013, 4 orang putra-putri terbaik Indonesia memberikan kado manis di hari kemerdekaan RI. Muhamad Ahsan/Hendra Setiawan serta Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir berhasil membawa pulang gelar juara dunia dari negeri Cina serta membuat seisi stadion berdiri hormat pada sang saka merah putih diiringi kumandang lagu Indonesia Raya.

Gita Wirjawan langsung terbang ke Cina saat tau 2 wakil Indonesia berhasil ke final kejuaraan dunia 2013. Beliau duduk bersama para atlet mendukung perjuangan pahlawan-pahlawan bulutangkis di karpet hijau.

Selesai sampai di sini? Belum. Akhir kejuaraan dunia adalah awal dari semuanya. Awal perubahan pandangan saya pada sosok kharismatik penuh wibawa, Gita Wirjawan. Ketika itu, beliau mulai sering tampil di media mendampingi para juara. Wajahnya wara-wiri di televisi mengisi berbagai acara. Semakin lama, sosok Gita Wirjawan sendiri lebih sering muncul dibanding sang juara. Ada yang salah? Tidak. Saya dan banyak penggemar bulutangkis jelas lebih ikhlas bila Gita Wirjawan yang lebih sering muncul dibanding para atlet juara tersebut. Karena semakin banyak yang mengenal atlet-atlet bulutangkis tersebut, semakin besar pula resiko mereka dicaci oleh publik saat mereka kalah. Saya akui, pikiran saya memang  agak menyusahkan. Saya ingin atlet bulutangkis Indonesia dikenal oleh masyarakat luas seperti layaknya masyarakat atlet sepakbola. Tapi di sisi lain saya juga tidak rela bila atlet tersebut banyak muncul di acara-acara tv yang kurang penting. Saya juga tetap tidak terima bila mereka diperlakukan seperti saat kejadian OG London dan Thomas-Uber 2012.

Saya akui, seluruh masyarakat Indonesia tau Indonesia mempunyai juara dunia bulutangkis baru salah satunya adalah karena peran aktif Gita Wirjawan yang gencar melakukan hubungan dengan media. Dan saya akui pula, program yang diusung PBSI di bawah Gita Wirjawan ini adalah program yang benar dan mulai menuai hasil. Tidak ada yang salah antara Gita dan organisasi bulutangkis yang dipimpinnya. Yang salah adalah ketika tiba-tiba beliau memanfaatkan moment besar seperti kemenangan di kejuaraan dunia untuk memperlancar niatnya di Pemilu 2014.

Anggaplah Gita Wirjawan adalah orang yang pandai memanfaatkan kesempatan yang ada. Semua orang yang mencalonkan diri menjadi presiden memang mencari cara agar dilihat baik oleh masyarakat. Siapa pun itu. Tapi semua cara yang masih mendapat pemakluman itu hancur ketika tiba-tiba beliau yang berkharisma ini muncul di acara musik abal-abal yang bahkan saya sebagai orang bodoh pun enggan untuk menontonnya. I mean, itu serius Gita Wirjawan yang saya kagumi selama ini? Di acara musik seperti itu? Tuhan, salah apa negara ini sehingga calon presidennya muncul di sebuah acara tidak bermutu seperti itu. Atau hanya saya yang salah baca info? Entahlah.

Semakin hari, ketidaknyamanan saya pada sosok yang selama hampir setahun saya kagumi ini mulai nyata. Terakhir adalah ketika beliau menggunakan banyak buzzer yang adalah para artis twitter atau selebtwit untuk mempopulerkan namanya di dunia twitter. Orang-orang yang tadinya sama sekali tidak pernah membicarakan atau menyebut nama Gita Wirjawan, bahkan saat beliau menunjukkan prestasinya dalam memimpin PBSI, seketika dengan serempak mengagungkan nama Gita Wirjawan setiap saat. Mereka yang biasanya mempromosikan produk susu beruang atau handphone keluaran terbaru, tiba-tiba memasukkan nama Gita Wirjawan dalam promonya. Dalam hal ini, karena saya pernah sangat mengagumi sosok Gita Wirjawan, saya merasa sedikit tidak rela melihat beliau disejajarkan dengan produk susu beruang kalengan.

Tidak ada masalah saat beliau ingin mencalonkan diri menjadi presiden. Gita Wirjawan adalah rakyat Indonesia yang punya hak untuk memimpin negara. Saya yakin beliau juga kompeten dalam hal kepemimpinan. Namun yang membuat masalah (setidaknya bagi saya) adalah cara beliau mempromosikan diri.

Promosi lewat twitter dengan dibantu buzzer yang saat mereka mempromosikan barang saja membuat gerah. Dipromosikan oleh orang-orang yang menurut saya bahkan belum lama tau siapa itu Gita Wirjawan. Malah jangan-jangan tidak tau kalo beliau adalah ketua PBSI.

Pencitraan yang digunakan sungguh membuat orang seperti saya yang tidak paham politik ini merasa tidak perlu menghabiskan waktu untuk masuk ke bilik suara di Pemilu 2014 nanti.

Sungguh wahai pak Gita Wirjawan, saya adalah orang yang sempat mengagumi Anda yang tidak "caper" di media. Bapak orang pintar, gunakan strategi yang lebih baik dan lebih nyaman dilihat mata. Jangan membuat nama Bapak jatuh jauh sebelum waktu pemilihan itu sendiri dimulai. Rakyat Indonesia bukan hanya penonton acara musik pagi abal-abal di stasiun tv swasta itu, Pak. Rakyat Indonesia juga tidak semuanya suka dengan cara promosi selebtwit di twitter yang hampir setiap twitnya adalah twit berbayar yang sangat membosankan dan memuakkan.

Pak Gita, Bapak tidak menggunakan billboard besar untuk bisa diterima langsung oleh masyarakat bulutangkis Indonesia. Bapak juga tidak membayar buzzer untuk memberitahukan bahwa Bapak hampir berhasil membawa PBSI. Saat itu Bapak menunjukkan semua prestasi dengan bukti. Indonesia berhasil memiliki juara dunia, itu salah satunya.

Sebelumnya saya sempat yakin akan memilih Bapak saat mendengar kabar Bapak akan mencalonkan diri sebagai presiden. Karena saya tau prestasi Bapak bersama PBSI. Tapi sekarang saya jadi lebih yakin untuk tidak memilih siapa pun di pemilu 2014 nanti. Tidak terkecuali Bapak Gita yang pernah saya idolakan. Saya memilih masuk dalam Golongan Putih.

Pak Gita, kalau Bapak sampai terpilih menjadi presiden nanti, tolong hentikan segala aktivitas norak yang pernah Bapak lakukan. Kalau Bapak tidak terpilih, kembalilah menjadi Gita Wirjawan seperti sebelumnya, Pak. Gita Wirjawan yang berkharisma dan berwibawa. Gita Wirjawan yang kata-katanya membuat saya menangis terharu. Gita Wirjawan yang walaupun tidak mengerti seluk-beluk bulutangkis, namun mampu membuktikannya dengan prestasi.

Jadi pak Gita, maaf, untuk sekarang, saya tidak lagi mengidolakan Anda. Saya kehilangan kenyamanan dengan banyak hal yang Bapak lakukan.

Tapi terimakasih, Pak. Karena Bapak sudah membuat saya yakin dari hati untuk tidak menghabiskan waktu di bilik suara tahun depan.


Thursday, December 5, 2013

Mencegah Lebih Baik Dari Mengobati

Saya adalah anak kost. Saya sudah kost sendiri sejak kelas X SMA. Seperti anak kost pada umumnya, mie instan adalah makanan favorit sekaligus dewa penyelamat saat kantong kosong karena kiriman belum datang.

Saya pernah berpikir bahwa saya tidak akan pernah bisa hidup tanpa Indomie. Mie kebanggaan bangsa Indonesia ini sebenarnya memang layak masuk ke dalam buku daftar nama-nama pahlawan. Rasanya yang nikmat dan didukung dengan harga yang terjangkau adalah pilihan pas bagi masyarakat Indonesia, terutama kaum rantau yang seharusnya dipelihara oleg negara ini. Tapi mie instan sebenarnya hanya manis di bibir, memutar kata, malah kau tuduh akulah segala penyebabnyaaaaa *mbak fokus mbak*. Benar, mie instan adalah makanan enak, tapi nikmat yang diberikan adalah kenikmatan sesaat yang mungkin saja bisa mendatangkan sesuatu yang membuat kita tidak nyaman nantinya.

Sebagai anak kost, saya berhasil lepas dari jerat kenikmatan sesaat dari mie instan. Sudah sejak pertengahan tahun saya mulai berhenti makan mie instan. Tadinya saya pikir saya tidak akan bisa lepas dari kecanduan mie instan tersebut, terlebih saya saat itu sedang sangat menyukai mie instan asal Korea yang bintang iklannya adalah seorang pria dengan bibir cemokot bernama Lee Yong Dae. Oke, maap, kalimat di atas untuk 17+. Tapi nyatanya saya bisa.

Mungkin tidak banyak efek yang saya rasakan ketika berhenti menyantap mie instan. Namun saya percaya, kalau saya melanjutkan mengkonsumsi makanan ini, efeknya akan saya rasakan nanti di masa depan. Karena kita hidup bukan hanya untuk hari ini, tapi kita juga hidup di masa depan. Apa yang kita tanam hari ini, akan kita panen di masa depan. Bila kita mengkonsumsi makanan yang baik, Insya Allah di masa depan kita juga akan merasakan tubuh yang baik. Begitu pula sebaliknya.

Banyak yang menanyakan mengapa saya berhenti mengkonsumsi. Banyak pula yang berpendapat bahwa hidup yang hanya sekali ini akan sangat sia-sia bila kita menghindari banyak makanan. Bahkan ada yang bilang bahwa saya tidak menikmati hidup dengan memilih-milih makanan yang saya konsumsi.

Tapi menurut saya, inilah cara saya menikmati hidup, dengan memilih makanan yang baik untuk tubuh saya dan tidak sekedar memanjakan lidah dan mengenyangkan perut (juga menambah lemak jahat di badan).

Namun ini adalah pilihan masing-masing. Semua orang punya hak untuk memilih apa yang akan dimasukkan ke dalam tubuh.

Dengan berhenti mengkonsumsi mie instan, saya berusaha untuk membuat hidup saya lebih baik ke depannya. Semoga ini adalah salah satu cara yang benar untuk menjaga kesehatan yang telah diberikan Tuhan kepada saya.

Lebih baik mencegah daripada mengobati, kan?

Keep RAWk!!!

Thursday, November 28, 2013

nDesa Saya Masuk Wikipedia

Apa perasaan kalian kalau tempat kelahiran kalian ada di Wikipedia? Pasti biasa aja. Lhawong kebanyakan mungkin lahir di tempat yang ada di peta. Tapi lain dengan saya yang tempat kelahirannya selain sulit dijangkau juga susah buat dicari di peta.

Sejak semalam, saya lagi suka dengerin lagu Passenger Seat-nya Steven Speak. Karena dengerin lagu itulah saya akhirnya inget kalau ada videonya Vic Zhou dengan backsound lagu tersebut. Judul video tersebut "Vic Chou Driving To Yilan". Kalau mau lihat seperti apa video, silahkan cari di youtube.

Video itu adalah video berdurasi 4 menit 36 detik tentang perjalanan Vic mengendarai mobil ke Yilan (kampung halaman Vic). Tenang, saya bukan mau nyeritain tentang Vic Zhou kok. Selain orang yang ada di video tersebut, yang membuat saya sangat tertarik adalah karena tiba-tiba saya ingat bahwa jalanan menuju Yilan mirip dengan jalanan menuju rumah saya. Jalan raya yang diapit tebing dan laut.

Saya sebenarnya jarang lewat jalanan itu saat pulang, karena saya lebih memilih lewat jalan satu lagi, yaitu sebuah jalanan curam melewati bukit. Karena saat pulang (saya biasa mudik malam hari), ketika sampai di dusun bernama Kalipasir, saya akan melihat bukit yang masih diselimuti kabut pada waktu subuh.

Nah, karena ingat jalanan pulang di video itu, akhirnya saya ketik "Padangcermin" di google. Padangcermin adalah nama kecamatan tempat saya lahir.

Saat hasilnya keluar, ada satu yang membuat saya langsung tertawa gembira. Yaitu tulisan desa Gunungrejo di kolom Wikipedia. Saya buka dan saya makin tertawa karena ada nama-nama kepala desa dari awal terbentuk sampai sekarang. Yang membuat saya tertawa adalah karena nama-nama itu sangat akrab di telinga saya, karena mereka adalah teman-teman Bapak saya. Kenalkan, Bapak saya bernama bapak Wiyatmo. Seorang pria kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah, yang memutuskan untuk pindah ke Lampung pada awal tahun '70an demi mencari masa depan yang lebih cerah, kemudian akhirnya menemukan seorang wanita bernama Jariyah yang merupakan anak ke-4 dari 8 bersaudara. Berkulit putih, bertubuh iwel-iwel dan bermata sipit. Tak kiro Ibuku ki Cina hahahaa...

Sebagai anak rantau yang hanya bisa pulang kampung setahun sekali, saya kurang paham tentang perkembangan nDesa saya. Saat pulang, memang tidak banyak yang berubah dari wajah tempat lahir saya, di samping warganya yang terlihat asing di mata saya. Karena yang tua semakin tua, yang kecil jadi dewasa.

Mungkin sebelum saya tulis tentang Desa Gunungrejo, saya akan cerita tentang dusun tempat saya lahir dulu. Namanya Gunungsari atau biasa disebut Is. Kata mbah kakukng saya sih disebut Is karena lokasi kampung kami di sebelah timur pabrik karet. Lokasi pabrik itu sendiri sekarang sebenarnya bernama Tamansari. Tapi tetap dikenal dengan sebutan "Pabrik", padahal sekarang nggak ada pabrik apapun di sana.

Setau saya (kalau belum berubah), kampung kami terdiri dari 3 RT. Saya tinggal di RT 2 dengan pak RT bernama pak Subur, yang juga adalah seorang transmigran dari Jawa Timur. Rata-rata warga di kampung kami adalah orang Jawa, baik Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Hanya ada satu keluarga Batak, yaitu pak Margono dengan istrinya bu Marice, keluarga pemilik warung terbesar di kampung kami. Dan seorang keluarga Sunda yaitu abah Rojak, yang tinggal di dekat masjid kebanggaan warga Is, yaitu masjid Jami Al Ikhlas. Rumah saya berada di kawasan paling ramai untuk ukuran kampung kami. Dekat sekolah, dekat masjid dan dekat warung. Rumah saya berada di sebuah tanah yang lokasinya menanjak. Jadi dari halaman rumah, kami bisa melihat jalan raya (lagi-lagi, "raya" untuk ukuran kampung kami) serta gunung Gede, yaitu gunung yang berderet panjang di sebelah selatan. Nah, dibalik gunung itulah terletak Teluk Kiluan yang namanya termasyur itu.

Halaman depan rumah kami lumayan luas. Halamannya bukan dari tanah, tapi sudah rata disemen untuk keperluan menjemur kakao. Rata-rata rumah di kampung kami pasti mempunyai halaman yang disemen, karena mata pencaharian warga adalah bertani kakao.

Depan rumah kami adalah rumah pak Subur, sebelah utara adalah rumah pakde Maryan, sebelah selatan adalah rumah pak Ngadiyo, sedangkan di selatan agak menjorok ke belakang adalah rumah pak Paijo. Anak-anak pak Paijo inilah yang membantu saya berada di Jakarta. 3 dari 5 anak pak Paijo bekerja sebagai pegawai pabrik di Balaraja. Selama mendaftar kuliah, saya tinggal bergantian di rumah mereka. Dulu saat kuliah, ketika kekurangan uang dan kiriman belum datang, salah satu dari mereka yang membantu. Selain keluarga pak Paijo, anak-anak dari pak Jumiko (teman Bapak dari Jawa yang juga tetangga) juga selalu menolong saya di masa-masa kuliah. Terimakasih semuanya, saya seperti ini juga karena kalian semua :')

"Hidup yang paling nyaman adalah di desa", begitu kata Ibu saya. Orang yang hidup di desa (dalam hal ini adalah kampung saya) sesusah apapun pasti bisa makan 3 kali sehari. Tempat di mana orang-orang tidak perlu dipaksa untuk makan sayur adalah di desa.

Saat musim paceklik, kakao hanya berbuah sedikit dan kadang brekele (buahnya tidak bagus), orang-orang masih bisa makan dengan tenang. Mungkin mereka tidak bisa membeli bahan makanan dari warung atau pasar, tapi akan tetap selalu ada sayuran yang bisa dipetik dari halaman tetangga. Ada pepaya di belakang rumah tetangga, daun singkong, bayam dan kawan-kawan. Dan semua cuma-cuma alias free tanpa diminta bayaran.

Saya sangat bersyukur karena saya lahir dan besar di kampung terpencil seperti Is. Dari sanalah saya belajar cara hidup yang benar. Dari sanalah saya mengenal tata krama. Dari sanalah saya tau bagaimana harus berjalan di jalan yang benar. Dari sana juga saya tahu apa itu gotong royong dan membantu sesama tanpa pamrih. Dan yang membuat saya lebih bersyukur adalah karena saya lahir di keluarga bapak Wiyatmo.  Keluarga yang mewajibkan anak-anaknya menempuh pendidikan minimal SMA. Di mana pendidikan seakan kurang begitu penting di kampung kami. Karena itulah saya dengan bangga menuliskan nama "Wiyatmo" di belakang nama saya yang pastinya adalah nama kampung.

Satu yang sangat saya kagumi dari kampung kami adalah langitnya. Baik pagi, siang, sore atau malam, langit di kampung kami adalah langit paling menakjubkan yang pernah saya lihat. Saat pagi berwarna oren, siang berwarna biru jernih, sore berubah menjadi jingga keunguan, dan puncaknya adalah saat malam. Ribuan bintang akan terlihat jelas seperti kita sedang berada di pesawat luar angkasa. Saat menghadapan ke selatan, akan dengan jelas terlihat rasi bintang Gubuk Penceng yang membentuk seperti layang-layang raksasa. Selain itu, hampir setiap rumah menggunakan parabola, yang saya percaya adalah satelit yang digunakan warga untuk berkomunikasi dengan makhluk dari planet lain.

Kamu mau kelapa muda, tinggal petik. Kamu mau buah mangga, ada. Kamu mau pisang, silakan ambil. Kamu mau buah salah, tinggal minta ke tetangga. Semuanya ada, hanya jodoh yang tidak saya temukan di kampung saya hahahahaaa...

Nah, ketika sebuah desa terpencil seperti tempat saya ini bisa masuk Wikipedia, tidak heran kalau saya sangat gembira. Bahkan saya punya potongan koran yang memuat berita tentang desa saya yang saya temukan di koran yang saya beli untuk duduk di kapal saat pulang dari kampung. Sekarang masih menempel rapi di lemari.

Semoga suatu saat nanti, saya bisa kembali menghabiskan masa tua saya di desa. Mengingat masa kecil saat saya masih berlarian bertelanjang dada dengan sendal jepit atau bertelanjang kaki. Semoga...

Friday, November 15, 2013

戚伟易

Entah saya harus mulai dari mana. Karena saya mau mengkhayal di postingan ini.

Sudah lama saya mau menulis tentang laki-laki ini. Seorang pria berumur 25 tahun yang menjadi pewaris perusahaan bernama Yi Yang Group. Dialah Qi Wei Yi.

Qi Wei Yi sekarang sudah meninggal. Dia meninggal sebelum Natal tahun 2006. Meninggalkan banyak kenangan pada banyak orang yang mengenalnya, saya salah satunya.

Banyak kenangan tentang Qi Wei Yi yang bisa membuat saya tiba-tiba tersenyum sendiri atau bahkan menangis sendiri bila mengingatnya. Dia adalah sosok yang selalu terlihat dingin, serius dan mempunyai target. Tapi pada kenyataannya, dia adalah orang yang berhati hangat namun kesepian.

Dia meninggal karena kanker hati yang di deritanya. Dia tahu tentang penyakit itu 3 bulan sebelum dia meninggal. Dan dalam waktu 3 bulan itulah, hidupnya menjadi kenangan yang tidak akan terlupakan bagi saya. Bahkan menemani saya menjalani kehidupan sehari-hari.

Qi Wei Yi pernah bilang bahwa orang-orang baik yang meninggal akan pergi ke planet Mars, Lucky Star. Dia juga mengajarkan bagaimana isyarat tangan untuk Lucky Star. Dan saat merasa sedih, gugup atau ruwet, saya selalu mengaitkan kedua tangan saya membentuk Lucky Star. Maka segala kegundahan hati akan hilang.

Tadi pagi, sepulang dari lari pagi, saya pergi ke Pasarminggu. Keadaan pasar agak kurang mendukung sepatu saya. Hujan semalam membuat keadaan pasar menjadi becek. Tapi saya tetap berjalan mengelilingi pasar.

Sambil ditemani suara Qi Wei Yi yang menyanyikan lagu Shou Xi De Wen Rou, saya berjalan. Berharap Wei Yi berdiri sambil memamerkan senyumnya yang khas. Menunjukkan giginya yang gingsul dan lesung pipi serta mata yang sedikit terpejam saat tertawa. Saya dekati beberapa penjual daun bawang yang ada. Karena terakhir saya melihat dia di pasar adalah saat menawar daun bawang.

Tapi setelah berputar-putar, saya tetap tidak menemukan Qi Wei Yi. Saya pun tau, saya tidak akan menemukan Qi Wei Yi di mana pun. Karena Wei Yi sudah ada di hati saya. Saya tidak perlu mencarinya.

Natal tahun ini, akan menjadi Natal ke-7 semenjak kepergiannya.

Sekarang dia pasti ada di Lucky Star. Berkedip setiap malam, mengetahui bahwa saya merindukannya. Menunggunya membalas kode dan isyarat tangan yang selalu saya kirimkan.

Dia pergi ke planet Mars. Sayangnya dia lupa, saat pergi ke planet Mars, tidak ada kendaraan untuk kembali ke bumi. Qi Wei Yi telah kembali ke rumahnya di Lucky Star. Di sini, saya akan terus mengingatnya sebagai orang yang pernah memberikan kenangan indah dalam hidup saya.

Berbahagialah, Qi Wei Yi. Suatu saat kita pasti bertemu lagi.

































Begitulah kira-kira khayalan saya di siang yang mendung ini.

Thursday, November 14, 2013

Hua Ze Lei

“There are two types of regret in
this world. One is losing the person
you love. The other is seeing your
beloved lose happiness"

“we could stop our tears from flowing if we stand upside down.”

Saturday, November 2, 2013

Tuhan Sang Maha Tak Terduga

"Where there is a will, there is a way", begitu kata pepatah lama. Kalimat ini pertama kali saya baca di sampul buku tulis Sinar Dunia (SiDu) ketika SD, yang ketika itu saya artikan menjadi, "Dimana di sana adalah akan, di sana adalah jalan". Tapi ketika saya mulai sedikit tau bagaimana cara berbahasa Inggris, saya akhirnya mengerti bahwa maksud dari kalimat mutiara tersebut adalah "Di mana ada kemauan, di situ ada jalan".

Kalimat yang entah pertama kali diucapkan oleh siapa ini adalah kalimat yang sangat benar adanya. Tuhan memang Maha Mengetahui. Saat salah satu dari makhluk-Nya memiliki impian, maka perlahan tapi pasti, Dia membuka jalan, meskipun itu dengan cara yang kadang sepele.

Saya pernah menulis di blog ini beberapa waktu yang lalu tentang keinginan saya untuk bisa menguasai bahasa Mandarin. Sampai sekarang memang saya belum kesampaian untuk mengikuti pelajaran secara resmi seperti melanjutkan kuliah di jurusan bahasa Mandarin. Karena jangankan untuk melanjutkan kuliah, melihat biaya kursus bahasa Mandarin saja saya sudah ketar-ketir. Mungkin dengan gaji saya sekarang, saya bisa membayar uang kursus bahkan uang kuliah sekalipun, dengan resiko saya hanya makan sekali sehari dengan porsi setengah dan berangkat ke kantor sambil ngamen biar gratis hehehe...

Tapi Tuhan tidak akan menciptakan manusia tanpa akal. Karena itulah keistimewaan manusia, diberi akal.

Seperti yang juga saya tulis di tulisan saya beberapa waktu lalu, saya selalu menyempatkan waktu untuk belajar bahasa Mandarin secara otodidak. Setiap malam sebelum tidur, yang saya lakukan adalah mempelajari apa yang ada di buku petunjuk yang saya miliki. Kadang saking bingungnya saya sampai berkeringat. Tapi Tuhan juga tidak pernah membiarkan saya bingung terlalu lama. Karena tidak mungkin ada pertanyaan tanpa jawaban. Oleh karena itu saya yakin, diciptakannya sebuah aplikasi bernama wechat adalah saya satu rencana Tuhan untuk saya. Iya, wechat. Ada fitur di aplikasi tersebut bernama 'drift bottle' yang memungkinkan penggunanya untuk berkirim pesan dan berteman dengan pengguna dari negara lain. Dan beberapa teman saya di wechat berasal dari negara-negara daratan China. Mereka adalah tempat saya bertanya ketika saya bingung tentang bahasan di buku panduan saya.

Selain belajar sendiri, saya juga rajin menonton serial drama Taiwan dari dvd bajakan yang saya beli Rp. 5000/keping. Bahasa yang digunakan di serial drama Taiwan memang agak berbeda dengan bahasa Mandarin yang menjadi bahasa resmi. Tapi saya juga bingung di mana perbedaannya.
Kadang saya sengaja mematikan subtitle di drama tersebut. Dan itu lumayan membantu.

Alhamdulillah, berkat belajar sendiri selama kurang lebih dua bulan ini, saya sudah bisa menulis sekitar 65 karakter. Meskipun masih kaku dan kadang masih harus berpikir beberapa detik saat membaca. Tapi saya bahagia.

Dan tadi siang, saya bahagia sekali. Mungkin bagi orang lain, kebahagiaan saya ini sepele. Tapi untuk saya, ini semacam menjalani ujian semester dan hasilnya memuaskan.

Jadi tadi siang saya pergi ke supermarket di sebuah mall kebanggaan masyarakat Pejaten dan sekitarnya untuk membeli beberapa barang. Mall yang dulunya hanya berisi mahasiswa Unas dan anak-anak sekolah Gonzaga ini sekarang sudah lebih ramai dan menjadi tempat tujuan para expatriat yang tinggal di sekitar Pejaten dan Kemang.

Tadi ketika saya antre di kasir, saya berdiri di belakang 2 orang bermata sipit dan berkulit putih yang ngobrol menggunakan bahasa yang sangat familiar bagi saya. Beberapa kali saya dengar kata, "meiyou" dan "shi a". Saat dua orang tersebut selesai membayar, salah satu dari mereka bertanya pada kasir. Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan. Tapi karena tampaknya mereka bertiga sama-sama bingung, akhirnya saya tertarik untuk mendengarkan. Dan ternyata 2 orang China tadi sepertinya tidak mengerti bahasa Inggris. Beberapa kali saya mendengar mereka mengucap "sutien" sambil membuat isyarat tangan seperti orang sedang mengipas sesuatu.

Saya dalam hati mengingat-ingat arti kata "sutien" yang mereka ucapkan. Dan saya akhirnya 'ngeh' bahwa 'sutien' yang mereka maksud adalah Shu Dian (书店) atau toko buku. Mungkin isyarat tangan tadi adalah membuka buku.

Saya akhirnya memberanikan diri ikut nimbrung dengan bertanya, "Shu Dian?". Iya, saya bertanya pada mereka. Dan saat mereka bilang iya, akhirnya saya jawab "zai san ceng", yang artinya di lantai 3. Entahlah, saya juga bingung itu toko buku hitungannya di lantai 3 atau lantai 1. Karena saya bingung dengan cara pengelola pusat perbelanjaan menomeri lantai.

Ketika mereka mengucap "xiexie" dan pergi saya langsung merasa bahagiaaaaaaaaaa sekali. Akhirnya apa yang saya pelajari ada gunanya juga.

Walaupun hanya mengucap beberapa kata, rasanya saya sudah menjadi orang paling bahagia sedunia saat itu. Memang ini bukan pertama kali saya coba menggunakan bahasa ini secara langsung, karena saya pernah menawarkan minum pada tamu dari Malaysia di kantor -yang bahasa Inggrisnya bikin pusing- dengan bahasa Cina. Yang saat dijawab saya juga ternyata tetap pusing dan tidak mengerti mereka mau minum apa :D

Seperti yang saya tulis tadi, bagi orang lain, jelas kejadian tadi siang sangat sepele dan tidak terlihat letak hal yang membuat bahagia. Tapi Tuhan Yang Maha Lucu memang sering membuat saya tersenyum bahkan tertawa sendiri karena bahagia. Karena Dia tau, tapi menunggu. Mungkin tadi saat saya berjalan di eskalator sambil menarik napas bahagia, di atas sana, Tuhan juga sedang tersenyum bahagia karena salah satu hadiah-Nya membuat makhluk ciptaan-Nya bahagia. Terimakasih, Tuhan :)

Tuesday, October 22, 2013

Razia Topeng Monyet

Pagi ini saya liat foto di halaman utama koran Media Indonesia. Di foto tersebut, terlihat 3 orang satpol pp menggiring seorang laki-laki setengah baya yang bertelanjang kaki dengan kaos kumal kebesaran. Mukanya tanpa ekspresi. Kosong.

Foto tersebut melengkapi berita tentang razia topeng monyet di Jakarta. Gubernur Jakarta sendiri sudah menetapkan larangan terhadap topeng monyet. Selain dapat menularkan rabies, topeng monyet juga berdampak pada eksploitasi hewan itu sendiri.

Jelas memang hal tersebut sangat benar adanya. Saya sendiri sama sekali merasa tidak ada yang lucu saat menonton topeng monyet.

Saya sayang binatang. Tapi hanya kucing dan ayam-lah binatang yang paling dekat dengan saya. Binatang paling dekat dengan yang terakhir saya miliki adalah seekor ayam jantang turunan Bangkok bernama Samsu yang meninggal sebelum puasa kemarin. Sebenarnya itu bukan ayam saya, karena Samsu tinggal di Lampung. Keponakan sayalah yang menjaganya sampai terakhir kali dia bernapas.

Meskipun saya menyayangi binatang, saya tidak akan turun ke jalan untuk ikut kampanye perlindungan binatang. Saya hampir yakin, saya tidak akan pernah melakukan hal itu karena saya masih harus mengurusi perut saya yang juga harus diberi makan.

Bukannya saya anti-pati terhadap kampanye perlindungan binatang. Saya tetap cinta binatang. Saya tidak akan pernah menyiksa binatang. Bahkan saya memutuskan berhenti minum susu sapi karena tidak tega mengingat payudara sapi ditarik-tarik. Padahal menurut info, memerah susu sapi adalah cara agar payudara sapi tidak sakit. Tapi tetap saja tidak doyan daging dan susu sapi serta hewan berkaki empat lainnya.

Saat melihat foto dan membaca berita razia tadi pagi, saya justru merasa iba pada bapak pemilik monyet tersebut. Jelas perasaan iba saya ini akan ditentang oleh banyak aktivis pecinta binatang.

Mereka memang salah karena telah memperlakukan binatang tidak sesuai kodratnya. Tapi, apa pekerjaan mereka setelah ini? Aktivis?




Tuesday, September 24, 2013

Hidup Untuk Sehat

Lagi rame dietnya Dedy Corbuzier ya sekarang? Banyak orang juga yang mulai tergiur untuk ikut mempraktekkan program diet sang mentalist kenamaan ini. Jenis diet ini memang sudah dibuktikan keberhasilannya oleh Dedy Corbuzier. Saya pernah membaca tentang program diet ini dan ada beberapa poin yang saya setuju, salah satunya dengan puasa. Dalam sebuah hasil penelitian dikatakan bahwa puasa selama kurang lebih 12 jam dapat mengembalikan keseimbangan metabolisme dalam tubuh. Namun tentang dihilangkannya sarapan, saya tetap tidak setuju. Maaf :D

Tapi bukan setuju atau tidak setuju yang akan saya tulis di blog amatir ini. Tapi tentang fenomena banyaknya orang yang ikut dalam program diet ini.

Seperti yang pernah saya tulis dulu, bahwa dalam menjalani gaya hidup, yang harus diubah adalah pola pikir terlebih dahulu. Kebanyakan orang melakukan diet hanya terfokus pada satu hal yaitu mengurangi bobot tubuh sebanyak-banyaknya. Padahal yang paling penting dari sebuah program diet adalah menjalankannya dengan cara yang benar dan tidak melupakan kesehatan badan.

Menjalani hidup sehat adalah yang terpenting karena berat badan akan ideal dengan sendirinya bila tubuh kita sehat.

Melalui pengamatan kecil tanpa data yang saya lakukan di lingkungan sekitar, kebanyakan yang melakukan diet ciptaan Dedy Corbuzier ini hanya karena mengikuti trend yang sedang ramai. Karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat "mainstream", maka ketika ada sesuatu yang baru dan terlihat keren bila diikuti, akan banyak orang yang terpengaruh.

Sah-sah saja menjalankan program diet ini. Toh Dedy Corbuzier pun berhasil dan tetap sehat serta segar bugar. Namun, alangkah baiknya bila sebelum menjalankan program ini, para pelaku harus benar-benar mempelajari dan mengerti benar cara serta kelebihan dan kekurangan, serta siap tidaknya badan kita menjalankannya. Jangan mengikuti sebuah program diet hanya karena sedang "in".

Saya jelas bukan orang yang harus menjalankan program diet dalam bentuk apa pun. Berat badan saya sepertinya sudah cukup ideal mengingat tinggi badan yang hanya 158cm. Tapi sekitar setahun yang lalu, saya melakukan pencarian dan akhirnya menyadari bahwa bukan hanya orang-orang yang berat badannya di atas ideal saja yang harus hidup sehat, tapi saya pun harus tetap menjaga kebugaran tubuh. Dan mulailah saya menjalani metode "Clean Eating". Sebuah metode yang biasa dijalani para vegan dan vegetarian dalam mengatur pola makan. Meskipun saya adalah penganut Islam, saya adalah pengagum cara hidup Budha Sidharta Gautama beserta para pengikutnya yang sangat menghormati alam dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam mengatur pola makan.

Satu hal yang saya alami adalah mulai tidak tega memakan makanan yang berasal dari sumber hewani. Namun saya tetaplah omnivora yang masih belum bisa meninggalkan ayam dan seafood. Namun hampir setahun ini saya tidak menyentuh makanan dari hewan berkaki 4 termasuk produk olahannya seperti susu sapi, keju dan yogurt.

Seperti yang banyak diketahui orang di sekitar saya, saya adalah orang yang sangat mengagumi tumbuh-tumbuhan. Dalam setahun ini, hampir 80% makanan yang masuk ke dalam tubuh saya adalah plant based. No diet. Karena memang diet sangat tidak saya butuhkan. Yang saya dan tubuh saya butuhkan adalah menjalani pola hidup sehat salah satunya dengan Clean Eating. Karena yang menjadi pedoman saya adalah sebuah kalimat, "Take care of your body, it is the only place you have to live in".

Tubuh kita bukanlah tempat sampah yang menjadi tempat penampungan semua jenis makanan. Tubuh kita juga bukan benda mati yang bisa kita perlakukan semau kita. Tubuh kita adalah satu-satunya tempat yang kita miliki di dunia. Tugas kita adalah menghormatinya dengan tetap menjaga kondisinya dengan baik.

Tiga poin penting yang selalu saya terapkan dalan Clean Eating adalah :
- Mengurangi konsumsi makanan.berlemak, terutama dari lemak hewani.

- Mengurangi refined sugar yang biasa terdapat dalam kue atau cake yang terbuat dari gula putih.

- Perbanyak asupan bahan makanan dari tanaman atau plant based.

Dan yang paling penting dari semua jenis gaya hidup termasuk diet adalah tidak lupa untuk teratur olahraga. Percuma saja diet ketat bila tidak pernah olahraga. Seperti menanam bunga di musim kemarau dan tidak pernah disiram. Layu.

Ada yang mengatakan bahwa saya menyiksa diri saya dan tidak menikmati hidup dengan pola hidup yang saya lakukan selama ini. Padahal justru ini adalah cara saya dan tubuh saya menikmati dan menghormati hidup. You guys won't believe kalau saya bilang saya akan tersenyum girang sendirian saat menikmati green smoothies yang saya buat. Mungkin bagi banyak orang, meminum sayuran yang dicampur dengan buah serta memakan sayuran mentah hampir setiap hari adalah cara menyiksa diri. But heaven is so close to me when I makan sayuran mentah dan meminum minuman yang kata orang aneh tersebut.

Tapi yang paling penting adalah saya tahu betul apa yang saya lakukan dan tahu apa yang akan terjadi pada tubuh saya bila berhenti.

Maka, sebelum memulai sesuatu yang baru apalagi berhubungan dengan tubuh yang seharusnya kita hormati ini adalah mengetahui terlebih dahulu apa yang akan kita lakukan. Jangan biarkan tubuh kita menderita hanya karena kita ingin memiliki berat badan ideal dll. Hargai dan hormatilah tubuh kita, karena inilah satu-satunya yang kita punya.

Keep Healthy and Keep RAWk!!!

Sunday, September 8, 2013

I Will Find A Way

Saya adalah jenis orang yang ketika punya kemauan tidak dapat ditahan. Saat saya ingin pergi ke sebuah tempat, saya akan pergi walaupun hujan deras atau jalan kaki sekalipun. Saat saya menginginkan sebuah benda, saya akan berusaha mendapatkannya meskipun pada akhirnya harus membuat sendiri benda tersebut bila memang tidak terjangkau oleh kantong saya.

Seperti juga saat ini, saya tertarik untuk belajar bahasa dari negeri tirai bambu, Cina. Bahasa ini sebenarnya sangat familiar di Indonesia, walaupun mungkin yang sering terdengar oleh kita adalah bahasa daerah, seperti Hokkian dan bukan bahasa Mandarin yang menjadi bahasa resmi. Tapi bahasa yang satu ini sangat tidak asing di negara kita.

Keinginan saya untuk belajar bahasa Mandarin semakin kuat hari demi hari. Tapi hari demi hari pula, niat saya tersebut makin semakin terhalang oleh masalah klasik yang selalu hadir setiap saya punya sebuah kemauan. Yak, uang.

Beberapa kali saya melihat beberapa universitas, salah satunya kampus tempat saya pernah menuntut ilmu di bidang pariwisata beberapa tahun lalu, untuk mencari peruntungan saya melanjutkan kuliah di bidang yang saya inginkan tersebut. Saya agak bahagia ketika membaca kemungkinan mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Cina bila mampu menyelesaikan kuliah D3 tersebut dalam kurun waktu tepat 3 tahun. Saya memang bukan orang dengan otak cemerlang, pun bukan orang dengan kemampuan menangkap sesuatu dengan cepat. Tapi saya menjamin diri saya adalah orang mau bekerja keras.

Tapi ternyata kerja keras saja belum cukup. Niatan untuk melanjutkan kuliah bahasa Mandarin harus tertunda sampai waktu yang tidak ditentukan. Iya, kebahagiaan saya saat melihat tulisan "beasiswa ke Cina" harus berganti dengan senyum yang "capedeh" saat melihat rincian biaya yang harus dibayarkan ketika pertama masuk dan setiap semesternya. Enough said, I'll try another way.

Ketika pulang kampung lebaran kemarin, Bapak saya menyarankan untuk mengikuti les khusus Mandarin. Dan saya pikir itu adalah salah satu cara terbaik yang harus saya lakukan. Dan saat kembali ke Jakarta, saya mulai mencari tempat kursus Mandarin. Sekitar 5 tempat kursus saya hubungi. Bahkan saya sempat menghubungi teman saya yang sekarang tinggal di Taipei untuk menanyakan tempat dia belajar dulu. Di setiap tempat yang saya hubungi, hal pertama yang saya tanyakan adalah biaya. Sebagus dan selengkap apapun tempat tersebut, tidak akan pernah saya masukkan dalam list bila biayanya tidak ramah, karena saya tidak akan pernah bisa berdamai dengan uang. Dan dari semua tempat tersebut, tidak ada satupun yang cocok dengan kantong saya.

Cara kedua belum berhasil. Iya belum berhasil, bukan tidak berhasil, karena siapa tau suatu saat nanti saya bisa kursus atau bahkan melanjutkan kuliah seperti yang saya mau.

I know, I can't deal with money yet. Uang memang agak kurang suka dengan saya sekarang. Dan sepertinya kurang betah berlama-lama bersama saya. Tapi saya tak akan pernah kalah dengan uang. As I always said, "I don't have enough money to pay, but I have enough mind to think". Saya masih punya otak, yang meskipun tidak jenius, untuk berpikir. Saya bisa belajar sendiri. If you wanna get something, you will find a way. And just wait until money fall in love with you.

Dengan berbekal handphone android versi paling menye-menye dan sering jadi ledekan orang saking jeleknya, saya install beberapa aplikasi belajar bahasa Mandarin sederhana. Hp saya yang kata orang jadul pun nyatanya sangat berguna dan membantu dalam hal ini. Saya tonton beberapa video belajar bahasa Mandarin di youtube. Lagi-lagi, menggunakan hp jadul ini. Dan ketika operator fotokopi di kantor saya melihat saya tergila-gila dengan bahasa Mandarin, beliau memberikan sebuah buku panduan belajar bahasa Tionghoa hasil fotokopi dari seorang karyawan keturunan Cina di kantor. Saya kurang tau apakah bahasa Mandarin dan Tionghoa sama atau tidak, tapi yang jelas buku tersebut sangat membantu proses ini.

Lalu dengan keinginan yang semakin kuat, akhir bulan lalu saya sisihkan sedikit uang gaji saya yang setara dengan gaji teman-teman buruh itu (atau lebih rendah mungkin) untuk membeli buku dan kamus yang saya butuhkan. Saya sangat berterimakasih pada @WindyAprisia yang membantu memilih buku dengan isi dan HARGA yang pas untuk saya.

Dan sekarang, saya selalu menyisihkan waktu 15 menit sebelum tidur khusus untuk mempelajari isi buku tersebut dan menghapal 10 kata setiap harinya. Berat memang. Karena tanpa adanya guru yang membimbing, artinya saya harus menggunakan otak saya yang seringkali bermasalah dalam menangkap pelajaran ini secara maksimal. Lebih berat lagi karena saya harus belajar dalam keadaan lelah setelah seharian penuh "bekerja" di kantor. Tapi saya harus segera mematahkan julukan sebagai makhluk Tuhan paling selo dengan belajar setiap hari.

Satu bab dari buku tersebut akhirnya, dengan kerja keras, bisa masuk ke kepala saya. Dan 50 kata sudah mampu saya ingat, meskipun tidak sesuai target. Karena seharusnya saya bisa menghapal lebih dari 50. Tapi ini adalah proses, and I know I am on my way there.

Semoga uang cepat mau bersahabat dengan kehidupan saya. Syukur-syukur kalau mau jatuh cinta sama saya. Masa orang nggak ada yang jatuh cinta sama saya, terus uang juga nggak mau damai. Kok mesakke banget uripku (oke, ini surhat -__-" ).

Untuk kalian yang mempunyai kesempatan, waktu serta kemampuan financial yang mendukung, tetaplah belajar. Ambil kesempatan tersebut selagi ada. Karena ilmu yang kita dapatkan tidak akan hilang seperti wangi sabun yang tidak akan bertahan setelah dipakai. Kita mungkin adalah orang yang bodoh, tapi jangan jadi orang bodoh yang kebangetan. Jangan ngisin-isini. *kitaaaaaaa?*

Tetap belajar, walaupun sesulit apapun rintangannya. And make sure we are on the right path.

"... I will find a way, to breathe this dream everyday." - I'll Find A Way, Letto

Tuesday, August 27, 2013

F4, Cinta Pertama Yang Tak Terlupakan

Sambil ditemani ciuman mesra dari nyamuk dan lagu-lagu dari sebuah boyband asal Taiwan, mari menulis lagi...

Sebagai orang yang mengalami masa remaja di awal tahun 2000an, saya dulu pernah berpikir bahwa laki-laki tampan dan charming adalah laki-laki yang rambutnya di-rebonding. Kalau saya sebutkan itu di depan remaja jaman sekarang, mungkin orang pertama yang pertama kali melintas di kepala adalah Agung Hercules. Rambut lurus sebahu dengan biceps antem-able. Tapi bukan Agung Hercules orang yang sedang akan saya tulis. Tapi 4 orang dari daratan Cina, tepatnya dari Taiwan. Iya, F4.

Jauuuuuuh sebelum ada boyband-boyband dari Korea yang digilai remaja putri saat ini, yang 'wabah'nya sudah menyebar ke hampir seluruh belahan bumi, sudah ada lebih dulu sebuah grup yang sanggup menghipnotis ribuan anak muda bernama F4.

Mereka adalah Jerry Yan, Vic Zhou, Ken Zhu dan Vanness Wu. 4 orang pria yang ketika itu menjadi ikon anak muda pada masa itu.

Semua bermula dari sebuah serial tv fenomenal berjudul Meteor Garden. Tidak usah dijelaskan sinopsis dari serial tersebut. Yang jelas, serial tersebut berkisah tentang percintaan anak muda dengan segala intriknya.

Ketika itu, banyak sekali remaja putri, tidak hanya di Indonesia, tetapi hampir di semua wilayah benua Asia, terutama Asia Tenggara, menjadi begitu fanatik dengan grup yang satu ini. Grup, iya, agak susah sebenarnya menyebut mereka dalam sebuah nama kesatuan. Untuk menyebut mereka boyband, mungkin agak kurang pas karena mereka bukan murni sebuah grup yang menyanyikan lagu-lagu. Yang jelas mereka adalah grup idola yang memiliki pengaruh sangat besar bagi hidup banyak remaja pada saat itu, salah satunya adalah saya.

Jujur, pertama kali menonton serial Meteor Garden di episode pertama, saya agak kesal dengan gaya dan dandanan Jerry Yan atau Yan Cheng Shu yang di serial tersebut memerankan sebagai Dao Ming Shi. Sungguh gaya dan dandanan yang aneh binti ajaib. Celana yang agak ketat di bagian paha, kemeja dengan motif yang susah dimengerti yang juga ketat, dan ikat kepala. Apalagi mereka berempat di serial tersebut digambarkan sebagai kelompok berpengaruh di kampus yang agak arogan karena orang tua mereka adalah pendiri kampus tersebut (orang tuanya tukang bangunan? Maybe).

Saya sendiri lebih jatuh cinta pada seseorang dengan kemeja putih lengan panjang dengan rambut lurus sebahu. Yak, dia adalah Hua Zhi Lei alias Vic Zhou alias Zhou Yu Min alias Zaizai. Dialah orang yang masih beritanya masih saya ikuti sampai sekarang.

Pada waktu itu, pasti banyak sekali perempuan yang ingin punya rambut panjang lurus sepinggang dan punya motor sendiri serta menengadahkan kepala saat menangis agar air mata tidak keluar. Banyak yang ingin seperti Shancai, yang diperankan oleh Barbie Xu. Perempuan yang pada akhirnya malah jadi pacar Zaizai di kehidupan nyata :|

Bagi saya, F4 adalah cinta pertama. Karena mereka adalah orang-orang yang pertama kali saya idolakan di masa remaja saya. Jauh sebelum saya tau Shintaro Ikeda, Jason Mraz, Jan O. Jorgensen dan Lee Yong Dae. F4 adalah artis yang mengisi keseharian banyak orang termasuk saya.

Saat pulang kampung di Idul Fitri kemarin, saya sempat pergi ke atas plafon rumah bagian dapur yang dulunya adalah tempat saya menyembunyikan diri sambil makan siang dan menghadap ke arah selatan melihat atap-atap rumah tetangga yang tertutup pohon-pohon di halaman mereka. Saat ini "the chamber of secret" itu sudah difungsikan sebagai gudang. Di sana, saya menemukan banyak sekali kenangan masa remaja. Mulai dari buku-buku sd, poster-poster pemain sepakbola, tulisan-tulisan yang mungkin adalah cerpen yang saya tulis semasa sd dan smp, serta beberapa hal tentang F4.

Saya juga menemukan sebuah tulisan di sampul buku ppkn sd kelas 5, yaitu, "I want to study hard, so  I can be a human". Entah apa maksud dari tulisan itu. Am I an alien? Or a Martian? Probably.

Benda paling berharga yang saya temukan di sana adalah setumpuk kertas putih yang diatasnya ditempeli gambar-gambar personil F4. Beberapa ada yang dilem menggunakan nasi. Saat itu saya yang memang tinggal di kampung tidak selalu memiliki lem, even lem kertas. Kalau cat minyak malah saya punya banyak
:D

Salah satu bukti bahwa F4 adalah cinta pertama saya yaitu hampir semua cover buku pelajaran saya adalah gambar F4. Dan ada beberapa gambar Agnes Monica dan Roger Danuarta -_______-"

Awal tahun ini, untuk memulai sebuah festival tahun baru Cina, sebuah stasiun tv membuat kejutan besar bagi penggemar F4 yaitu menyatukan mereka dalam satu panggung. Betapa bahagianya penggemar F4 dari banyak negara yang mungkin sekarang banyak yang sudah berkeluarga. Atau bahkan punya anak.

Ketika video reuni manis tersebut diunggah ke youtube, saya langsung meluncur dan alhasil mata saya basah karena terharu mendengar lagu-lagu yang merupakan soundtrack dari serial Meteor Garden 1 ataupun 2.

Mereka berempat sudah dewasa :')

Satu-satunya orang yang menurut saya tidak berubah adalah Jerry Yan. Sedangkan Vanness, Xiao Tian dan Zaizai terlihat lebih dewasa.

Di konser itu terlihat banyak penonton yang meneteskan air mata haru karena bahagia.

Saya sih tetap takjub sama Zaizai. Walaupun Jerry Yan yang tetap sangat "Meteor Garden", tapi orang yang paling menarik tetaplah Zhou Yu Min.

Saat mereka atau salah satu dari mereka bermain di sebuah film atau serial drama, saya kadang agak sulit membedakan karakter mereka. Ketika tahun 2006, Zaizai bermain di drama Silence, dia memerankan seorang pria introvert yang mengidap penyakit mematikan. Ketika dia menangis, saya seperti ingin bilang, "Do the handstand!!" karena saya ingat quote terkenal dari Hua Zhi Lei di MG, yaitu, "If you are about to cry, do the handstand. So your tears won't fall down", 'till finally I realize that it was the different drama :D

Di serial Mars (Zhan Shen) yang bintang utamanya adalah Zaizai dan Barbie Xu, saya kadang-kadang berpikir, saat sedih Chen Ling (Zaizai) berubah menjadi Lei. Dan saat adu argumen, Han Qi Luo (Barbie Xu) sangat "Shancai".

Meteor Garden juga merupakan awal mula saya sangat percaya pada drama Asia. Pesan moral yang sangat bisa diambil dan menjadi bahan pertimbangan saya untuk percaya adalah bahwa setiap perempuan, walaupun perempuan biasa, tidak cantik dan tidak kaya, akan tetap menemukan laki-laki idamannya. Maka dari itulah awal saya sangat mempercayai drama Asia dan menjadi salah satu dari 3 hal yang sangat saya percaya, selain zodiak dan alien di jagad raya.

Sekarang saya sedang mendengarkan lagu Liu Xing Yu. Dan saya berharap malam ini saya bisa bertemu Hua Zhi Lei atau Zaizai di dalam mimpi indah.

Zhai Jiaaaaaan....

Sunday, August 25, 2013

3 Hal Yang Saya Percaya

Selain Allah swt beserta segala Firman-Nya dan orang tua saya, dalam hidup ini hanya ada 3 yang saya percaya.

Pertama, saya percaya zodiak. Zodiak sangat mengerti saya. Whatever people will say, saya tetap akan percaya zodiak.

Kedua, saya percaya alien itu ada dan mereka juga percaya bahwa kita juga ada dan saya yakin mereka juga sedang mengirim pesan untuk kita. Dan saya pun yakin, antena parabola adalah pendeteksi alien yang disamarkan menjadi antena televisi.

Yang ketiga, saya percaya pada drama asia. Di kebanyakan drama asia, gadis "biasa" selalu bisa mendapatkan laki-laki yang diidamkannya lalu hidup bahagia selamanya. Sebagai gadis "biasa", saya harus percaya itu.

Ya gitu aja sih.

Thursday, July 11, 2013

Raw Oatmeal Pudding

Sebagai salah satu dari banyak pemuja raw food, saya akan coba menuliskan sebuah resep yang saya temukan kemarin malam.

Resep puding ini sebenarnya lanjutan dari Chocomole yang sebelumnya sudah saya postingan di sini. Berawal dari kenaikan harga alpukat yang melonjak mengikuti naiknya harga bahan bakar minyak, maka beberapa hari yang lalu saya berpikir keras untuk mencari bahan lain pengganti alpukat, demi memenuhi hasrat saya untuk memakan puding sehat.

Lalu hari Minggu lalu bertemulah saya dengan pisang. Buah murah meriah yang bisa kita temukan di warteg dengan harga Rp. 1000. Kemudian saya berpikir bahwa tekstur pisang dan alpukat hampir sama dan pisang tidak membutuhkan pemanis tambahan seperti alpukat (pada Chocomole saya menggunakan kurma sebagai pemanis).

Maka saya campur pisang dan cacao powder di penghancur makanan yang dalam hal ini saya menggunakan food processor yang diberikan free saat kita membeli blender. Rasanya manis dan teksturnya menyerupai krim coklat.

Dan setelah berpikir beberapa hari, akhirnya saya bisa menyempurnakan pudding coklat saya. Seperti inilah resepnya :

Bahan :

- 2 pisang
- 2 sdm bubuk kakao
- 3 sdm oatmeal

Cara :

- Kupas pisang, potong-potong kecil dan masukan ke penghalus makanan.
- Tambahkan oatmeal dan bubuk kakao
- Proses dengan kecepatan tinggi hingga semua bahan tercampur dan lumat serta bertekstur lembut.
- Siap dihidangkan.

Untuk bubuk kakao, usahakan untuk mencari raw organic cacao powder. Namun bila tidak memungkinkan, carilah cacao powder yang tidak banyak mengandung campuran. Memang agak sedikit mahal dibandingkan dengan bubuk kakao biasa.

Selamat mencoba ^^

Sunday, June 30, 2013

Istora : Antara Nasionalisme dan Kegilaan

Nulis tentang Istora lagi mbak? Duh...

Iya, sampai hari ini diriku memang belum bisa move on dari gelaran Djarum Indonesia Open 2013 yang macam pesta rakyat meriahnya itu. Tiap hari Minggu masih berharap itu adalah final, atau berharap waktu semifinal terulang kembali. Tapi hari terus berganti dan kita harus menerima kenyataan bahwa Indonesia Open sudah berlalu, dan aku juga harus menerima kenyataan bahwa sampai sekarang tetap belum punya pacar lagi *koplingnya mbaaaak, kebablasen*.

Sebagai orang yang baru punya duit buat beli tiket, biasanya aku cuma bisa menikmati gegap-gempita Istora Senayan lewat tv dan nangis haru tiap liat betapa gilanya suporter Indonesia. Ini gila dalam hal positif ya, bukan gila macam suporter cabor sebelah yang seneng nyegat bis tim tetangga *disambit batu sama suporter oren*. Istora yang kata Jan O "a very incredible place", memang beneran tempat yang bikin orang yang mungkin nggak bener-bener suka dan merhatiin bulutangkis pun bisa jejeritan kesetanan saat berada di Istora menyaksikan pendekar bulutangkis bertanding.

Kursi vip yang di bayanganku itu tempat di mana suporter pendiam seperti aku duduk, ternyata sama dengan tribun kelas 1atau 2. Pecaaaahhhh....

Aku paling seneng waktu mc, si Steny Agustaf, minta penonton untuk bikin ombak. Pinggang yang tua renta ini sih agak linu ya pas disuruh berdiri-duduk-berdiri-duduk berkali-kali. Tapi pas liat lautan manusia yang membuat gerakan ombak dan menyadari kalau aku salah satu dari 'ombak' itu, rasanya langsung bahagia banget kayak dapet duit gocapan segepok.

Untuk kapasitas stadion yang sebenernya kalah jauh dari negara-negara lain seperti Malaysia atau even Singgepoh, Istora bisa ngasih keangkeran yang jauuuuuhhhhh lebih mengerikan dari negara manapun. Ya ane sih nggak pernah nonton secara langsung ke Malaysia atau Singgepoh ye. Boro-boro mau nonton ke luar negeri, Superliga sama Axiata Cup yang cuma di Surabaya aja kita nggak mampu *kitaaaak?*. Tapi pan kite punya internet ye bang, jadi bisa nonton di yutup dan mengamati keadaan penonton di sono.

Dan dari hasil stalking di instagram dengan search keyword #badminton dan #Leeyongdae, bisa dipastikan bahwa penonton di negara lain masih jinak. Contohnya aja yang masih anget Singapore Open SS. Aku liat foto-foto di instahramnya anak Singgepoh yang nonton langsung, dia bisa duduk di belakangnya rombongan Korea di kursi penonton yang salah duanya adalah Ko Sung Hyun dan Lee Yong Dae. Kayaknya sih masih sepi, mungkin masih babak pertama atau kedua. Yatapi di kursi penonton aja gitu, ngampar bareng penonton. Mau babak pertama atau babak kualifikasi sekalipun, itu kalo LYD berani duduk di kursi penonton di Istora yang sama aja cari matik. Lha Indonesia Open belum mulai, mereka baru nyoba lapangan dan latian aja udah sekompi yang nonton. Baru latian dan LYD masih tanding 2 atau 3 hari lagi padahal. Nggak tau itu suporter Indonesia maunya apa, lhawong cuma latian kok udah rame *geleng-geleng* *ketiban kaca*.

Kadang-kadang, dipikir-pikir itu penonton Istora pada sedeng semua sih. Bukan kadang deng, emang pada gila by default. Selain bibirnya yang pada kayak toa dan totalitas nonton yang nggak usah diragukan lagi, penonton Indonesia juga gampang banget ngasih dukungan ke pemain negara lain, asalkan nggak lagi ngelawan pemain Indonesia. Disenyumin atau didadahin sama pemain bule yang nggak tau namanya dan nggak tau dari negara manaaja langsung didukung. Pokoknya asal mereka ramah aja, pasti dapet dukungan dari bonek Istora. Makanya pemain-pemain ramah kayak Chris Adcock sama Gabby White pasti dapet banyak dukungan, dan nggak jarang pula dapet kado.

Penonton Istora memang menerapkan apa yang menjadi ciri manusia Indonesia, senang tersenyum dan ramah. Yatapi jangan harap situ pada dapet senyum dari kita kalo situ lawan pemain Indonesia. Zhang Nan/Zhao Yunlei aja grogi gitu lawan Ricky/Richi.

Yang bikin heran, babak pertama sampai perempat final yang digelar di hari kerja, kenapa bisa penuh begitu? Emang mereka nggak kerja? Nggak kuliah? Nggak sekolah? *anu mbak, permisi, lha situ nggak kerja kok nonton dari babak kedua? :|*. Tapi ya emang harusnya nggak heran sih, lha kayak yang dibilang tadi, baru latian aja, yang nonton udah seabrek. Padahal tiketnya naik jauh dari tahun lalu. Tiket vip babak kedua yang tahun lalu cuma gocap, taun ini jadi 125rebu aja gitu. Tapi sebanding sih sama apa yang didapet. Puasnya itu lho.

Perkiraanku pas final mungkin penontonnya nggak sepenuh semifinal karena wakil Indonesia di final cuma 1, itupun akan melawan pasangan ranking 1 dunia. Tapi nyatanya pemirsa, beuuhhh, itu lautan manusia makin banjir dan katanya sih tiket vip 95% terjual. 400rebu aja gitu, laku keras. Ini suporter bulutangkis makin kaya apa emang darah nekatnya semakin menjadi-jadi. Kalo aku sih sebagai kaum duafa, nyipain duit tiket udah dari setaun yang lalu. Nabung tiap bulan seratus ribu dan ternyata masih sisa banyak karena Alhamdulillah wa sukurillah, sebagai manusia yang sering menang kuis, aku dapet 2 tiket vip hrates dari Djarum Badminton untuk semifinal. Jadi sisa tabungannya bisa ditabung lagi untuk nonton taun depan, dengan catatan Indonesia Open taun depan aku belum bersuami, yo ra? :D

Buat pecinta bulutangkis yang nggak nonton langsung sih pasti nyesel ya, apalagi yang rumahnya di Yakarta. Karena kalaupun belum bisa beli tiket untuk vip, masih ada kelas 1 atau kelas 2 yang bandrol harganya masih didiskon. Aku juga mau sih nonton di kelas 2 yang nggak bikin kantong bolong, tapi mata silinderku nggak mau diajak musyawarah. Nanti kalo pantatnya LYD bentuknya silinder kan malah bahayak. Tapi pokoknya yang penting sih seru-seruan bareng. Mau nonton di vip, kelas 1 atau di kelas 2 yang letaknya di ujung berung, tetap dapet keseruan yang nggak akan didapet di manapun, di negara manapun.

Alhamdulillah sih taun ini bisa duduk di vip 3 hari, dari babak kedua sampai semifinal, karena kalau pas lagi sepi suara kita bisa kedengeran. Iya, ini mulai norak lagi. Waktu perempat final, aku nonton sendirian dan masih tetep teriak-teriak kayak yang di Istora tetangga dari kecil semua, padahal nggak ada satu pun yang kenal. Waktu itu sih manggil Chen Jin kenceng banget terus dianya nengok, terus orang-orang di sampingku juga nengok semua. Ben :|

Karena taun depan sponsornya bukan Djarum lagi, mungkin penyelenggaraan akan berbeza. Walaupun mungkin sponsornya masih sodaranya Djarum juga sih katanya. Tapi mungkin akan tetap meriah atau lebih mungkin, karena pertama kali jadi sponsor utama, jadi pasti kasih sesuatu yang beda. Kita tunggu aja. Btw, selamat tinggal DIO :'D

Jadi mari kita rajin bekerja dan giat menabung dari sekarang, supaya tahun depan bisa dateng lagi ke Indonesia Open mendukung pendekar-pendekar bulutangkis Indonesia berlaga, juga kesempatan melihat aksi pemain bulutangkis dunia yang biasanya cuma bisa kita lihat foto atau videonya di internet.

Jayalah Bulutangkis Indonesia!!!

Sunday, June 23, 2013

The Power of Alay-ness

     Ketika itu 15 Juni 2013. Suasana Istora sudah mulai sepi. Hanya ada sekitar 500an orang yang bertahan di dalam. Dua di antaranya adalah aku dan sahabatku, Fitria *haseeeeekk, udah kayak buku bahasa Indonesia belum?*.

     Harusnya ini masuk ke postingan "The Story of #NgIstora (part 4)". Tapi ini harus dibuat postingan tersendiri demi kebaikan dan kelangsungan umat manusia.

     Terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah membuat Istora lumayan sepi malam itu, terutama daerah tempat aku dan Fitria duduk. Hanya ada beberapa cewek-cewek seumuran aku dan Fitria (baca : abg), dan beberapa orang yang nggak sempat aku lihat. Match terakhir malem itu semacam bukan pertandingan bulutangkis, melainkan sebuah show dari boiben Korea yang akhir-akhir ini ramai digelar. Bayangpun, ada 4 orang pria berkulit porselen dan wajah alamak ganteng amat yak, siap untuk mengisi lapangan yang jaraknya hanya beberapa meter dari pandangan mata.

     Announcer udah bersuara, beberapa orang maju ke pinggir lapangan tempat para atlet yang akan bertanding lewat nantinya. Aku yang ingin menjadi manusia mainstream pun meloncati kursi untuk ikut berbaris di pinggir lapangan. Bermodalkan kamera henpon milik Pipit, aku nyalakan kamera video.

     Nama Yoo Yeon Seong dan Shin Baek Cheol dipanggil oleh announcer. Keluarlah 2 orang berbadan tinggi tegap dengan kulit yang bening sebening gelas belimbing. Mungkin mereka tiap hari mandi pake Tje Fuk atau minum pelitur 3 kali sehari.

     Sebagai orang norak *hidup noraaak!!!*, aku yang hidup di antara garis pengaharapan yang tak pernah padam ini, menjulurkan tangan ke depan, ke arah Yoo Yeon Seong dan Shin Baek Cheol. Dan yah, Shin Baek Cheol dan Yoo Yeon Seong ternyata merelakan tangannya bersalaman dengan gadis norak ini. Rasanya gimana rasanya? Halus kayak tepung aaaaakkk...

     Lalu dipanggillah orang yang ditunggu. Ko Sung Hyun/Lee Yong Dae melangkah bak super model papan atas. Orang-orang di sampingku histeris dan menjulurkan tangan dengan norak lagi. Begitupun aku. Tapi mereka hanya tersenyum (terutama Ko Sung Hyun sih yang senyumnya lebar banget). Dan Gusti Pangeraaaan, itu komuknya Lee Yong Dae deket banget di depan muka ane. Dengan kumis tipis yang menghiasi bibirnya nggak terkontrol, and those biceps ooo em ji what the hell. Lee Yong Dae enak banget keliatannya ya Alloooh. Seger-seger manis gimana gitu. Dan Sung Hyun Oppa, badannya beuuhhhhh, ototnyaaaaaaah, pundaknyaaaah, betisnyaaaaaaaaahh, biceps-nyaaaaaaahhhh aaaaahh *pingsan*.

     Pipit terlihat ketawa ngekek dari atas kursi. Biarin, yang penting akoh udah salaman (--,).

     Pertandingan ini semacam pertandingan hiburan. Aku sih berharap match-nya rubber. Eh ternyata nggak. Sepanjang pertandingan, kami ditemani oppa-oppa Korea yang terdiri dari pelatih MD (yang pas quarter final dicegat cewek-cewek di pintu masuk diajakin foto), juga ada 2 atlet MD Korea yang masih kecil kayaknya, entahlah siapa namanya aku juga nggak hapal. Salah satunya Kang Ji Wook kalo nggak salah.

     Tim Korea lumayan rame juga ternyata. Rame ngetawain kami-kami yang sibuk dan nggak bisa nahan diri untuk nggak teriak ke makhluk halus yang ada di lapangan. Ini halus dalam arti yang sebenarnya.

     Pertandingan dimenangkan oleh Ko Sung Hyun/Lee Yong Dae dalam dua set. Dan acara malam itu pun selesai. Tapi ke-norak-an dan ke-alay-an tidak selesai sampai di situ.

     Kami keluar Istora. Beberapa orang berkumpul di depan pintu masuk atlet. Kebanyakan tentu saja adalah kaum hawa. Tapi ada beberapa juga pria-pria khilaf yang ikut nunggu.

     Dengan harap-harap cemas, aku dan Pipit berdiri dengan pedenya di depan pintu masuk bis sambil ngobrol dengan pak sopir bis yang malah nyuruh kami ke hotel. Aku sih lebih pengen nyelinap ke dalem bis dan minta diculik dibawa ke Korea daripada harus nungguin di hotel. Tapi nyatanya, nggak ada satu pun dari pria-pria porselen itu yang mau nyulik aku :(

     Setelah beberapa waktu menunggu, akhirnya satu-persatu orang keluar. Dimulai dengan beberapa orang yang duduk di belakang kami saat di dalam. Suasana masih aman saat rombongan ini masuk bis. Lalu keluarlah Shin Baek Cheol. Hormon norakku membuncah. Dengan tekad dan hasrat yang meluap-luap, aku mendekat ke pintu bis dan nyolek tangannya Shin yang masih keringetan. Entah Pipit melakukan apa. Yang jelas suasana mulai kacau.

     Lalu porselen kedua keluar. Ko Sung Hyun dan Yoo Yeon Seong-nya akoh keluar dan masuk ke bis. Menurut laporan, Pipit sempat megang jaketnya Sung Hyun Oppa. Jaket? Iya jaket. Biarlah, lumayan. Aku sendiri harus puas hanya dengan megang tangannya Yoo Yeon Seong-nya akoh (LAGI).

     Keadaan mulai tak terkontrol gara-gara Ko Sung Hyun.

     Mereka sudah mengambil posisi masing-masing di kursi bis. Shin Baek Cheol duduk paling depan. Sung Hyun dan yang lain menempati kursi belakang. Tapi jagoannya belum muncul juga. Seperti biasa, ini memang selalu terjadi. Pemeran utama selalu muncul terakhir kayak polisi India.

     Setelah menunggu di bawah hujan badai, petir menyambar, tanah longsor, gempa bumi dan tsunami, akhirnya beberapa teriakan histeris bergemuruh. Beberapa orang dengan rompi kuning berjalan menuntun seseorang yang berjalan pasrah sambil menundukkan muka. Yah, dialah tersangka utama yang ditunggu. Suara histeris terdengar di mana-mana. Dan itu muka makin deket aja sama kita. Oh Tuhan, begitu indah ciptaan-Mu. Begitu halus dan sempurna buatan-Mu. Subhanalloh :')

     Semua orang berebut untuk memegang bagian badan dari Lee Yong Dae. Norak yo ben. Mumpung belum nikah yo ra?

     Aku dapet pipinya. Pipit dengan tanpa kasih sayang ngeremes biceps-nya dan langsung lonjak-lonjak kegirangan. Kalo pada mau tau kayak apa rasanya pipi Lee Yong Dae, rasanya halus dan kemlenyer, sampe sekarang aku masih bisa ngerasain dan ngebayangin sentuhan-sentuhan yang terjadi malem itu. Mumpung kami masih abg, jadi ya gpp lah ya.

     Sampai di dalam bis, LYD langsung diledekin temen-temennya. Dia cuma cengar-cengir salah tingkah.

     Sampe beberapa menit, bis belum jalan juga. Ternyata mereka nunggu si Yip Pui Yin jiayo. Ohhh God, I can kill myself and exchange my life with Yippy. Itu cewek sendiri di dalem bis yang isinya porselen semua pegimana rasanya cobaaaak? Ya Rosullll...

     Setelah Yippy masuk, pintu bis ditutup dan bis perlahan berjalan. Oppa ganteng kita semua duduk di pinggir jendela. Dia sempat senyum dan melambaikan tangan dengan diiringi oleh jeritan histeris oleh para Jamaah Al-Lee Yong Dae-iyah.

     Entah dirasuki oleh hantu darimana, aku dan Pipit langsung lari ke parkiran dan ngebut entah kemana. Tanpa helm dan peralatan perang, Pipit menjalankan motor bak kesetanan. Tujuan kami adalah satu, Hotel Atlet Century. Setelah muter-muter nyari tempat parkir, kami lari-larian ke lobby hotel untuk mencari pengharapan. Ya siapa tau aja, ye nggak?

     Tapi hari itu ternyata keberuntungan kami ternyata hanya sebatas sentuhan. Yippy yang satu bis dengan tim Korea ternyata sudah asik ngobrol dengan fans-nya di depan hotel. Berarti dimana oppa-oppa kita? Ya udah bobok atau mandi mungkin. Padahal kalo capek, kami juga rela suruh mandiin atau kalo ada yang masuk angin, aku ahli hal kerokan. Tapi sayang seribu juta kali sayang.

     Petualangan kami harus berhenti hari itu. Kami pulang dengan tangan yang tidak lagi hampa.

     Semoga tahun depan kami bisa berjumpa lagi dengan pasukan porselen ini. Sampai jumpa, Oppa
:*

Saturday, June 22, 2013

The Story of #NgIstora (part 5) "A Happy Tears For A Legend"

     16 Juni 2013 adalah hari bersejarah yang nggak mungkin aku lupain sepanjang hidup. Untuk pertama kalinya aku nonton final Indonesia Open secara langsung. Biasanya cuma mampu nonton di tv. Ya you know lah, masalah keuangan selalu menjadi penghambat nomer 1.

     Pagi hari, aku dan Fitria bertemu di depan Istora. Dimulai dengan mencari loket penjualan tiket kelas 1, foto-foto di lokasi-lokasi yang menarik, dilanjut dengan nyari sarapan di depan GBK. Fyi, soto ayam di depan GBK harganya 15rb. Seselai makan kami kembali ke Istora dan langsung menuju booth Yonex untuk mengambil kaos yang dibagikan gratis. Kemudian kami masuk ke tribun kelas 1 dan mencari tempat duduk paling wueanak.

     Jam 11, suasana mulai terasa meriah. Penampilan perkusi dan DJ mengawali dibukanya acara final hari itu. Tata cahaya luar biasa ditambah dengan kemeriahan penonton yang tetap hadir meskipun harga tiket yang melambung dan wakil Indonesia yang hanya 1 di final.

     Acara hiburan dilanjut dengan penampilan grup tari Rumingkang lalu dilanjut dengan kemeriahan grup musik Project-Pop yang menyanyikan beberapa lagu. Di tempat duduk khusus pemain, tampak keluarga besar Taufik Hidayat berkumpul mengenakan baju yang sama dengan aku pakai. Aku mulai merinding ketika melihat mereka, dan mataku mulai.panas saat Project Pop menyanyikan lagu "Ingatlah Hari Ini". Aku langsung menggandeng tangan Fitria yang duduk di sampingku.

     Perasaan dan emosiku campur aduk mendengar lagu itu dan mengingat apa yang akan terjadi selanjutnya. Mataku tetap memanas dan puncaknya adalah ketika jajaran PBSI berkumpul di dekat podium. PBSI 1 melambaikan tangan dengan senyum manisnya ke arah penonton. Pak Gita Wirjawan memberikan sedikit kata sambutan yang nyatanya walaupun sedikit tetap membuat mataku makin panas. "Once Champion, Always A Champion" adalah kalimat yang membuat mataku membanjir tak tertahan. Yah, PBSI 1 memberikan ucapan terimakasih kepada  sang juara kebanggaan Indonesia yang hari itu akan melepas senjata dan meninggalkan medan perang yang selama lebih dari 17 tahun digelutinya. Dialah Taufik Hidayat. Si anak kontroversial yang namanya sangat dihargai oleh bulutangkis dunia. The Smiling Assassin yang mempunyai backhand smash lebih baik dari siapa pun.

     Sebuah video tentang TH diputar. Mataku masih belum mau berhenti mengalirkan airmata. Sampai ketika mc memanggil nama sang pahlawan diikuti dengan munculnya seorang pria berjaket merah yang tersenyum menahan air mata, mataku makin pecah. Perasaan sedih, bangga, terharu dan emosional bercampur menjadi satu.

     Taufik berdiri di depan mic, mengucapkan retirement speech-nya di depan publik Indonesia yang hadir di Istora waktu itu. Gemuruh tepuk tangan dan suara-suara yang memanggil namanya serentak hilang saat Taufik memulai kata-katanya. Wajah-wajah penuh haru tampak di sekitarku. Taufik berhasil menahan air matanya. Banyak orang menangis hari itu. Tangisan yang tentunya adalah campuran rasa sedih, terharu, terimakasih dan bangga karena telah menjadi saksi berhentinya sang legenda.

     Taufik mengakhiri pidatonya dengan ucapan terinakasih. Dan saat Taufik masuk, mc meminta penonton yang hadir untuk sama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya. Habis sudah mataku.

     Banyak penonton yang memakai kaos "We Love Taufik" termasuk aku. Tidak terkecuali para atlet baik nasional maupun internasional. Bahkan beberapa atlet Cina yang sudah kalah datang ke Istora hari itu. We DO love Taufik. Terimakasih, pahlawan. Terimakasih atas dedikasi dan prestasi yang telah kau berikan. We all wish a happy life for you. Thank you, mr. Taufik
:')

     Keharuan masih tersisa. Tapi pertandingan harus berlanjut. Match pertama adalah ganda putri antara Wang/Yu vs Bao/Cheng. Inget apa yang aku tulis di part 1? Orang yang foto sama aku dan Fitria berpotensi langsung juara terus atau langsung kalahan. Dan hari itu, Wang Xiaoli yang saat latihan di hari Minggu sempat foto sama aku, harus melepas gelarnya tahun lalu. Entah kekalahan ini permainan atau bukan, hanya Tuhan dan paduka Li Yongbo yang tau.

     Match kedua menggemuruh. Pertandingan antara Datok Lee Chong Wei vs Marc Zwiebler berlangsung sengit. Pada akhirnya Datok dapat memenangkan pertandingan dan berdiri di podium tertinggi. Penonton histeris ketika Datok menukar bajunya dengan milik Marc, kemudian menggantinya dengan kaos "We Love Taufik". Iya, Datok memang teman baik Taufik. Teman baik yang sekaligus 'musuh bebuyutan' di lapangan. Aku terharu lagi. Satu persatu maestro bulutangkis melepas senjata. Setelah Peter Gade, menyusul kemudian Taufik, mungkin selanjutnya Lin Dan dan Lee Chong Wei akan segera menyusul. Entahlah, tidak ada yang tau. Yang jelas, sebelum pensiun plis temuin aku sama Lin Dan, Ya Alloh :')

     Match ketiga adalah tunggal putri. Yang lagi-lagi harus menempatkan wakil dari negara tirai bambu, Li Xueri melawan mbak Yuliani Schenk dari Jerman. Kita menyaksikan sendiri, Hittler kalah dari Mao Tse Tung XD
Dua gelar untuk Cina.

     Match keempat adalah match palinh ditunggu oleh seluruh publik Istora. Lampu dimatikan. Hanya ada lampu sorot yang mengarah ke pintu keluar atlet. Beberapa penari berdiri di depan pintu. Musik gempita diperdengarkan. Another goosebump moment. Bulu-bulu kakiku berdiri. Dan mbak Fitria yang ga terlalu banyak teriak, sibuk ngurusin bulu tangannya yang berdiri.

     Nama Ko Sung Hyun/Lee Yong Dae dipanggil. Jeritan histeris terdengar di mana-mana. Wanita-wanita berubah menjadi atraktif karena ada 2 anggota boyband yang berjalan sambil pamer otot dan bibir. Suasana makin kacau balau saat nama satu-satunya wakil Indonesia dipanggil. Muhamad Ahsan/Hendra Setiawan berjalan ke arah lapangan didampingi oleh benerapa penari yang memakai baju kelap-kelip.

     What a sensual match, hahahaa

     Ko Sung Hyun/Lee Yong Dae seperti antiklimaks. Menghadapi Ahsan/Hendra mereka seperti tida berkutik. Defense mereka yang biasanya rapat, dapat dengan mudah ditembus. Dan smash halilintar mereka lebih meleset.

     Jari Ahsan sempat terluka dan berdarah di akhir-akhir babak kedua. Setelah sempat dihentikan, akhirnya pertandingan dilanjutkan dan akhirnya, satu-satunya wakil kebanggaan Indonesia berhasil menumbangkan satu-satunya wakil Korea. Tapi terimakasih Ko/Lee, karena kalian bermain luar biasa sepanjang turnamen, maka kami bisa tetap menyaksikan paha-paha semok dan otot gigit-able milik kalian sampai di partai puncak.

     Tribun tempat aku duduk mulai rusuh saat pembagian hadiah. Semua orang merengsek ke depan tidak terkecuali aku. Menyaksikan dari dekat karingat Ko Sung Hyun yang segede-gede jagung nempel di biceps-nya, bikin aku haus dan keroncongan. Kayaknya enak banget itu lengan atasnya Sung Hyun Oppa. Enaaaak~

     Pak Gita sempet nyuruh Sung Hyun/Yong Dae untuk dadah-dadah ke arah kami. Pak Gita memang paling tau deh *cium pak Gita*

     Dan you semua para wanita bisa bayangkan, di podium ada Hendra/Ahsan dan Sung Hyun/Yong Dae, ditambah pak Gita dan Ricky Subagja. Aaaahhhh heaven is so close to the earth :')

     Match terakhir adalah partai ganda campuran yang mempertandingkan antara Zhan Nan/Zhao Yunlei vs Ficher/Pedersen yang setelah melalui pertempuran alot, lagi-lagi gelar harus pergi ke Cina. Biarin deh, sesuka mereka. Buat hiburan karena sebentar gelar-gelar itu tidak akan pulang ke Cina melainkan ke negara kita, Indonesia. Amiiiiinnn....

     Sebelum pembagian hadiah, aku dan Fitria pergi meninggalkan Istora karena esok harinya kami harus kembali ke dunia nyata dan menjalankan aktivitas membosankan di kantor yang kaku. Kadang-kadang, dunia nyata memang lebih membosankan.

     Hari itu benar-benar hari bersejarah. Semuanya akan aku simpan di hati dan aku bawa untuk aku ceritakan pada anak cucuku nanti.

     Istora, sampai jumpa tahun depan.




          Be Nice, Be Love...

    

    

The Story of #NgIstora (part 4)

     Kabar gembira hadir dari twitter Djarum Badminton hari Jumat yang ngirimin direct message bahwa aku menang 2 tiket vip untuk semifinal. A luck is coming to a loyal supporter. Aku langsung ngasih kabar ke Fitria yang akan nonton bareng di hari Sabtu bahwa kami batal nonton di kelas 1 seperti rencana semula. Harga tiket semifinal dan final untuk vip memang ga berprikeanak-kosan. 350 dan 400 adalah angka yang bikin jantung senut-senut. Tapi karena rejeki ga akan kabur, maka kami tetep bisa nonton pantatnya Lee Yong Dae dalam jarak hanya beberapa meter saja. Segerrrr buooosss :))

     Pertandingan hari itu dimulai jam 11 untuk 2 pertandingan ganda putri, yang sialnya adalah Cinak semua. Aku sampai di sana sekitar jam 11. Telpon-telponan sama mas Djarumbadminton sepanjang jalan dan pake acara salah naik transjakarta adalah aktivitas pagi itu. Sampai di Istora, ternyata mas Djarum belum sampai, dan baru menghubungi lagi sekitar 15 menit kemudian. Fitria? Jelas belum sampai.

     Setelah ketemuan dengan mas Djarum, ternyata tiketnya belum ada. Aku disuruh duduk di sebuah booth dukungan yang kemudian aku ikuti karena iming-iming hadiah. Dengan hormon testosteron yang membuncah, aku ikut games yang caranya adalah teriak sekenceng-kencengnya di depan mic. Suara kita akan membuat sebuah kaleng berisi tulisan hadiah keluar. Dan karena suaraku yang seksi ini, aku hanya dapet gantungan kunci. Tapi aku tetaplah pemberani. Sendirian teriak dan dipotoin mas-mas bule potograper Badminton Photo.

     Beberapa waktu kemudian Fitria dateng dan ikutan games juga. Teriakannya sempurna, sempurna sekali (IIIIIN *uhuk-uhuk* DOOOO *uhuk-uhuk* NEEE *uhuk-uhuk* SIAAA *uhuk-uhuk*).

     Tiket masih tetap belum diberikan, mas Djarum menjanjikan untuk memberi tiket pada jam 12. Kemudian kami yang nasibnya masih di tangan mas Djarum pun masuk liat-liat area dalam Istora yang diubah menjadi shopping center. Mirip mall deh pokoknya, ditambah dengan mbak-mbak SPG yang kata Dwi keteknya item X))
Jam 12 mas Djarum nelpon. Kami keluar dan langsung ketemu untuk ambil tiket. Kemudian kami berpisah dan sampai sekarang tidak bertemu lagi. Btw, makasih mas. Nomerku masih disimpen, kan? hahahaa

     Sampai di dalem, match pertama antara Wang/Yu vs Ma/Tang ternyata udah selesai, dan sedang bertanding pasangan Cina lain yaitu Tian Qing/Zhao Yunlei vs Bao Yixin/Cheng Shu. Pertandingan lumayan seru. Walaupun bukan pemain Indonesia yang bertanding pun, penonton yang mulai memadati Istora sudah 'rusuh'. Belum ada pertandingan setelah 2 match ganda putri tadi. Namun ada beberapa hiburan dari beberapa artis dan yang paling menarik adalah hiburan dari 4 legenda bulutangkis Indonesia; Haryanto Arbi, Trikusharjanto, Sigit Budiarto dan Edi Hartono. Mereka sungguh menghibur dengan memainkan beberapa atraksi bulutangkis yang pas diliat malah jadi kayak komedi. Ada acara lempar-lempar kaos pas acara selesai. Lumayan itu yang dapet kaosnya Om Sigit. Victor, coy.

     Jam 2:30 match pertama dimulai. Istora mulai porak-poranda lagi saat nama Lee Chong Wei disebut oleh announcer. Kemudian makin hancur berkeping-keping ketika nama Dyonisius Hayom Rumbaka disebut. Aku bahagia banget nonton match ini. Andai itu itu Datok melawan TH, pasti akan lebih emosional.

     Selama ini aku sering nyebut Hayom rese' karena sering kalah di saat dibutuhkan. Tapi sepanjang pertandingan, sepanjang turnamen malah, Hayom tampil cemerlang. Hari itu, dia bisa memberikan perlawanan pada raja tunggal putra itu. Pada akhirnya memang dia kalah. Tapi, semua yang hadir langsung maupun yang menonton pasti tau bahwa itulah Hayom yang sebenarnya. Hayom yang dimiliki Indonesia. Momen mengharukan adalah setelah pertandingan, saat akan masuk ke dalam, Datok merangkul Hayom dan memberi advice sepanjang mereka berjalan. What a lovely Datok. Kata Fitria sih, Datok walaupun menang, nggak pernah bikin selebrasi berlebihan yang bikin orang kesel. Mungkin itu juga poin yang membuat dia dicintai di Indonesia. Once again, we love you, Datok.

     Istora kembali menggemuruh ketika nama juara All England 2x disebut. Owi/Butet bertanding melawan pemain dari negaranya suami akoooh, Joachim Ficher Nielsen/Christina Pedersen. Andai bukan lawan Indonesia, pemain Denmark pasti didukung habis-habisan oleh suporter Istora. Indonesia-Denmark memang jodoh, seperti aku dan Jan :")

     Sayang seribu kali sayang, pasangan kebanggaan Indonesia ini tidak bisa memberikan penampilan terbaik dan harus kalah 2 set langsung. Dari awal memang Owi/Butet seperti tidak 'lepas'. Bahkan di babak kedua mereka hampir kalah dari Fran/Shendy. Entahlah...

     Penonton di Istora mulai agak lemes dengan kekalahan Owi/Butet yang digadang-gadang menjadi juara. Namun nama Tommy dipanggil dan pecah lagi itu stadion. Suporter Istora memang suporter terganas di dunia. Semua orang sudah mengakui. Entah berapa macam lagu yang digubah menjadi yel-yel dan entah berapa orang yang serak setelah acara selesai *tunjuk diri sendiri*.

     Tommy berhadapan dengan Marc Zwiebler asal Jerman yang pada babak kedua mengalah Alamsyah yang bajunya kegedean itu. Dan sekali lagi, penonton Istora harus harap-harap cemas saat Tommy harus takluk 2 set langsung di tangan Marc.

     Tapi bukan penonton Istora kalo ga bisa berisik lagi. Sekhawatir apapun, yang namanya bibir makhluk Istora memang nggak ada matinya. Sampai sekarang aku masih suka merinding kalo inget. Dan harapan terakhir ada pada Ahsan/Hendra yang akan berhadapan dengan pasangan Rusia yang salah satunya bukanlah manusia asli, melainkan kloningan dari Jerapah, Ivan Sozonov/Vladimir Ivanov. I guess, dulu emaknya Ivanov ngidam tiang listrik mungkin atau hobi makan sup gedung pencakar langit, tingginya bisa kayak rumah susun gitu.

     Pertandingan menegangkan terjadi. Dan suara makhluk Istora belum habis. Dan pada saat akhir pertandingan, semua orang berteriak lega karena akhirnya Hendra/Ahsan bisa melaju ke final. Akhirnyaaaahhh...

     Pertandingan selanjutnya antara Julianne Schenk vs juara bertahan, Saina Nehwal. Dan aku baru tau ternyata 'Julianne' itu bacanya 'Yuliani'. Kok apik tulisane?
Tapi aku dan Fitria laper jadi kami keluar cari makan, dan juga banyak orang yang meninggalkan kursinya, karena memang wakil Indonesia sudah habis.

     Kami muter-muter cari makanan paling murah yang ada. Tapi ternyata bakso tahu-pun paling murah 25rb dan mendoan 2500. Mungkin pedagang di Istora sudah berkonspirasi dengan tukang hotdog di GOR Asia-Afrika *nyemil sosis 30 rebu*. Kami memilih makanan cepat saji dan memilih paket yang paling murah. Kemudian luntang-lantung kayak orang buta kehilangan tongkat karena ga dapet kursi.

     Selesai makan dan minum multivitamin yang dikasih gratis oleh mbak SPG, kami kembali ke dalam setelah sebelumnya pipis dulu *ini penting untuk ditulis*. Match tante Schenk vs Saina ternyata belum selesai.

     Secara mengejutkan, ternyata Saina harus menyerah dan melepas gelarnya tahun lalu. Schenk terduduk sambil menangis menutup mukanya saat poin terakhir di dapat. Aku terharu, lagi. Mboh aku kok terharuan banget. Schenk katanya memang lagi ada masalah sama PBSI-nya Jerman. Makanya di Sudirman Cup kemaren dia ga ikut.

     Match selanjutnya kembali diisi oleh bendera merah berbintang kuning, Zhang Nan/Zhao Yunlei vs Xu Chen/Ma Jin. Btw, nenek Ma alias Ma Jin bilang kalo penonton Istora kayak loud speaker. Dia ga sadar kalo suaranya cempreng kayak kaleng --"

     Xu Chen tampak ngeselin, Zhang  Nan tampak ganteng. Aku juga baru tau kalo Zhao Yunlei manggil Zhang Nan dengan "Nan", bukan "yang", "beb", "ay" atau semacamnya. Mungkin karena ada aku di situ jadi Zhang Nan ngelarang Yunlei manggil yang aneh-aneh *kabeh wae sriiii*.

     Pertandingan dimenangkan oleh Zhang Nan/Zhao Yunlei. Suaraku abis neriakin nama Zhang Nan. Ya mau gimana, salah siapa jadi orang kok manis. Siapa yang nggak wo ai ni cobak *eh pitikih?*

     Selanjutnya adalah match tunggal putri antara Li Xuerui vs Yip Pui Yin jiayo. Kenapa Yip Pui Yin jiayo? Fans-nya teriak gitu sepanjang pertandingan *gagal paham*. Pertandingan agak alot karena rendang belum mateng, dan teriakkan 'Yip Pui Yin jiayo' dan' go Yippi go Yippi go' bikin kuping budek. Sang alien akhirnya mampu melaju ke final dan akan bertemu dengan mbak Yuliani di final. Fiuuuhh akhirnya selesai juga. Dan Chen Jin tetep ramah.

     Eetttt, kata siapa udah selesai. Isrora boleh ga seramai di awal. Tapi cewek-cewek di Istora mulai tahan napas dan pasang kuda-kuda. Beberapa pemain Korea dan staf-nya -mungkin- duduk bench sebelah karena LYD/KSH vs SBC/YYS akan bertanding. Yang di lapangan boyband lagi pada pamer otot. Mata ya. Mata yang tadinya udah sepet jadi seger lagi. Bagai oasis di padang pasir. Cewek-cewek tanpa kendali. Ada cerita yang lumayan memalukan sebenarnya tentang ini, tapi diceritain nanti aja di postingan berbeda. Daripada merusak esensi ke-alay-an saya. Saya dan Fitria deng :D

  

    

    

    

Wednesday, June 19, 2013

The Story of #NgIstora (part 3)

Quarter Final Day!!!

     Aku cah pemberani. Berani ke mana-mana sendiri. Buktinya hari itu, aku pergi ke Istora sendiri. Iya, aku nggak punya temen. Dan iya, aku nulis pake "aku" sekarang, bukan "saya".

     Aku jalan dari kosan di daerah Pasarminggu sekitar pukul 11:00. Naik angkot kemudian nyambung lagi naik Transjakarta. Pertandingan pertama akan dimulai jam 1 siang. Jadi masih ada waktu buat ngebayangin tattoo "Time Will Tell" di dada kanan Jan O. Jorgensen sebelum fokes ke pertandingan. Atau sekedar meniupkan harapan, semoga atlet yang cowok-cowok pake celana putih. Oke, saru detected. Tapi kalo cah pemberani sih bebas, saru juga gpp. Pemberani kok (--,)

     Sampai di Istora, saya langsung ke ticket box untuk membeli apa hayooo? Hayo apa? Coba tebak. Ya membeli tiket lah masa membeli jamu beras kencur, lu kata kang jamu --"
Entah karena aku kesiangan atau penonton lain yang kepagian, pas beli tiket, nggak ada antrean sama sekali. Tapi pas di pintu masuk, beuuuhhh, yang baris berbanjar udah kayak nunggu pembagian sembako. Sebagai cah pemberani, aku menyusup di antara ketek bapak-bapak dan koko-koko bermata sipit. Seorang bapak di depanku yang ngakunya bolos kerja juga ternyata sendirian. Dia ngoceh ngalor-ngidul nyeritain Alvent Yulianto yang katanya pemain paling ganteng versi ondesepot. Saking fokesnya ngomyang, dia sampe nggak sadar pas koh Alvent yang 2 kali di sampingnya. Ketika koh Alvent lewat untuk yang ketiga kalinya, baru dia sadar dan blahbloh sendiri bingung nanyain yang lewat Alvent atau bukan.

     Pintu dibuka, aku masuk dan mencari tempat paling nyaman untuk mata. Kursi vip penuh hari itu. Aku duduk di antara 2 orang bapak-bapak yang juga bolos ngantor dan mas-mas yang berbahasa Melayu (mas-mas ini juga ada waktu hari Sabtu).

     Sebagai cah pemberani, walaupun sendiri, aku tetap membawa senjata berupa airbang dan menyiapkan suara untuk memanggil para atlet yang bertanding di lapangan. Saya nyempil di tengah-tengah para pria yang iyik nanyak muluk tentang pemain. Mungkin mereka pikir saya adalah stafnya om Paul Erik-Hoyer yang tau semua tentang data diri pemain. Padahal aku hanya seorang pemberani, tidak lebih :(

     Match pertama di court 1 mempertandingkan antara Markis Kido/Alvent Yulianto Chandra melawan Shin Baek Cheol-nya akuh dan Yoo Yeon Seong-nya akoh. Btw, Yoo Yeon Seong ini atlet yang bisa membuat aku merasa tidak aman dan ingin dilindungi. Selain pesona atlet Korea memang tidak terbantahkan, rambut ala wamil milik Yoo Yeon Seong-nya akuh dan badannya yang sekel-sekel kenyal bikin aku agak nggak konsen dan pengen ucul-ucul kemudian bikin jus avocado. Aku merasa tidak aman, aku merasa pengen dilindungi. Lindungi akuh, mas. Lindungi akuuuhhh!!!

     Mungkin Yoo Yeon Seong-nya akoooh semangat karena ada aku di depannya makanya tekhnik dan pengalaman yang dimilik Kido/Alvent harus direlakan begitu saja. Mereka kalah 3 game dari pasangan porselen ini. Tapi nggak papa, ada rencana indah dari Tuhan untuk saya dengan kekalahan Kido/Alvent ini. Yakinlah, sumpah.

     Pertandingan mendebarkan menjadi milik Bellaetrix Manuputty yang harus berjuang melawan Yip Pui Yin. Bella yang tahun lalu selalu lmenjadi Ms. Round 1, tahun ini menunjukkan grafik yang naik drastis. Menjadi satu-satunya wakil tunggal putri Indonesia di perempat final, Bella benar-benar menunjukkan kegigihan dan semangat juang tinggi. Walaupun akhirnya harus kalah dalam 3 set, semua penonton di Istora berdiri dan bertepuk tangan memberikan penghormatan pada Bella yang telah menumpahkan keringatnya hari itu.

     Hingga siang hari, belum ada pemain Indonesia yang melaju ke semifinal sampai ketika Hayom Rumbaka, dengan smash-smash kencangnya, berhasil menumbangkan wakil tunggal putra China satu-satunya yang tersisa, yang tahun lalu dikalahkan oleh Simon Santoso di partai final. Ada yang kangen sama Simon? :(

     Andalan Indonesia, Owi/Butet hari itu bertanding melawan Chan Peng Soon/Liu Ying Goh. Chan/Goh lagi-lagi harus menjadi korban kebrutalan ultras Istora setelah hari sebelumnya Koo/Tan juga mengalami hal yang sama. Ibarat kata, Chan/Goh napas aja udah salah di mata penonton Istora. Dan akhirnya, mereka memang tidak bisa berkutik melawan Owi/Butet *ngomong-ngomong sekarang aku merinding inget yel-yelnya ultras Istora*.

     Partai ganda putra antara Cai Yun/Fu Haifeng melawan Hendra/Ahsan seharusnya menjadi partai klasik bila Hendra Setiawan masih berpasangan dengan Markis Kido. Kido/Hendra dan Cai/Fu dulunya adalah "musuh bebuyutan" yang selalu berusaha saling mengalahkan. Meskipun sudah berumur, aura juara masih terpancar jelas dari Cai Yun, Fu Haifeng dan Hendra Setiawan. Sehingga nama mereka semua tak henti diteriakkan. Tidak hanya nama Ahsan dan Hendra, tapi juga Cai/Fu. Aku sendiri merinding menyaksikan pertandingan ini.

   Hendra dan Ahsan berhasil bermain gemilang dan mengalahkan pasangan peraih emas olimpiade London ini dalam dua set. Saat pertandingan selesai, ada rasa yang ngamuk-ngamuk di dada. Antara seneng Hendra/Ahsan menang, dan sedih karena Cai/Fu kalah. Iya, aku sedih. Bapak-bapak di sampingku sampe tanya kenapa aku nangis. Aku juga ga tau kenapa harus nangis pas Cai/Fu kalah.

     Ganteng dan semoknya akuh, Ko Sung Hyun/Lee Yong Dae malah sampe ga diperhatiin karena saking serunya match yang lain. Dia sampe keliatan nggak semangat karena mungkin dia tau aku nggak terlalu merhatiin. Sebenarnya sih nggak usah gitu juga, toh abis tanding juga masih bisa ketemuan, masih bisa jalan bareng, masih bisa sayang-sayangan, masih bisa nanem avocado bareng dan memanennya sama-sama.

     Entah karena sendirian atau karena terbawa suasana, aku duduk anteng dari baru dateng sampe akhir acara. Berbekal nasi uduk di perut, sepanjang hari aku cuma makan biskuit gandum dan air mineral sebotol. Di partai akhir, baru aku mulai kebayang ngisep kepala udah saos padang yang belum terlalu mateng pake nasi anget.

     Partai terakhir mempertandingkan antara Ricky/Richi vs Zhang Nan/Zhao Yunlei. Zhang Nan makin manis aja ya, ngomong-ngomong :")
Ricky/Richi yang di atas kertas berada di bawah pasangan China tersebut, tetap memberikan perlawanan sengit. Beberapa kali pertahanan Zhang Nan/Zhao Yunlei bisa ditembus dengan mudah oleh Ricky/Richi. Dukungan pun mengalir dari penonton yang masih bertahan di Istora. Ricky/Richi memang akhirnya kalah. Tapi sebuah proses dan semangat harus tetap dihargai. Standing applause menggemuruh seiring dengan berkurangnya para pengunjung yang pulang ke rumah masing-masing. Akupun pulang ke hati Jan O. Jorgensen. Tinggal di sana sampai waktu yang tidak ditentukan...


               "to be continue"